Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Esai Juli Prasetya

4

 

Mantan dan Kreativitas

Oleh: Juli Prasetya

 


Untuk memulai tulisan ini, saya ingin mengutip kata-kata Dosen dan Filosof Muslim  kesayangan kita semua Dr. Fahruddin Faiz, ia mengatakan bahwa “Cinta dan patah hati itu energinya luar biasa, jadi eman-eman kalau ngga dipakai untuk hal-hal yang kreatif dan positif”. Berangkat dari pernyataan inilah kemudian saya mengembangkannya menjadi sebuah gagasan besar “Mantan dan Kreativitas”.

Apa sebenarnya relevansi atau keterkaitan antara mantan dan kreativitas?. Baik izinkan saya pelan-pelan menjelaskan ke khalayak pembaca sekalian. Mantan merupakan orang yang dulu pernah masuk dan mewarnai hidup kita dengan berbagai macam keindahan. Mantan ini sebagaimana masa lalu yang tidak bisa begitu saja menghilang ataupun dihilangkan, kecuali oleh Orba dan waktu. Kalau kata Aan Mansyur, mantan itu persis seperti hutang. Kita tidak pernah benar-benar melupakannya, kita hanya berpura-pura melupakannya.

Kehilangan seseorang yang kita cintai dan pernah mewarnai hidup kita tentu saja berat. Nah kesedihan karena ditinggalkan atau meninggalkan inilah yang kemudian menjadi sumber dari energi kreativitas, ya tepat di titik itu energi kreativitas yang besar lahir. Oleh karenanya ketika patah hati karena ditinggal oleh orang yang kita sayangi, manfaatkan energi patah hati dan kesedihan itu sebaik-baiknya. Karena energi dari patah hati betul-betul sangat besar. Seseorang yang ditinggal nikah mantan itu energi kesedihan dan kepedihannya sangat besar. Energi ini sayang kalau hanya digunakan untuk menangis dan meratapi nasib, atau hanya mengurung diri di kamar tanpa mau makan selama seminggu. Bukankah lebih baik energi kesedihan dan kepedihan itu dialirkan untuk hal-hal yang lebih kreatif. Bagaimana misalnya jika energi tersebut kita alihkan menjadi energi kreativitas untuk berkarya, entah itu untuk menulis, melukis, entah itu menulis lagu, menulis puisi, menulis prosa, menulis novel, cerpen dan melukis mantan misalnya.  Kata seorang teman, ketika seseorang sedang berada di titik terhancurnya, dengan momentum dan jalan yang tepat, maka tepat di titik itu pula akan terlahir omong kosong yang indah atau sebuah kebijaksanaan laksana filsuf dari mulutnya. Dengan kata lain, akan terlahir jiwa seorang penyair sekaligus filsuf dari rahim kesedihan dan kenelangsaan.

Tentu dengan mengalihkan energi ini dapat menjadi semacam terapi dan juga bisa diolah menjadi tulisan pengalaman kesakitan karena ditinggalkan maupun meninggalkan. Soalnya antara yang ditinggalkan dan meninggalkan itu memiliki kesakitan yang sama. Tak ada yang lebih baik, semuanya sama-sama parah. Maka ini tentu saja menjadi energi kreatif yang  harus disalurkan dengan benar.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas maka di titik inilah kemudian energi kreativitas itu lahir, harus diakui bahwa kreativitas terkadang muncul di saat masa-masa krisis kita, atau ketika kita sedang terjepit. Nah patah hati merupakan salah satu fase paling menyakitkan dalam hidup, maka sudah seyogyanya kita bisa memanfaatkan dan menyalurkan energi itu dengan baik. Kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya energi kreativitas yang dihasilkan dari patah hati dan ditinggal mantan menikah misalnya. Soalnya emosinya masih panas dan menggebu, harus segera dituliskan dan diejawantahkan di media tulisan.

Namun Pak Sapardi memberikan saran yang lain, ketika energi kecewa kesedihan dan kemarahan itu masih panas, harus diendapkan terlebih dahulu. Soalnya kalau menulis dalam keadaan emosi seperti itu, nanti tulisannya bisa rusak. Tapi kalau menurut hemat saya, tulislah dengan segera, mumpung masih hangat kekecewaan dan kesedihan itu. Soalnya emosi yang panas itu bisa mengeluarkan kejujuran, kita bisa jujur dengan perasaan dan diri kita sendiri. Kejujuran merupakan salah satu kunci dalam menyampaikan sebuah gagasan dan pesan. Tinggal bagaimana saja kita memilih dan pintar mengolahnya, toh bukankah hidup ini pilihan.

