Tidur di
Halaman Buku
Menjadi buta, pergelangan tangannya patah, dan membaca kilat yang muncul tak teratur pada saat haus, berdiri lama di pisau mata yang menelan matahari, untuk apa dunia mendirikan perbatasan, menyeru lari tanpa istirahat seperti pelari marathon, tiang air keluar dari sela tulang rusuk yang sekali pun belum pernah menyentuh inti
Di muka yang dirobek, mulai muncul keriput, selalu mendambakan terbang ke langit yang tinggi dengan penuh kekuatan tapi impian yang bersayap telah disangkarkan, kau mendekat dengan tertawa kecil dan menutupi pinggang dengan sorot mata yang mentah, bulan dan air menjadi setubuh, ketika mendekati punggung kaki, meraba-raba menuju butir air semakin kurus akhirnya mengangkat pinggang yang dipotong
Melatih yoga
di antara dinding yang tak dapat didorong, dagingnya diserap oleh dunia, hanya tersisa
tulang yang tajam berbaring di tepi huruf yang beku, tanpa dunia lain yang
dapat diterima, sulit menyeberangi lelap ini, sambil bermimpi untuk mewujudkan
pemeraman yang belum memiliki, menarik tali ujung mimpi yang semakin bungkuk,
nampaknya seseorang yang mengangkat lampion bunga tak dapat tidur semalam
suntuk
Runtuhnya
Rayuan Musik
Kegelapan lantas memeluk
Setelah mereka melewati malam
kegelapannya tetap kukuh dan sengit
Tak terdengar lagi bunyi yang mengalir air
Pohon aprikat merah menginjak kakinya pada bejana tua
Mengusir matahari dan menoleh ke arah sinar bulan
Melihat bunga kegelapan yang bertentangan bagaikan duri kemarahan
Menarik langkah megah, mengambil jantung terakhir menuju kehancuran
Untuk memelihara nyawa yang mudah dihancur hanya dengan embun saja
Membangun kembali kuda kayu yang jatuh bertumpukan
Mengunjungi lagi jalan yang mirip wajahnya
Dapatkah mencari tangga nada ke-6 obo
Sambil memandang sekeliling gang yang agak asing tanpa salah langkah
terdengar bunyi air terjun menyembur yang tak teratur
Ubun-ubun sakit kepala tak dapat melawan terhadap air terjun
Melihat ke depan, lampu tanda yang selama ini tidak berkedip
menunjukkan tanda bahaya, jalan duniawi yang seluk-beluknya
Menegur buku jari yang tidak nyaman sambil memutarkan dahi
menengok ke belakang
Masih kemerah-merahan wewangian bunga aprikat merah yang renik
di bawah sinar bulan
Banyak Mulut
Mulut yang tak dapat dilihat tersembunyi di setiap sela
Aku bertiarap di daratan dan membacanya
Tapi dia lebih dulu menggelinding ke bawah yang mendalam
sebelum aku mengangkat sela
Kini mulai menyadari dedaunan sedikit demi sedikit
Setelah bangun dari tidur, banyak mulut yang harus dibaca memberikan
pengajaran yang kekejaman
Impianku adalah hafalnya pengajaran ini
Aku tahu, untuk mengerti pengajaran ini secara keseluruhan harus
membuang dulu perpautan yang tebal, mengakui keberadaannya
Aku tahu, aku berkeinginan untuk memiliki sebanyak mungkin
Setelah mengosongkan segala sesuatunya,
diisi lagi dengan penuh tanpa kesadaran
Untuk memberikan pengajaran ini, kupu-kupu sibuk mencari pasangannya
Kekuatan vegetarir yang membuat sarang dan meneruskan generasi
sambil mencari sangkar ternyaman dalam waktu yang tak terlihat
sumpit kayu dan memberikan enzim
karena itu bukan rasa moral untuk mematuhi pengajarannya
melainkan suatu kenyataannya yakni
“karena nila setitik, rusak susu sebelanga”
untuk mengerti pengajarannya
Merasa lelah, hanya melihat pikiran,
Bertiup angin sejuk, isi sawi putih semakin matang
(Diterjemahkan oleh Kim, Young Soo)
Profil Penulis
Kim Myung
Sook, naik panggung dunia sastra
lewat esai di “Siwa Sanmun” tahun 2000 dan puisi di tahun 2008. Karya antologinya “Tidur di Halaman Buku”.
Menerima hadiah Penyair Hijau Korea tahun 2016. Bergiat sebagai anggota “Siwa
Sanmun” dan “Komunitas Penyair Kwanghwamun”.