Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Adhy Pramudya

0


ISYARAT GAJAH ENDRA

 

ia tidak pernah

menaruh keris di punggungnya

tetapi selalu menjadi warangka yang

nyembunyikan pusaka jiwa.

 

tetapi ia yang menganggap dirinya

pusaka, sejujurnya hanya tai besi belaka.

 

sejatinya Bu, hari-hari adalah palu

waktulah empu

menempa kesabaran

hingga runcing jiwa.

 

aku saksikan sendiri

waku melukar tubuh kau

kerismu kemilau doa

yang diruwat ketabahan.

 

oh,

ingin kuhunus doa dan

kutikam dosa yang masih

menatu di batinmu.

 

entah, sepengaji apa

keramat darah yang mengalir dzikir itu

hingga kentalnya menjelma

sungai batin dan limpah sesajinya

menjamas karat jiwa.

 

Serayu, 2018






MENATAP DEWI CIPTARASA

 

sejak lahir

tali pusar sejarah

masih basah

seperti terendam

 

kisah yang mengandung

pertanyaan-pertanyaan

belum usai dibabarkan.

 

banyak catra pun malih

gonta-ganti nama jelmaan

hingga suatu masa sepur

menyebutnya kamandaka.

 

pun rencana kita

menalikan jiwa yang

saling berkejaran

dari masa ke masa

 

seolah hanya berpapasan

lalu sembunyi sembunyi

mencari lumbung kesunyian

masing-masing yang asing.

 

aku tak bisa

menjadi lutung

demi meraup

keuntungan cinta.

 

tetapi aku

bukan kamandaka yang

harus menyebrangi nusakambangan

untuk menebas pulebahas.

 

aku hanya takut

menyebrangi gemuruh

ombak dan keganasan batin

 

yang diam-diam ingin

menaklukan diri sendiri.

 

itulah kenapa

setiap ingin mengubur

kemelut yang berakar resah

atas keheninganmu

 

aku pun belajar

menjadi pembangkang yang

tak ingin mencintaimu

 

Serayu, 2018


 




WARISAN KOTA LAMA

 

demi menyingkirkan batuan

kota telah menata jalannya sendiri

yang pernah ditata sejarah.

 

pun lampu-lampu yang lampau

telah meyakini keremangan usia

sejak tata cahaya pengetahuan

menyinari ruas jalan kota.

 

kota yang dahulu mengandung kearifan

kini lahir bagai kebencian.

pun lampu-lampu berlatar senja

lupa cara menebar cahaya kebajikan.

 

kiranya kota lupa pada tabiat hidupnya

pada suatu masa; setiap jalan adalah sejarah

yang menuntut tuk dikenang

seperti kunang-kunang.

 

maka, setiap penjelasan yang diwariskan moyangnya

seperti tak pernah luput diperbincangkan;

dari mulut ke luput, yang terkadang

sering dicibir sendiri oleh kentut.

 

tetapi, anehnya kita terlalu percaya

bahwasanya kunang-kunang adalah kenyataan

dan kematian itulah angan-angan yang

sewaktu-waktu luput tuk dikenang.

 

kini di sini kota pun angkat bicara

tak selanggam segending semata

seperti ibu yang berkawin silang

sehingga kelak, dari rahimnya lahir:

 

nada yang entah berbapak siapa!

 

maka, setiap datang suatu masa yang tegang

ini kota meminta kondom buat berjaga

juga pil KB, spiral dan alat kontrasepsi lainnya

agar supaya, keresahan dapat dicegah.

 

Purwokerto, 2018 


 




RIWAYAT AKSARA

 

sejumlah risalah 

entah yang keberapa

darah daging silsilah

kekal mewarisi

muasal adam yang

menjelma petani dan 

penggarap doa di ladang

ladang kesabaran yang

dipupuk tanamkan habil.

 

angin juga udara

mengembara bagai musim

yang merupa doa-doa

sepanjang kelana

sang hangga dwipa

dan terus berkesiur

menelusuri nafas serayu

hingga ke selok srandil.

 

seperti membaca

semar pun mengunci 

suara, agar jagad tak gaduh

dari sembarang tuduhan.

 

jalan sunyi pun ditempuh

maka jadilah aksara yang

sebagian dikeringkan

dari basah bahasa tubuhnya.

 

tetapi, kitab terus bersemi

dari semesta yang

senantia basah

dalam tubuh waktu. 

 

2018






RIWAYAT PADI

 

adam pun babad alas

pada keliaran dada

guna memperlapang 

bidang ketabahan.

 

hawa juga putri

putrinya yang menjelma

dewi sri, menjadi doa

bagi ahli waris

 

tiap jengkal tanah.

 

habil dan silsilah

darah yang

mengguyur semesta

menjadi muasal kesuburan, dan

 

jadilah diwariskan

kepadanya qabil

agar lebih mudah

menanam bibit kasih sayang.