Dalam beberapa penelitian iseng yang saya lakukan, saya pernah meneliti beberapa penulis yang memang sedang memiliki masalah entah itu masalah percintaan atau masalah lain dalam hidupnya, semisal ia sedang berada di fase terendah dan terburuk dalam hidupnya, dan kesimpulan yang saya ajukan adalah dalam titik tersedih dan terendahnya itu, mereka mengalami semacam keterbalikan, maksudnya mereka lemah, lemas, dan nelangsa secara fisik. Namun perasaan dan pikirannya malah bekerja lebih besar dan berat. Maka tidak berlebihan jika saat- saat patah hati ditinggal seseorang yang dikasihi, segala perasaan sedih, terluka, kesepian,  malah berlimpah ruah dan membuncah dengan kuat, serta pikiran-pikiran yang terus bekerja, overthinking.

Energi besar yang disebabkan oleh mantan ini sebaiknya memang digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, sebagaimana kata-kata dari Fahruddin di atas. Eman-eman kalau tidak digunakan untuk kreatifitas dan hal-hal positif, eman-eman kalau tidak digunakan di jalan yang benar. Para Penyair, Prosasis, dan Filsuf itu, mereka juga manusia biasa  yang pernah merasakan jatuh cinta dan patah hati. Einstein, Nietszche, dan Chairil, anda kira mereka tidak pernah merasakan jatuh cinta dan patah hati?. Anda kira Farikha-Ndaru, Faiz, Adi, Wahyu-Irna, tidak pernah merasakan patah hati?. Anda kira puisi-pusi, cerita-cerita dan tulisan-tulisan bernas yang mereka hasilkan bukan dari pertarungan mereka merebut energi kreativitas yang dihasilkan dari merayakan kesedihan, kehilangan, kegetiran hidup, ditinggal mantan, kerja intelektualitas, imajinasi, dan patah hati?.

Mereka adalah orang-orang yang sudah mencecap manis dan pahitnya cinta, mereka adalah generasi baru patah hati Banyumas yang sudah bertarung dengan perasaan dan kesedihan mereka sendiri, dan mereka adalah orang-orang yang berhasil menyalurkan kesedihannya dengan cara yang demikian tepat dan tak terduga. Mengutip kata-kata Obito Uchiha yang telah dimodifikasi tentang Shinobi, teman, misi, dan sampah “Perasaan patah hati yang menjadikan kita sedih dan hancur memang menyedihkan, tetapi seseorang yang tidak bisa merasakan  perasaan jatuh cinta dan patah hati, jauh lebih menyedihkan dari menyedihkan” mati rasa. Sungguh betapa menyedihkannya tidak bisa mencintai diri sendiri dan orang lain.

Maka beruntunglah anda, kita semua yang pernah merasakan jatuh cinta dan patah hati. Setidaknya kita bisa belajar dari perasaan-perasaan itu, untuk lebih menghargai orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang selalu ada di sisi kita, orang-orang yang selalu mendukung kita, maupun orang-orang yang pernah menorehkan luka di hati kita. Setidaknya mantan selain menjadi suatu keindahan yang melukai, juga bisa menjadi titik balik seseorang untuk kemudian menemukan ritme dan energi kreativitasnya sendiri. Jadi kreativitas tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang aneh dan cerdas saja, tapi juga dimiliki oleh mereka yang pernah jatuh cinta dan patah hati, dimiliki oleh mereka yang pernah terluka dan ditinggal menikah.

Tanpa pernah merasakan pahitnya patah hati, mustahil kita bisa menikmati indahnya jatuh cinta, dan sebaliknya tanpa mengenal jatuh cinta mustahil kita bisa merasakan pedihnya patah hati. Dan pada akhirnya tanpa itu semua, sumber energi kesedihan yang satu ini  tidak bisa kita manfaatkan menjadi energi kreativitas yang besar dan berlimpah ruah. Oleh karenanya, selamat menunaikan jatuh cinta, selamat menunaikan patah hati, milikilah mantan, rengkuh reguklah kepedihan dan kesedihannya, lalu ledakanlah kreativitasmu sampai di puncak sedih paling pedih. Tabik.


Tentang Penulis


Juli Prasetya adalah seorang pemuda desa sederhana. Sekarang sedang berproses di Bengkel Idiotlogis asuhan Cepung. Kini ia bermukim di Desa Purbadana RT 05/02 Kembaran, Banyumas

 

Tags

Post a Comment

4 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Nyong jadi pengen sedih tapi saat maca kadang pengin tertawa huahahaha.
    Tulisane menggelitik, seolah-olah menulis nglitiki terutama mereka yang pernah patah hati

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  3. Semua manusia pandai berbohong. Untuk mengatakan "kebenaran" amatlah susah. Nikmati saja kesedihan. Sebab, kesedihan kita akan menguatkan (diri) untuk lebih bisa menghadapi kehidupan berikutnya.

    ReplyDelete
Join the conversation(4)
To Top