MELIHAT
NEGARA MALAM HARI
Siaran tivi swasta. Makan malam bersama
kesunyian. Di beranda, cinta duduk
Dengan hati yang pincang. Perasaan,
diperas dalam botol-botol susu
Kucing-kucing bertamu dan mengetuk
pintu. Seorang ibu bersembunyi di baliknya
Menangisi negara yang menculik bapak
kita. Sedang apa di sana, kesedihan?
Seorang ibu menikahi malam dan bertobat
atas nama kegelapan
Ia yang terpukul atas bayang-bayang
sejarah, lelaki yang tak kembali
Pasca huru-hara sembilan delapan. Sedang
apa di sana, kesedihan?
Surabaya,
Juli 2021
BERSAMA
COCA-COLA
Budi dan Senin bertemu di sebuah taman
Berkisah tentang kota yang dihajar
kemurungan
Senin menawarkannya sebotol Coca-Cola
Seketika terkenang dengan Tuti Artic
Gadis yang pernah singgah dalam sajak
Chairil Anwar
Tuti Artic tiba-tiba muncul di hadapan
Budi
Nimbrung tentang kota yang masih
terkapar
Dihajar kemurungan. Tuti Artic mengajak
Senin dan Budi
Untuk khidmat sejenak bersama Coca-Cola
Coca-Cola naik birahi
Ketika jari-jemari Tuti mulai
menggerayangi Senin dan Budi
Ia bayangkan Tuti tamasya ke suatu pulau
di pinggiran kota
Mantap mantap bersama Senin dan Budi
yang keranjingan cinta
Surabaya, Juni 2021
TUALANG
KHAYALI
Kau bertanya padaku tentang penyair-penyair
Yang bepergian ke bulan
Aku hanya tertawa kecil seraya terus
memikirkan
Sebenar-benar jalan menempuh yang khayal
Surabaya,
Juli 2021
OASE
PELARIAN
Ayat-ayat menghijau di keningmu, serupa
jejak keranda di pertengahan bulan yang khatam.
Aku
mengaji hikayat api pada sepasang matamu, tapi dunia yang kubaca selalu
padam
Berulang kali ketika aroma musim menujum
buah-buah dosa yang memenuhi dadaku.
Kemana kita dibawa, cintaku, selain
pertanyaan-pertanyaan yang menolak jawaban.
Kemana tubuh kita akan berlabuh pada
akhirnya, selain menjelma teka-teki
Di antara riuhnya tangisan?
Seseorang di kejauhan, barangkali,
menunggumu dengan rindu yang latah
Surabaya, April 2021
ELEGI
KARMILA
:
Rafii Syihab
Karmila dan anjing-anjingnya datang lagi
padamu di sebuah ahad. Haji Suri mewanti-wanti dengan ayat
Dan petuah ilahi. Nini Hudan menghujani
telingamu dengan celotehan neraka paling jahanam.
Tapi kau katakan dengan penegasan
tingkat lanjut, Karmila bukanlah si gila
Yang menyaru wali utusan surga. Dan anjing-anjing
yang jadi piaraannya
Bukanlah penyair kota yang berjuang
mati-matian menegakkan cinta.
Karmila mendekat ke arah tempatmu duduk
dan meminta seporsi sate ayam Haji Suri
Kau katakan padanya bahwa tokoh fiksi
tak seharusnya keluar dari buku harian si pengarang
Karmila membantahmu dengan mengatakan
bahwa ia dan anjing-anjing itu tengah berkelana
Dari sebuah masa di mana negeri sedang
mabuk-mabuknya dengan berita penculikan paksa
Surabaya,
April 2021
TENTANG
LANGIT YANG PERNAH KITA BAYANGKAN
Kita pernah membayangkan langit yang
tumbuh sepasang.
Aku menuliskannya sebagai bait-bait
sajak
Pada sebuah pagi yang meriah. Aku
membayangkan sepasang langit
Memeluk tubuhmu ketika kota mulai mekar
oleh riuh dan ancaman.
Orang-orang saling menjauh dari apa yang
kau sebut puisi.
Sementara kau dan aku tetap ditulis
sebagai melankoli dunia
Yang menolak kecengengan cinta.
Aku membayangkan sepasang langit tumbuh
di atas kita.
