Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Iis Singgih

0

SINTREN TARIAN PESISIR UTARA


/

ke dalam ranggap kaki menyaruk

tapak terpahat urat-urat berdenyut

segaris tali tambang mengikat

ke tiang rapuh penyangga kesadaran

masuk dalam gulungan tikar

 

di batas pejam dan jaga

mantra dibubuhkan

membuka tabir sungkawa

agar mimpi kembali kasat

dari sebaris kisah hampa

putra Ki Bahurekso

 

//

lantas, turun temurun dari leluhur

syair sih solasih dilagukan

memanggil-manggil bidadari

agar jiwa tak lahir dari ruh telanjang

 

raga terhuyung mengayun-ayun

setelah ranggap tersingkap

melepas simpul belenggu duka

dalam dimensi ruang dan waktu

 

///

di atas panggung terbuka

sepasang mata menyimpan cahaya kunang-kunang

terpahat ribuan mimpi pada tubuh

menyanyikan lagu batin kepulangan

dari dadanya yang basah

untuk sebuah perjumpaan nyata

:bersihkan diri dari luka dan kesepian

 

simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen

simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen

 

lempar

     lempar

          uang dilempar

 

tubuh jatuh tersungkur luruh ke bumi

datang pawang meniup ubun-ubun

memohon ampun moksa diri

doa lesap lebur bersama asap dupa

mengepul menyeruap di udara

 

////

di balik tabir gaib Dewi Rantamsari

kembang mekar di panggung ikrar

lahir mata batin  dari sepasang mata penari

sorotnya setajam mata tombak

yang menjadi penjuru mata angin

ke segala arah

 

merangkak dari timur

lalu lalang ke selatan dan utara

kemudian menua dan bungkuk menghadap ke barat

larut bersama surup matahari petang

 

masuklah ia kembali ke dalam ranggap

menemu inti diri saat gong bambu di tabuh

terbacalah seluruh cinta mahkluk-Nya

pada catatan mashyur tembangan

Kembang Kates, Kenangan dan Jae Laos

 


Ruang Kata, Desember 2021


 



MOH LIMO

: Petuah Sunan Ampel

 

kau lempar cahaya ke segala penjuru

agar nafsu kehabisan akal

untuk mengajak berselisih

 

1/

pertama, janganlah bermain judi

pengingkaran atas suatu kebenaran

hanya akan mendatangkan jemawa

yang berakhir petaka

meski hidup adalah tentang

mendapatkan atau kehilangan

menebak tadir adalah sebuah kenistaan

 

2/

kedua, janganlah bermabuk-mabukkan

bagaimana ingatan bisa menjadi pipa

batas kesadaran atas diri

jika selaur darah

mengalir arak yang memabukkan

raga dan jiwa tersiram jelaga sesat di jalan

 

3/

ketiga: jangan mencuri

dunia begitu menyilaukan

kecurangan melilit jiwa

pakaian menjadi perisai dusta

sampai kapankah akan lepas

dari persembunyian?

 

4/

ke empat: jangan menghisap candu

di jalanan sempit menjemput kesenangan

serupa aroma kopi dihirup lalu diempas

menjadi candu membenak rindu

menggigil raga ketika hendak melupakan

segera gegas berlalu atau terbelenggu hasrat

hingga kau lupa cara mengakhiri

 

5/

ke lima: jangan bermain perempuan

semua adalah tentang goda rayu

dan kerling manja

nafsu terjerat pada si pencuri hati

meringkuk dalam pelukan hangat

bertukar sayang tanpa surat

cukuplah semua menjadi kenangan

di titik ini, gelas kosong telah terisi kembali

melagukan kidung doa yang telah lama terbungkam

 

begitulah kata-kata menjelma menjadi mercusuar

melimpahi setiap langkah dengan nur keberkahan

menuju terang benderang Maha Cahaya-Nya

 


Lawang, 26 Juni 2021




PENYAIR DI RUANG SUNYI

 

1/

kata-kata menjelma

menjadi sebuah tungku

yang menyala baranya

berbahan bakar imajinasi

terjebak dan tersimpan

dalam baris-baris perintah

peranti lunak

 

2/

dari sebuah layar gawai

aku melihat gambar-gambar

bergerak dalam kubang holografi

menjadi obat rindu

yang tak habis-habisnya kulihat

 

3/

denting musikalisasi merekam puisi yang paling hangat

sajak melankolis tersekap dalam kalimat yang terjeda

oleh suara tiruan angin, ombak dan nyanyian camar

 

lalu aku mendengar,

dengan sangat hati-hati

ia mengeja huruf demi huruf

seperti membaca kitab suci

membuat jejak kenang

di setiap intonasi suaranya

 

