Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Eka Yuli Andani

0


Bait Doa Yang Purnama

 

Di sela-sela gerimis itu

Dirimu mengetuk pintu rumahku

Mengulurkan tangan demi salam yang mulia

Lalu aku suguhkan dengan getaran kalbu yang tiada menggema

Hingga saat kakimu meninggalkan langkahku

Hanya bisikan doa yang mampu terdesisikan

 

Jarum waktu melampaui jauh detak jantungku

Kau seakan melayang

Pada angin-angin yang membawamu

Kepada pengembaraan penglihatanku

 

Dalam kesunyian di padang malam

Kasihmu mengalamatkan pipiku

Kala merona seperti bulan di ufuk timur

 

Dalam naluri jiwamu

Terpancar cahaya

Hingga terlihat jelas jarum waktu

Yang kelak membawamu ke peraduanku

 

 

Purwokerto, 2020


 

Rahasia Sunyi Danau Menduyan

 

Setiap melangkahkan kaki ke tepian bibirmu

Mengundang ingatan zaman pertemuan

Menafsiri sudut-sudut menduyan

Luapannya mengandung rahasia kesunyian

Saat menengok kanan dan kiri tidak ada namamu

Pun sekelebat bayangan terhempas

Namun di atas jembatan, termenung wajah

Menduyan butuh kau jaga kasih

Perpisahan tidak akan pernah ada

Jika kau, aku, dan menduyan selalu bersama

Akhir pencarian tergoreskan pena kayu lembut

Di atas pasir putih yang siap kau guyur

Agar tidak ada lagi jejak-jejak keabadian kita

 

 

Purwokerto, 2020


 

Tadarus

 

Aku memandang sinar rembulan

Memancar kerinduan di tengah-tengah anak kota

Di bawahnya anak kecil bekejaran mencari sinarnya

Dengan melukiskan wajah damai

 

Saatnya bertadarus

Ia yang sempat hilang dari nafsku

Kugandeng setiap huruf-huruf suci

Dengan penuh kedamaian

 

Sedangkan anak kecil tetap riuh dengan dunianya

Saling menebar tawa

Di sepanjang garis hitam-putih

 

Sembari mendengar huruf yang mengudara

Maka berdamailah hati kita

 

 

Nurul Ikhsan, 2020


 

Di bawah Air Terjun Kembar Denalo

 

Pagi meenunggu datangnya sinar mentari

Aliran menjemput kembara

Ditemani pepohonan nian lebat

Serta aroma yang membasahi pangkuan

 

Di bawah gemericiknya kembar denalo

Suara syahdu dimainkan

Dan kutengadahkan tangan pendosa

Di atas pantulan air yang percikannya

Mengalikan cinta dan kasih sayang bumi

Untuk tetap menjaga keasrian denalo

 

Dingin menembus tulang rusuk

Saat berada di bawahmu

Yang menghanyutkan api nafsu

Ketika aku sirami seluruh tubuh

Hanyalah kedamaian melekat dalam jiwa

 

 

Purwokerto, Januari 2020


 

 

 

 

Penghujung Hari

 

tak lagi aku dengar gemuruh terompet akhir tahun ini

pun warna-warni di langit sebagai isyarat pergantian

yang aku lihat anak-anak tertawa berlarian lepas tanpa dosa

 

dalam gambaran itu

ada yang masih dikerangkeng orang tua

atau ibarat belum lepas dari sapih sang bunda

tapi,

ada juga kegembiraan meluncur bak

papan skate board di pulau salju

pepohonan dengan desiran gasir di akarnya

bintang yang tak sudi melepaskan

pandangan pada bumi

 

cukuplah tanah perpijakan menjadi saksi

sebuah pertanggungjawaban manusia

di penghujung hari

 

 

Tanjungtirta, Januari 2020


 

Anak Rantau

 

Kota selalu memiliki banyak cara

Mengajakku berkelana

Tapi di antara keramaiannya,

Waktu masih lihai menjemputmu

Bibir yang terlukis senyum

Saat pagi bersetia memeluk mimpi

Dan angin menyapa detak jantungku

Ibu,

Langkahku kau bekali dengan doa dan

Jabat tanganmu yang menghangatkan seluruh gigil

Melahirkan rasa yang selalu indah di mata

Keriputmu menyimpan kelemahanku dan

Sayu matamu memendam kerinduan

 

Meski pagiku telah kering dengan dongeng sebelum tidur

Tapi bayangmu selalu datang menjadi pesta kecil

Di langit-langit kamar

 

Pada akhirnya, setelah aku mengembara pada cerita tentangmu

Aku memelukmu

Kasih sayang mengepakkan sayapnya

Sampai wajahmu

 

 

Purwokerto, Januari 2020


 

