Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Dewi Sukmawati

0


KOPI CINTA DAN KAFE


/1/

Aroma kopi mengendap-endap dan singgah

di jiwa yang kosong. Seorang wanita mendekat

menyanyikan senandung syair untuk pecahkan

musim dingin yang berlarian menggoda hangat sang kopi


/2/

Ada  seekor burung hinggap di ranting pohon

di balik jendela. Matanya mengawasi jantung-jantung

yang berdenyut antarkan cinta pada cerita


/3/

Di kafe ini, kopi mulai menghipnotis 

mata yang bertatap. Lalu mengganti musim dingin

dengan musim semi yang ber-aroma kebiruan



Cilacap, Januari 2019

 





DI BALIK RUMAH TAK BERNYAWA


/1/

Percakapan  yang berlalu-lalang kini pergi

Mendinginkan musim yang membeku 


/2/

Detik-detik yang mengelilingi rumah ini mati

Bunga melati berjalan kesana-sini 

Tersenyum atas dendam waktu yang berhujan


/3/

Sunyi menggerombol di ujung-ujung janji

Lalu membusuk di balik rumah ini

Dan bersapa berakhir 

“aku suka rumah tanpa nyawa ini”



Cilacap, Januari 2019

 





ANGIN PUJA PESISIR


Angin. Semalam kapal-kapal berkunjung

Untuk memperpanjang waktu yang hendak terjeda dan mati

Saat malam diusir fajar kapal-kapal pula kembali

Membawa waktu untuk dibagi pada sajak-sajak 

Yang menunggu tersambung


Puja. Syair-syair bersahut bersama ombak

Juga kicau burung yang terbang mengintari nasib-nasib

Penyambung waktu pemuja biru yang  datang

Lalu pergi bersama ombak-ombak mimpi di pesisir


Pesisir. Tanggal membuat takdir

Untuk mengoyak  angin puja

Yang lama lupa untuk memuja



Cilacap, Januari 2019

 





PENCARIAN KITA


/I/

Dimana kau kehilangan kita

Siapa mencari?


Semua orang masih terlelap bermimpi

Membeli bongkahan batu

Mencari batang-batang kayu

Lalu, membangun kita yang dulu

Terhantam longsor saat dua kursi

Lapuk dan termakan rayap


Kau kata “kita itu fosil”


/II/

Dimana kau kehilangan kita

Siapa mengingat?

Hari mengadu

Minggu membantah

Bulan meratap

Tahun menjeda

Dan kau kata “kita sudah terlalu terkubur di lahan sendiri”



Purwokerto, 15 Desember 2018


 


PERAYU


Tubuhnya tak terbungkus rapat

Banyak hewan melata tertawa

Di jalan setan tempat ia berhutang

Janji setiap malam akan singgah

Dengan sepucuk api untuk hangatkan

Malam yang terlalu membungkus nasib


Poster-poster gambarnya terpampang

Masih dengan bungkus yang tidak sempurna

Hinggga waktu menge,mbalikannya pulang

“Perayu yang kehilangan hutang”



Purwokerto, 15 Desember 2018

 





LUKIS DI RUANG MATI


Jika aku gugur di waktu ini

Kau akan duduk dibangku sana

Lalu, langit akan bersajak kita


Di waktu ini, hanya bisa aku raih

Lalu yang berlalu-lalang di bawah

Aku yang tidak berbayang


Merebah, berguling, menunggu

Tapi tak satupun sajak langit terkabul


Di ruang aku berbaring dingin

Memucatkan tubuhku dan 

Membuatku terjajah dalam 

Lukis yang mengatarku

Pada dia yang duduk di sana

Aku dan dia kini saling bertatap

Dan cahaya padi menyadarkanku

Lukis itu dia yang di sana

Dan aku akan terlukis pula di ruang mati ini



Purwokerto, 15 Desember 2018




 


JURANG LELUCON


/1/

ada banyak jurang di perjalanan lelucon

yang menghadiahkan lembah-lembah curam

yang pohonnya tak lagi berdiri menghadap Tuhan


/2/

kepada tanah yang baru berjudi

dan nampak wajah kekalahan, aku berkata

“Tuhan tak pernah lupa untuk

mengirim musim hujan dan kemarau.

Tuhan pula tak akan lupa dengan tumpukan kekalahanmu di jurang-jurang itu”


/3/

kepada syair yang kehabisan kata

dan semakin memojokan diri

ia berkata “hidup ibu adalah tumpahan tangis

yang larut bersama duka dan mengental

karena nasib yang dilahirkannya durhaka”


/4/

Lalu, jurang lelucon ini segera berpikir

kapan poster orang berdasi diturunkan

dari jalanan-jalanan ibu kami



purwokerto, 17 Februari 2019

 





PRESIDEN PUISI


akhir-akhir ini banyak pameran

wajah-wajah dengan lengkung senyum

yang sedikit memberi amplop berisi

harga diri majas-majas yang dilahirkan puisi


setiap hari pameran wajah mereka

disiksa hujan dibakar matahari

tapi, masih saja mereka terpampang

di jalanan yang penuh asap knalpot buruh


sudahlah, presiden puisi kini adalah aku

dengan pena bekas dan buku rongsokan

yang kemarin aku pungit dari dia yang memajang diri


hai kau,

wajahmu tak seindah puisiku yang selalu berjuang

untuk dibaca bukan dilihat saja



purwokerto, 17 Februari 2019






PEMINTA DI ATAS AWAN


/I/

di jalan tanpa nama kau memanggil

keriuhan dan keramaian burung 

yang nadanya indah menidurkan mentari


di jalan tanpa nama kau mengembara

mencari-cari tuan yang bisa membaca tanda

mata awan yang muncul dan tenggelam


/II/

di dalam tanya kau menanyakan kapan

yang masih terduduk menunggu

suara perintah peminta-minta


dan seharian in, wanita dalam pintamu gelisah

ingin segera mengganti daftar takdir

lalu mencabut rerumput dosa

untuk memetik buah janji

di antara biru dan kelabu langit pernasiban



purwokerto, 17 Februari 2019

 




Tentang Penulis 


Dewi Sukmawati lahir di Cilacap, 21 April 2000. Karyanya dimuat

Koran Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Banjarmasin

Pos, Radar Banyumas, Minggu Pagi, Merapi, Radar Cirebon, Media

Cakra Bangsa, Rakyat Sumbar, Analisa, Bangka Pos, Suara NTB,

IDEIDE.ID, Malang Post, Simalaba.Net, Kabar Madura, DinamikaNews,

Tantaka.id, dan Nusantara News. Alamat di Desa Tambakreja Rt 02 Rw

01, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Email:

sukmawatid608@gmail.com.


Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top