4/

di bentangan layar kaca

aku seperti menemukan

seseorang berada di sebuah kota

yang dibungkus kalkulus

sedang berjibaku dalam revolusi jaman

 

barangkali memang ia,

seorang penyair yang suka lupa

menuliskan namanya

 

5/

dari sebuah kamar sunyi

kata-kata seperti bersayap

lantas berkibaran

di ruang tanpa batas

menabahkan nyala doa

 


lawang, 22 Juli 2021


 



PECUT

 

1/        

penggembala melangkah tanpa jengah

memegang pecut mengomando domba-domba

kemanakah mereka akan di giring?

ke kanan atau ke kiri?

apa dibiarkan saja?

 

2/

bermain api tersulut diri

bermain dusta risau sendiri

berdiam diri tertindas sepi

saat itulah kilat menyambar

seperti pecut penggembala

 

tatkala hati lemah dalam resah

akal rebah di atas gelombang nafsu

pecut menyentak

agar diri kembali bersandar

pada dinding hati nurani

 

“Redam, redamlah  jiwa dalam kilat pecut penggembala”

 


Lawang, Juli 2021


 



JUNET PENAMBANG BATU AKIK

 

anak-anak burung menceracau di pucuk perdu

riang berjingkat-jingkat di antara sederet embun

mengajak berhitung berapa lama lagi

pagi datang memberi udara baru

 

ada yang beranjak dari peraduan

lelaki itu sangat sederhana

kaos yang dikenakan itu-itu saja

tambal sulam topi di mana-mana

begitu juga dengan pekerjaannya

saban hari bertahan menggurat batu ke batu

bertelanjang kaki menapak perbukitan

menggali agate  yang setia menunggu dalam diam

di pusaran sunyi puncak gunung kapur

 

pada tubuhnya tertanam mimpi

bertemu semburat merah Kaseldon Batu Raja Keladen

di antara artefak-artefak yang berserakan

menukar sepi dengan gemuruh dada

mengisi celah debar asa

 

ah semoga saja hari ini

ia bertemu dengan batu

yang katanya bagus dan bernilai itu

batu yang akan menyerap cahaya di sekelilingnya

mengurai belukar resah di segenap jiwa dan raga

: bercahayalah ia

 

 

Ruang Kata, Desember 2021


 



MEMBACA EPIGRAF DI BONSAI CEMARA

 

di batang-batang

di daun daun

dan di akar-akar

huruf-huruf terjebak dalam sunyi

melilit dari satu ranting ke ranting

meliuk apik penanda jejak kharismatik

 

cemara menundukkan diri bersama para pemujanya

menyatukan  hati dalam kekuatan yin dan yang

menjaring pesona estetika

mengkidungkan kembali harmoni balada raja-raja terdahulu

 

kata-kata seperti terpasung di ruang sunyi

pada batang yang dipaksa mengerdil

aku melihat arti sebuah kesabaran dan kekuatan

juga ranting-ranting yang lampai berkeluk di segala sisi

seolah mengajarkan bagaimana sekeping hati

semenjana saja mengikuti alur ruas takdir Tuhan

pun juga pada rimbun hijau dedaunnya

aku merasakan keteduhan dan kesejukan

menjadi obat dari segala luka

 

padanya aku juga membaca segores pesan pujangga

menggeliang memilin-milin rasa pada kawat-kawat penopang

lalu ia membalur epigraf

di sekujur tubuh bonsai

memburu berjejal-jejal bahagia di repih ujung sepi

 

 

Lawang, 8 Juli 2021


 



KINONG AMANDA

      Untukmu

 

ibu membuat taman bunga di samping rumah

agar suatu saat ketika sedang bahagia

kau bisa merasakan binar tawa ibu

pada mekar warna bunga-bunga itu

 

sengaja ibu pasang jendela di kamarmu

kelak ketika hujan turun

kau bisa membuka lebar-lebar kedua daunnya

merasakan bulir-bulir rindu ibu

dari taman surga

 

lalu, lihatlah anakku

ibu pasang genteng kaca di langit-langit dapur

apa kau tahu, untuk apa?

untuk menghangatkan hatimu yang beku

tatakala ada cinta datang menghampirimu

 

dan jangan lupa

ibu pasang teralis besi di pintu ruang tamu itu

supaya ketika suatu saat kau sedang terluka

tutup rapat-rapat hatimu untuk orang yang sudah mengkhianatimu

 

anakku, mendekatlah

dekap erat ibumu

mari kita ramu berbagai kisah juang

di dinding-dinding rumah yang selalu merindukanmu pulang

membiarkan cinta lahirkan kata-kata di segenap ruang jiwaRuang

 