 

2018






RIWAYAT POHON WARU 


siti ibuku

jenar bapakku.

 

kita pun bermuasal

pada bahasa tanah

humus subur 

kasih sayang.

 

tumbuh pohon

mekar wijayakusuma

harum doa yang menua

 

siti ibuku

jenar bapakku.

 

kita bertani 

meladang dan mencipta

hening tanah hara.

 

suatu waktu

kitalah embun doa yang

selalu pagi dan kicau burung.

 

kita pun tumbuh bagai ketela pohon

ubi, sukun, pisang, kelapa dan

buah jarak yang memabukan para pertapa.

 

terkadang, kita pula akar

benalu yang lebih jauh

dari rumput ilalang.

 

siti ibuku

jenar bapakku

 

jadilah waru

pohon lebat 

berdaun hati yang

 

kelak membawa kita

bertandang ke firdaus, itu.

 

2018






BALADA KESAKSIAN

 

“serupa kesaksian,

matamu dialisi hijau hutan

dan segenap pemandangan

yang kita tanam di kutaliman. ”

 

begitulah tutur sang batur

pada perempuan luhur

tanpa pernah mengatur alur,

dan menggali sumur sejarah.

 

angin sayup-sayup

menyusup dinding tebing-

lelaki yang bercaping angan

dan bersandang perasaan remuk berkeping.  .

 

senja yang tak kunjung purnama itu

menjelma pemandangan masa lampau

bak mata pisau adipati.

 

maka, serupa emban

semesta selalu berhati embun

kepada siapapun, seperti ia

memeluk perempuan ranum

yang selalu ngungun bercinta.

 

itulah kenapa,

baturraden selalu menyisakan dingin

yang menusuk suta

hingga menembus ke atas angin.

 

maka, batu-batu ia dirikan

seperti dusun dingin mawatata.

 

ia pun kembali bertutur:

“bahwa dingin adalah nasab

yang ia turunkan

kepada anak cucunya.”

 

“dan tiap air

yang bermuara di telaga

ialah nasab kesunyian

moyangnya. ”

 

maka, saat tiba masa kelana-

di karangmangu, seorang cucu

berkata sembari tersedu:

“sedingin dan sesunyi

abad yang bersabda i-nikah, Ki-Ni?

sehingga ada yang mesti termangu

di suatu dukuh yang terasa amat jauh?.”

 

 

2019


 




ISYARAT DOMAS

 

Sebelum di pelabuhan

aku telah menetap

dalam jeruji matamu.

 

Begitu pun demam

seperti mengeram

di lapas batu

 

yang setiap waktu

ingin lekas menuntaskan

derita Pulebahas:

 

yang tak pernah tuntas

hingga keempatpuluh domas.

 

2019


 




ANGGARA KASIH

 

seperti pandawa yang letih bertapa

dalam rahim kunti. di hari anggara kasih

kita seperti dilerai dari segala selisih.

sedang, mahabarata selalu menjadi pertanda-

 

jiwa yang kurusetra.

 

maka, kita pun ingin turut

mengudara serta mengembara,

seperti menggembalakan jiwa,

yang dilesatkan putra pandu

menembus langit mayapada.

 

entah bagaimana nyeri kunti

sewaktu kurawa kian derap menyerbu.

kita seakan kembali

pada kewingitan garba ibu.

 

2019


 




RUMAH TANPA KATA

 

(kepada yang tiada)

 

Kau akan mencium setiap hela kata

ia tuturkan begitu mekar

aku pun hirup harum ruang

seperti melati pilihan.

 

Lantas, kau memungut kelopak ucap

dan engkau pun lupa, menyimpan sari kemaduan cinta.

padahal, ia telah menggugurkan diri,

agar kau tanam dalam vas kehidupan.

 

Aku tak berwasangka, bagaimana dulu

ia hela itu kata sebagai mawar-

kenanga atau kantil yang sejujurnya ia tanam

agar kelak, dapat kubabar usai menuai.

 

Kini, ini rumah tiada bunga

tak ada lagi kuntum percakapan

yang akan ia tuturkan

semekar kesabaran.

 

Ia kini mewangi

menyebrangi lautan di angkasa

kelembutan yang lebih tinggi.

 

2019


 




NASAB HUJAN

 

Hujan

bukanlah perundingan

awan dan mendung.

 

Ia hanyalah jelmaan bocah

yang tiap jatuhnya

mencium jalan, dan

bertitah pada ibunya.

 

 

2019




Tentang Penulis

 


Adhy Pramudya
, lahir di Banyumas, 1993. Bergiat di Komunitas Penyair Institut, Komunitas Sastra Pojok Stasiun, dan mengajar di SMA N 4 Purwokerto. Kini menetap di grumbul Bonjok Kulon, RT 03/04, Ds. Tambaknegara, Kec. Rawalo, Kab. Banyumas.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top