Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Budhi Setyawan

1



Di Taman Kata

hanya sekelumit hamparan
yang kerap dikunjungi orang orang kurang kerjaan
tetapi sarat harapan, mereka menyebutnya taman

ada bangku bangku kelu seperti menunggu
khayalan dari igauan musim yang mungkin
telah berkarat diempas basah ingin

gugusan cerita atau deret peristiwa berlepasan
menjadi aksara yang kebingungan dengan nasibnya
saat waktu telanjur abai dan cuaca telah sansai

adakah masa depan di sini? tanya seorang pengunjung
pada pengunjung lainnya
yang kemudian mengatakan
apakah kata kata mesti selalu dalam tekanan
diberati berbagai alamat dan pesan
bahkan ramalan ramalan yang tak jauh beda
dengan busa busa bualan

lalu tak ada lagi percakapan
sesenyap hunjaman pada serangga
terinjak kaki pejalan yang tak melihatnya
tetapi tersisa pertanyaan
mengerjap di ambang tafsiran

pada sebuah kalimat yang tertegun
sepertinya ada variasi frasa menyala
menjauh dari pandangan lalu membiarkan
sekitar jadi temaram dan pura pura nyaman

pada akhirnya tetap saja seperti teka teki
dan tak semua yang tampak akan kuasa mewakili
bait bait pun merilis permintaan dengan sedikit genit bercanda
semoga esok masih ada yang membaca kita

Bekasi, 2021 

 


Dongeng Malam Minggu

sebuah malam kerap menyergap
pada ingatan keremajaan
yang lugu dan gagap

bergerak bukan karena dendam
ia hanya meneruskan geliang
yang melumangkan tubuhnya

sebagai sosok pemalu
sebenarnya rada ragu untuk
kisahkan bagaimana ia ada

ia tercipta saat aku lirik dan kekasih
yang disebutnya dalam satu puisi asyik bercinta
lupa pada tatapan kata kata di sebelahnya

saat penyair tertidur pulas di sebuah bait
yang agak tersembunyi diliput majas
dan larik yang lumayan rumit

hingga ia yang bernama malam minggu
ke mana mana membawa bekal wangi cium
dan pelukan berdentum

suatu kali ia akan datang mengetuk khayalmu
dengan sepenuh deru
atau bahkan separuh haru

Bekasi, 2021 

 


Menjemur Kasur

setelah wisata air menjelang pagi
semacam salam untuk membangunkan nasib hari
gegaslah, karena kau harus terus bergerak
pada runcing jarum jam dinding
meski matahari masih lama sembunyi

sehampar lentur yang merekam
jejak punggung dan risau dada
mengerjap ke curam mimpi
berganti pertarungan dan kepasrahan
malam malam yang nanar
kelindan antara gelegak binal dan nisbi yang banal
lalu redup seperti kamar dengan lampu kecil
warna biru 
meski tak sampai pada ambang haru
kerlip fantasi yang tak sempat menjadi kembang api

musim hujan kirimkan genangan
pada busa persegi yang sediakan tubuhnya
jadi alas untuk mendengkur 
atau perahu untuk berlayar ke imaji berdebur
melupakan perangai cuaca
meski akhirnya basah juga
oleh repih getun dan masygul menahun
dari bermacam racau dan residu nyanyian
yang memberat di ujung kata 
dan terlampau dingin untuk diucapkan

barangkali semacam kelakar
awal tahun yang menanti kering ruang
dari gelitik tetes keinginan 
sementara suara suara kemarin masih mengiang
seperti haus yang belum ditebus
dengan tegukan hangat minuman
juga sekelumit pelukan

Bekasi, 2020


 

