Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Hardian Rafelia Asril Aini

0


RISALAH PEREMPUAN LAUT

 

Menelusuri nafas kehidupan samudera

Terbentang permai di luasnya jagat

Bersama nyiur dedaunan kelapa

Serta cicit burung-burung yang

Bermunajat tentang kemakmuran negeri

 

Di tepian pantai

Perempuan-perempuan menjaring senyum

Sehabis pagi menghidangkan garam rezeki

Yang tumpah ruah di pesisir laut

 

Saban hari

Di bawah pancaran bara mentari

Para perempuan bertudung ketabahan

Memunguti butiran kerang-kerang

 

Dalam tumpukan buliran pasir doa

Tempat para perempuan pulau itu

Menunggu sisa rupiah yang berserakan

Hasil dari gelombang ombak

Menyapu kekayaan palung lautan

 

Sembari di gendongnya seorang bocah

Yang terlahir dari rahim ratapan

Begitu lama terombang-ambing nasib badai air mata

 

Lamat-lamat peluh bercucuran melepas kebisuan hari itu

Yang dingin terkubur di ceruk sukma

; Dalam sunyi pemakaman lukanya

Nak, sebentar lagi malam.  Mari kita pulang,

Mengantar sekarung keletihan

Kata perempuan bermandikan cahaya siluet sore yang

Semakin mengecup mesra di ujung barat cakrawala

 

Purbalingga, 27 Juli 2019


 


MERUWAT SENYUM

 

pada setiap pergantian tanggal di bulan April ini

kembang melati di teras rumahmu

kembali memekar wewangi memenuhi ruang tidurmu

menyeruak harum bila tersentuh lembut desir angin

ataupun sehabis lantun adzan sore kau sirami penuh kasih

sebagai merawat kebosanan yang semakin mengakar di kepala

 

semenjak berbagai siaran wabah duka mendaftar panjang

penginapan pasien di bangsal rumah sakit

tempat peristirahatan bagi mata, hidung serta paru-paru

dari rakusnya meneguk berbagai hidangan menu duniawi

mereka berjejer membentuk nama cinta dalam sungai fatihah

sembari menghitung angka kemarahan Tuhan yang melekat dalam usia

 

sementara saban pagi kau menanam kegelisahan

bersama rengek gadis kecil yang kelaparan melahap setumpuk lauk basi

sisa memasak malam-malam sepi dari keriuhan pagebluk

sebab hiruk-pikuk alun-alun kota tengah tertidur begitu lelap

tak dapat lagi tuk menjaring rupiah, meski kau hanya menjajaki kepulan asap jagung

sekedar menghibur lautan manusia dari kepenatan di malam minggu

 

dan, pada setiap laju hari di bulan April ini

dalam derai air mata kau tertatih menanam ketabahan

sehabis menyulut amukmu: mengenang keindahan kerlap-kerlip kota malam

namun, perlahan kembang melati itu kembali menguar keharuman

memeluk kerapuhan kalbu, serupa pelukan ibu mendekap penuh tulus

dalam meruwat senyum sembari merengkuh sujud mahabbah

 

Purbalingga, 02 Mei 2020


 



RITUAL

 

Di hadapan perbincangan malam

Antara senyum mengepul manis dari bibir layumu

Beserta beberapa keping biskuit

Tersaji begitu nikmat dalam kasih perjumpaan

 

Sementara, gerimis di balik jendela lapuk itu

Tengah menderas ragam senandung cinta

Yang kian membasuh bunga kenangan

Ketika dengung suaramu tak lagi menjelma nyanyian bocah

 

Hanya berupa sisa bingkisan tawa

Yang telah lama mekar di usia tanah rantau

Semenjak kau meredupkan pijar lilin ke tujuh belas tahun

Yang begitu gemerlap memeriahkan nampan isi roti

Sebagai persembahan ritual syukur

 

Dan kini, sudah tampak guratan lelah menyimpan sehelai pesan

: Sebuah kecupan riang terbang dari bibir merahmu

Lalu hinggap menyemarakkan kerinduan

Di hamparan keriput keningnya yang bercahaya

Sehabis emak melarungkan secarik nama dalam singgasana mulia

 

Purbalingga, 08 April 2020

 



 

LEKAS SEMBUH IBU

 

di bawah teduhnya langit pagi

perempuan itu tak pernah sangsi

menawarkan senyum

meski sembari terbaring renta

 

sebab, nyanyian pulau melati

tengah murung diterpa badai besar

hingga meruntuhkan dahan-dahan kelapa

di pesisir pantai: bilik para nelayan

mengistirahkan resah seusai menjaring ikan-ikan

 

sedang perempuan itu menggendong setumpuk rindu

di punggung bengkoknya yang ditumbuhi tunas kamboja

semenjak si bungsu merengek mencari setetes madu

hasil dari menangkap sayap lebah di hutan belantara

namun kini hanya tampak semak belukar menyesaki keprihatinan

 

dan tinggal bangkai perahu menepi di pinggiran debur ombak

menyisa sepi dari debar penantian para perempuan pesisir

dahulu, sehimpun senyum merekah di ambang pintu

sembari salam kasih terhidang di sebuah perjamuan malam

lekaslah mengemas lelah hasil sebulan menyelami angin samudera

kata seorang bapak, kepada si bungsu yang girang menemui tawanya

 

sementara, di bawah teduhnya langit pagi

kini perempuan itu semakin menanak ketabahan

disisa usianya yang tengah terkapar duka

dalam pembaringan wabah doa

bersama nyiur pokok kelapa di pulau melati

 