BERJUMPA WAJAH KERINDUAN

Untuk: Dr. Fahruddin Faiz

 

Aku terbangun dalam kesunyian

Dingin yang membuat gigil

Serta harum bunga melati menyengat ketenangan

Aku menyapa jendela segera menyegarkan pagi

Melepas kerinduan bersama tuhan

 

Matahari datang menyapa bumi

Kulihat wajah sendu di depanku

Matanya terukir keikhlasan dan

Tangannya menggetarkan syukur

 

Hari ini kutemui wajah kerinduan yang

Sepanjang malam sepanjang pagi

Hanya bisa kudengar suaranya di balik layar

Kini, kujabat tangan penuh kemuliaan

Kupandangi wajah penuh kedamaian

Dan kudengar pitutur luhurnya

 

Hari keajaiban memeluk sukmaku

Mengalirkan rasa takdzim

Hingga Lima dzikir terus aku racik

Sembari merenungkan cinta pemilik rindu

 

 

Purwokerto, Februari 2020


 

Bedug

 

Suara bedug mulai menggelarkan jamuan pada

Penghujung dahaga yang

Sepanjang siangnya bekerja membangunkan mimpi raja

Dia membangkitkannya ketika mata terpejam dan

Jasad masih tergeletak di pangkuan empuk istana

 

Dendangnya mengiringi asmaul husna yang

Didawamkan oleh sederetan makhluk berbau surga

Untuk menyemarakkan alam

Ketika penghuni langit dan galaxy saling bertasbih

 

Suara bedug berhenti nyaring

Saat raja dan sang permaisuri tengah menikmati aroma

hidangan di meja sajian

Sedang para dayang diperbolehkann menengok keluarganya

beberapa menit

Sampai suara bedug kembali diperdengarkan

 

 

Banjarnegara, April 2020


 

Jembatan Golden Gate

 

Masihkah kalian ingat?

Cerita di atas jembatan golden gate

Yang merahasiakan wujud aslinya

 

Saban pagi kita selalu duduk di lengkungnya yang emas

Saling mendongeng, "pada zaman dahulu"

Sebelum melanjutkan perjalanan untuk mengisi rasa syukur

 

Masihkah terlintas dalam ingatan?

Ketika jembatan yang kita tafsiri sebagai Golden gate ternyata

Roboh akibat ulah kaki-kaki yang tak mampu diam

Akibat ulah tangan yang selalu rusuh

 

Saat itu, kita hanya bisa saling pandang dan

Mengukir bahwa ini bagian dari takdir

 

Hingga tiba saatnya angan menyebarkan tawa

Di suatu malam pengantin untuk

Sesaat melepas kerinduan

 

 

Tanjungtirta, Mei 2020


 

PERIHAL GEBRUS

 

Ketika tanah telah siap ditumbuhi tanaman

Langit mengalirkan syukur pada celah-celah kekeringan

Sementara pekebun bersetia meracik dzikir dengan resep tersembunyi

Mereka mengenakan sandang yang bahannya terbuat dari

Doa-doa keluarga

 

Sabit, cangkul, kemenyan dan tembakau

Menemaninya menyempurnakan sudut-sudut lahan

Dengan sabit, rerumputan dipangkas tanpa sisa

Dengan cangkul, tanah digali sampai berbaur subur

Sedangkan kemenyan, tembakau, beserta asapnya menjadi sisipan tenaga

Begitulah pekebun memulai meramu

Hingga menanam dan memanen bibit-bibit lestari

 

 

Tanjungtirta, September 2020


 


 

Tentang Penulis

 


Eka Yuli Andani, kelahiran Klaten. Dia beralamat di desa Tanjungtirta, Punggelan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Dia mahasiswa PAI dan bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) Purwokerto.

            Beberapa karya puisinya pernah termuat di Koran madura, Harian BMR fox, Majalah simalaba, Nusantaranews, Negri kertas, Akar ranting daun, Cacatan Pringadi, Metamorfosa, Jurnal Papandaan, Kajian Informasi Publik, dan Tembi Rumah Budaya. Puisinya juga terhimpun ke dalam antologi: Kelopak Cinta Bidadari (2018), Pilar Puisi 5 (2019), Imajinasi Aksara (2019), Senja (2019), Menenun Rinai Hujan (2019), Potret Kehidupan (2020), Mata Air Hujan Di Bulan Purnama (2020), Perempuan Ghirsereng Kumpulan Sajak Penyair ASEAN 3 (2020), Antologi puisi khas sempena pertemuan dunia Melayu 2020 dan Hujan Pertama di Bulan Purnama (2021). Dia dapat dikunjungi melalui Fb: Eka Yuliandani atau Hp: 082324478916.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top