Pada Bulan Basah

seperti perantau yang pulang
hujan tiba tidak tanpa buah tangan 
ada sekadar oleh oleh sebagai lampiran cerita
yang akan disampaikan
sembari berucap dalam cakap
antara jela lelah dan cuat gembira 

selalu saja memercik kejutan 
sebagai bagian dari rahasia yang gemar bermain
tak meluangkan ruang bagi lunas jawaban
dan menjadi kisah panjang yang menghuni kenang
semacam pertemuan tak terduga 
dengan mereka dari masa kecil
lalu mengalirkan keluguan dan kelucuan
yang tak dibuat buat dan terus melekat 
di hijau benak bayang 

akan sering menderas
dalam ingatan yang ditempiaskan rinai
ia yang mengisyaratkan sedia dan setia 
memberikan bermacam sapa usapan 
lewat renik jemarinya yang rindang
melesap ke cekung dada
menyuburkan rintik rintik doa

Bekasi, 2020 

 


 

Menafsir Desir

seperti puisi yang menjaga bayang rahasianya
kita pun hanya bisa membaca 
deret kata yang berjalan tekun menyusur
di sajak kehidupan dengan meraba raba
alamat makna yang terkadang pelik diduga

ada bermacam majas yang merubung
seperti minta diajak pada alur keseharian
menempuh getar getar yang acap samar
namun seolah menjadi rumpun pijar
bagi cetusan gerak di sekelumit riwayat

kita tak sanggup mengekalkan banyak kalimat
yang menjelma hiruk pikuk menyerbu ingatan
ketika percakapan menjadi kesibukan dari kota kota
di antara jeda dan rongga diam menanya keberadaan
kita terus saja menabung gegap pelukan

Bekasi, 2020 

 


Menempuh Riwayat

ruangan seperti masih menanggung resah
ketika kau hendak ulurkan langkah
pada sebuah jalan yang diam diam kau idamkan
dari bayang pancar silsilah kelahiran
yang mempertanyakan alur jelajah
pada variasi cuaca yang rekah

adalah bagian dari kegembiraan
semacam tawa kanak menguar di udara
ah betapa lugunya waktu
seperti kau yang menyimpan haru
atau musim yang menyisakan percik cerita
pada ingatan yang acap menerbitkan deru
di sela sela hiruk pikuk pencarian
sejarah bagi narasi pengakuan
dan nyala keinginan

apakah kau akan pulang ke dusun
atau tetap menjadi penekun urban 
yang tak tertampikkan meski bergulir tahun
hingga memanjangkan kemungkinan
pada persinggahan di banyak kota
yang akan mengantarmu perlahan 
pada sorot lampu jalan yang nyalang
dan melupakan purnama yang menghuni kenang

tetapi, kau akan tetap mengimani segugus kata
yang akan menjadi rumah sederhana
dengan pernik kisah masa kecilmu
dan sepoi udara yang alirkan usap pada tentrammu

Bekasi, 2020 

 

Lengking Urban

segala gaduh lepuh kota
adalah rengek tangis bayi kehausan
yang mencari sekerlip damai
dari puting payudara ibunya

tetapi yang ada hanyalah dot
dari botol plastik berisi lenguh sapi
dan menyulap anak anak
menjadi urban yang hobi memproduksi keluh
di lingkar sepi dan riuh

melupa riwayat asal mula
demikian kenyal nasib memanggil pukau
di pembuluh mimpi yang terengah
dikejar nganga hasrat yang hendak melumat

Bekasi, 2020 

 

 

 


Tentang Penulis

 


Budhi Setyawan, atau Buset, lahir di Purworejo 9 Agustus1969. Buku puisi terbarunya Mazhab Sunyi (2019). Buku puisi sebelumnya Kepak Sayap Jiwa (2006), Penyadaran (2006), Sukma Silam (2007), dan Sajak Sajak Sunyi (2017). Buset mengelola komunitas Forum Sastra Bekasi (FSB) dan Kelas Puisi Bekasi (KPB). Dia tergabung dalam Komunitas Sastra Kemenkeu (KSK) dan Komunitas Sastra Setanggi. Blog https://budhisetyawan.wordpress.com.. Facebook: Budhi Setyawan. Instagram: @busetpurworejo. Budhi Setyawan bekerja sebagai dosen di kampus PKN STAN Tangerang Selatan. Saat ini dia tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

 


 

Tags

Post a Comment

1 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Join the conversation(1)
To Top