Purbalingga, 07 Mei 2020





SAJIAN PANORAMA KOTA

/1/

Terbentang sunyi sepanjang susur mata air klawing

Mengalir deras dari tebing mataku

Begitu dingin oleh gerimis yang hanyut bersama riak waktu

Namun, sesekali kujumpai jejak senyum sinar matahari

Makin menyemburat elok di pinggiran tubuh sungai

 

Berkilauan, hingga menerabas dasar air yang hening

Tampak pendar warna-warni bebatuan akik

Memancarkan pundi rupiah yang tersebar pada langit buana

Hingga mengharumkan tanah kota perwira

 

/2/

Sepanjang sungai klawing yang berkabut

Melarung kedamaian di dalam lumut bebatuan cadas

Bersama tawa bocah bermata bening

Berenang menghanyutkan sisa peluh

Selepas kulihat tapak kecilnya mengecup becek tanah

 

Sementara, di bawah rindang dedaunan pohon bambu

Emak duduk menunggui kecipak tangan bocah kecilnya

Melepaskan riangnya, sembari memecah tumpukan kerikil

Untuk memenuhi kehangatan perut di malam hari

Saban usia menyelimuti wajah yang kian melapuk oleh musim

 

/3/

Sinar lembayung senja mengecup permukaan sungai

Memancar kehangatan pada gebyok warung desa

Yang di dalamnya terdapat perjumpaan para wajah kekasih

Ditemani wanginya kepul asap sate blater

Yang terpanggang mesra bersama angin klawing sore

 

Dan dihadapannya tak luput oleh sajian aroma soto bancar

Yang disirami kesegaran daun-daun bawang

Serta ditaburi kupat janur dan aneka olahan rempah-rempah 

Hasil petani memetik dari lereng gunung slamet

Hingga melarungkan cahaya kenikmatan di setiap langit kota perwira

 

Purbalingga, 26 Februari 2020


 


IBADAH SORE

 

Ibadah sunyi mataku pada derita layu dedaunan

Bersimbah kuyup di tanah merah

Di pinggiran gemericik tubuh sungai

Yang begitu tulus tengadah

Menunggu kecupan hujan sore

 

Dalam remang waktu

Kau hanyalah segelintir bayang

Berjalan menepi dari geraian rintik

Yang tak pernah lelah menabur kesunyian

Bersama pupusnya kelopak bunga randu

 

Sementara di atas ranting pepohonan

Bertengger kicau burung kepodang

Sembari kupunguti alunan alam

Yang lama menuang syair kehidupan

 

Gelayut kelopak kembang yang

Semerbak itu menawan dalam sukmaku

Perlahan menari bersama sepoi angin

Begitu tabah berguguran dalam pelukan tanah

Hingga, sampailah kalbuku mengaji di bawah lembayung sore

 

Purbalingga, Desember 2018


 



MATA AIR USIA

 

Selembar daun teratai

Terbaring di atas permadani kolam

Menjadikan tempat ikan-ikan berteduh

Dari kucuran sinar mentari

Yang terjatuh lembut lewat celah atap rumahmu

 

Gadis kecil berambut kepang dua

Duduk di tepi kolam itu

Sembari memandangi kecipak sirip

Yang berlenggak-lenggok

Memperagakan tubuh mungilnya

 

Tanpa disadari ada sebuah mata kasih

Yang senantiasa memberikannya rezeki

Dengan daun singkong serta hijau lumut sungai

Untuk dilahap tiap pagi dan petang

 

Hari kian mengalir

Ikan-ikan senantiasa memamerkan kilau sisiknya

Bersama insang yang merenangi arus usia

Hingga dekapan kematian hinggap di dasar kolam

Musnahlah segala yang hidup dan bernafas

 

Sedang gadis kecil dahulu

Kini tumbuh dewasa

Kembali duduk di pinggir permadani para ikan

Mentafakuri gemricik mata air kehidupan

Yang bermuara pada ketiadaan

 

Purbalingga, 24 Juli 2018




Tentang Penulis


Hardian Rafelia Asril Aini, lahir di Purbalingga, 30 September 1998. Dia seorang mahasiswi di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Fakultas Dakwah Prodi BKI. Dia aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto dan Komunitas Rumah Penyu Cilacap. Beberapa puisinya pernah dimuat di antologi bersama, Hilang (Aria Pustaka: 2017), Sepucuk Kasih dari Sosok Sayang (Penerbit Satria: 2018), Teruntuk Cinta (Rekan Media Publish: 2018), Surat Untuk Kaki Langit Palestina (Indonesia Writing Club: 2018), A Skyful of Rain (Banjarbarus Rainy Day Literary Festifal: 2018). Beberapa puisinya dimuat di Majalah Simalaba, Media Indonesia, Lampung Post dan Minggu Pagi. Fb: Hardian Rafelia Asril Aini. No. HP: 085799247723. Kode Pos: 53371.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top