Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Hardian Rafelia Asril Aini

1

 

RINDU BERNAFAS PILU

 

Kini yang terbenam ialah rindu

Dari robohnya waktu menyayat kalbu

Merebahkan jiwa-jiwa tentram

Menjadi lelap luka

 

Harapan kembali riang hanya sebatas ilusi

Saat air mata menderaskan imaji lampau

Bumi yang tengah bergema irama duka

Hingga relung hati tak henti gundah  

 

Rindu yang semakin terpendam

Dalam lautan tangis para insan semesta

Sebab lengking tawa telah melukis di bumi pertiwi

Namun, guncangan demi guncangan telah meluluhlantahkan

 

Sampai para pendoa membuka tabir kasihnya

Agar senantiasa dalam dekap cinta

Yang bernaung lembut

Pada nafas-nafas pilu

 

Purbalingga, 31 Agustus 2018


 




KABAR DARI TANAH YANG BERGUNCANG

 

Kepada bumi yang tengah berguncang

Meredakan tawa dunia

Segala nafas menjerit

Terlunta dalam jerat tangis

 

Kepada tanah yang tengah meretak

Oleh peringatan kasih bertabur kamboja

Tak sampai kami hindari

Meski sebatas hempas debu

 

Kami terkapar resah,

Tercerai berai bersama senyum cinta

Menghambur ke halaman duka, lalu

Porak porandakan jiwa ini

 

Hingga sabda bocah yang

Tak lagi riang menghias di pelataran usia

Dan gerimis malam yang terus mengucur

Di atas sajadah para pendoa

 

Wajah-wajah lara semakin terbingkai

Di antara iringan waktu yang

Rela menerobos pekik tawa kami

Menjadikannya deras haru bumi ini

 

Purbalingga, 31 Ausutus 2018

 


 


DARAH PONGGAWA

 

Kelok sungai mengisahkan tangis darah

Kala dahulu sempat melarung hujan peluru

Begitu deras memeluk nafasmu

Hingga tewas

Oleh peperangan dijantung ibu

 

Riuh meriam beterbangan di luka musim

Menghamburkan dentuman dalam butir air mata

Di dalam dada pahlawan bangsa

Ilalang serta padi menjelma persembunyian doa

Pada tubuh-tubuh yang menggigil pilu

 

Sementara paras langit begitu pekat

Memayungi jejak gulita pertempuran

Yang semakin memasuki tubuh kota-kota

Hingga darah tak lelah mengucurkan peristiwa

Dari denyut nadi yang terkulai membaca kalam mesiu

 

Senantiasa tangis lara tumpah berceceran

Menggenang di sepanjang sungai ponggawa

Bersama tawa serdadu-serdadu Belanda

Yang hendak berkabar tentang kebinasaan

 

Namun, hatimu tetap kokoh menumpas jantung penjajah

Di atas rel kereta yang memanjang di tepi riwayat sungai

Memahat bongkahan peradaban

Bersama pendar cerita yang berkarat usang

Yang tenggelam bersama jejak nafas negeri merah putih

 

Purbalingga, Juli 2019




Tentang Penulis

Hardian Rafelia Asril Aini, lahir di Purbalingga, 30 September 1998. Dia seorang mahasiswi di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Fakultas Dakwah Prodi BKI. Dia aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto dan Komunitas Rumah Penyu Cilacap. Beberapa puisinya pernah dimuat di antologi bersama, Hilang (Aria Pustaka: 2017), Sepucuk Kasih dari Sosok Sayang (Penerbit Satria: 2018), Teruntuk Cinta (Rekan Media Publish: 2018), Surat Untuk Kaki Langit Palestina (Indonesia Writing Club: 2018), A Skyful of Rain (Banjarbarus Rainy Day Literary Festifal: 2018). Beberapa puisinya dimuat di Majalah Simalaba, Media Indonesia, Lampung Post dan Minggu Pagi. Fb: Hardian Rafelia Asril Aini. No. HP: 085799247723. Kode Pos: 53371.

 

 

 

Tags

Post a Comment

1 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Puisi dilihat dari tampilan baitnya sudah bagus, tetapi diksi nampak dan terasa dipaksakan, dijejali dengan metafora2 yang kelewat hiperbola sehingga kepadatan kata tak ada atau mengganggu makna yang mau di siratkan di suratkan.

    Semangat menulis puisi nampaknya sudah menggelora, dan ini modal untuk terus eksplor beragam diksi sampai "dirasakan oleh diri penulis sendiri sudah menemukan keunikan pengucapan dirinya atau kekhasan sajaknya".
    Dan banyaklah membaca ragam genre puisi. Untuk melatih hemat kata bisa sebaiknya latihan membuat puisi genre Tanka dan haiku agar makna atau hikmah bisa dirasakan dan ditangkap secara sederhana. Bukankah ciri kecerdasan itu diantaranya adalah kesederhanaan. Puisi-puisi Pak Sapardi dan Abah Gunawan Muhammad diantara contoh kesederhanaan dalam ucap puisinya tetapi maknanya membuka persepsi luas.

    Demikianlah impresi atau kesan plus pesan saya sebagai pembaca - penikmat puisi. Mohon maaf bila kata - kalimat saya tak sesuai dengan tangkapan rasa dan hati penulis puisi yang bergelora ini. Serta tak ada maksud lain, hanyalah tafsir dari saya yang faqir dan tak dikenal sebagai kritikus sastra.

    Tabik

    Salam Sastra Mulia

    Jang Sukmanbrata
    Bandung

    ReplyDelete
Join the conversation(1)
To Top