Membaca bayang-bayang kota yang tergesa
sembunyi
Ke sebalik doa ibu. Memanggil-manggil
namamu
Sebagai kanak periang yang haus akan
ragam permainan.
Sepasang langit adalah doa-doa yang
saling jatuh cinta
Antara riuh kota yang mengepung kau dan
aku
Surabaya,
April 2021
PUASA
KATA
Seorang penyair memilih semadi
Dalam keheningan puisi
Bibirnya komat-kamit
Merapal mantra rahasia
Konon dengan mantra itu
Segala macam imaji
Bakal berdatangan memeluknya
Surabaya,
April 2021
MENDENGARMU
SEBAGAI NYANYIAN
Aku ingin mendengarmu sebagai nyanyian yang mengantar tubuhku ke
ranjang-ranjang gemetar
Lalu kau biarkan aku meraba kesedihan
pada parasmu yang belia, menakar cinta yang disajakkan.
Aku ingin mendengarmu sebagai nyanyian
yang terkadang melankoli, menelusup jauh ke relung birahi
Hingga tak bisa lagi kubedakan mana
suaramu yang jelas terngiang dan nyala gairah yang terbujur telanjang.
Aku ingin mendengarmu meski hari-hari
tak berjalan semestinya. Seorang pemulia kata jatuh cinta
Pada puisi yang di pandangan matanya
adalah sosok betina haus cinta, haus asmara. Seorang penyair
Jatuh cinta pada seseorang yang
ditemuinya di sebuah los pasar dan tak pernah kembali sejak hujan semerah
darah.
Aku ingin mendengarmu sebagai lagu-lagu
yang mengantar tubuhku ke ranjang-ranjang gemetar
Lalu biarkan aku meraba cinta yang
bersembunyi di sebalik tubuhmu: melankoli yang menolak gentar
Ketika relung birahi memekarkan
baris-baris puisi. Nyala gairah kian jadi!
Surabaya,
Maret 2021
HARI
DI MANA AKU MENUNGGU
Di seberang sajak ini, kau menghela
kata-kata yang dingin tercatat.
Aku membaca sebagian dari musim yang
tanggal
Hingga tak kutemukan diri sendiri
sebagai tualang tersesat.
Kau menungguku jauh di ujung perumpamaan
Diriku lebur dan menghilang di antara
berbagai kemungkinan
Namamu luput terucap. Tubuhku tertinggal
bersama kalimat sederhana
Yang dinukilkan hujan. Di seberang sajak ini, barangkali, sejumlah
tafsir
Saling buru dan tikam-menikam, terlupa
pada jejak pelukan.
Surabaya,
Maret 2021
MUSEUM
DI KEPALAKU
Kepalaku sedang ramai pengunjung.
Seorang ibu menulis obituari tentang anaknya yang dijarah hantu-hantu dari
kitab sejarah. Seorang bapak menulis obituari tentang mimpi buruknya yang terus
mengejar dari kota masa lalu.
Orang-orang lainnya terus saja
berdatangan. Memintaku untuk membaca wajah mereka. Memintaku untuk mendengar
igauan panjang dari bibir mereka. Igauan-igauan itu memenuhi ruang di kepalaku.
Orang-orang terus berdatangan dan menggelar kesedihannya
Sepasang lansia membuka opera dengan
tajuk “cinta tak pernah manula”, sepasang kekasih mengadakan panggung pembacaan
puisi bersama para penyair ibukota
Kini kepalaku bukan lagi sekadar museum
bagi mereka yang ingin singgah berbicara, melainkan kota baru dengan sejumlah
kemungkinan-kemungkinan paling musykil, kian mengasingkan diriku yang lain ke
dalam jurang kehampaan
Surabaya,
Juni 2021
Tentang
Penulis
Muhammad Daffa, lahir
di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 1999. Puisi-puisinya dimuat di Koran Tempo, Majalah Mata Puisi, Radar Banjarmasin, Banjarmasin Post, Radar
Tasikmalaya, Tribun Bali, Harian Rakyat Sumbar, Harian Analisa, Harian Rakyat
Sultra, dan Koran Merapi. Dia mahasiswa
Sastra Indonesia, Universitas Airlangga, Surabaya. Buku puisi tunggalnya TALKIN (2017) dan Suara Tanah Asal (2018). Dia bergiat di grup daring “Kelas Puisi
Bekasi”(KPB).