 

Kata, Desember 2021


 



WIRACARITA DI TAMAN ARGASOKA

: Putri Maithili

 

secepat angin berembus

ingin kusampaikan sebuah pesan pada Rama

berkabar tentang rinduku

yang semakin terbenam

lelap dalam duka

 

dengan sabar aku mengasuh waktu

tersebab batang-batang seroja yang menjulang tinggi

tak mampu lagi menopang kepedihanku

 

di riak kecipak air bening telaga

kelopak teratai Puspa Puja bermekaran

menangkup doa suci menahan derasnya air mata

 

dari peram rindu yang teramat dalam

sayup-sayup kudengar

kidungan sendu Wadya Bara Pala

mengalun merdu bersama kesiur angin surga

menyalakan harapanku

kian terang jalan kembali: pulang

 

sedang saripati mantra-mantra paling purba

terus menerus  diteteskan agar aku linglung

tertawan hati Prabu Dasamuka

 

aku berdiam diri dalam Taman Asri Argasoka

bernaung di rimbunnya Pohon Maja

sambil mendawam doa dalam rangkum napas duka

menunggu emas tempawan datang menjemput

 

dari akar matahari

api abadi menyala dalam diri

gelora cintaku adalah sebilah belati

tertancap kuat di lubuk sukma

yang akan kembali kepelukan Rama

tanpa satu noda pun di sekujur tubuh

 

 

Lawang, 22 Juli 2021


 



AKU CELEPUK SIAU SEDANG MENUJUM KISAH

 

sesekali terlintas keinginan pergi keluar hutan

menuju rumah-rumah di dekat pasar

sebelum embun pagi datang

membuka hari menyapa bumi

 

disinari bulan sabit yang sedikit oranye

aku terbang menembus gelap

lalu hinggap di sebatang dahan

menikmati kerlap kerlip lampu kota

serupa tebaran kunang-kunang

 

dalam hening kutengadahkan wajahku ke langit

menghitung bintang

menujum beragam kisah

di kedua kelopak mataku

 

kuterka-terka dalam hati

cerita apa lagi yang harus kubangun

agar aku tak lekas sirna oleh lupa

 

tak mau lagi bersembunyi,

bersama barisan semut

aku menggigil di antara batu-batu retak

menarik napas melankolia terpanjang

tumbuhkan kebajikan di setiap urat nadi

 

hari-hariku berpetualang mencatat waktu

menyanyi-nyanyi ringan menirukan suara anak kucing

mematuk-matuk di setiap jengkal tunas meranti

tinggalkan jejak pada pangkal pergantian musim

 

sedang malam perlahan berhenti mengirim pekat dinginnya

aku masih terus saja lelap dalam tarian angin

membersitkan segaris cahaya sulaman bulu indah di kedua kepak sayapku

 

begitulah caraku merekahkan diri

setelah bertahun lamanya terbenam

dalam tumpukan daun dan ranting kering

 

dari jauh kucium aroma kegemilangan

terberkatilah segala harapan subur

menyeru pada Si Buyung


 

"pendarkan namaku secerlang Pala Siau

 sebelum matahari beringsut dan bulan menepi,

 kekalkan di sepanjang masa menjadi cerita anak cucu,

bahwa aku pernah ada di waktu itu"

 

 

Ruang Kata, 15 Desember 2021


 



ANGKLUNGAN DI SAUNG UDJO

 

mari kita rayakan

romantisme akhir tahun

dengan menafsir riang dan bahagia

di celah-celah rumpun bambu

melekatkan getah hari indah

di dinding catatan harian

 

Ijinkan kali ini

aku meminjam waktumu

melingkarkan asmara

sambil mengulum sisa rindu

sebelum sunyi meledak di dada

 

pukul empat sore

kesiur angin Padasuka

bermain-main melambaikan dedaunan

berbagi getar dengan perdu dan gemricik air kolam

 

pohon-pohon bambu

yang awalnya hanya berderit

kini mulai berbahasa

menyusun tangga nada

pada larik-larik semesta

 

tak terasa tubuhku berdenyar

berayun-ayun angkleung-angkleungan

lari ke dalam gema getar pipa-pipanya

 

      5       3        4

kluuuung kluuuung kluuuung

      5       7        1

kluuuung kluuuung kluuuung

 

selintas terbayang manuk dadali

berseru menari-nari di atas sawah

bersama nyanyian para petani

 

di ambang petang

tempias senja melintas

kelasa tunas menjelma

sebatang bambu berapi-api

mengoyak sepi sebuah kota


 

di garis hening Saung Udjo

derauan suara angin dan angklung

terangkum apik di ranum denyut jantungku

 

 

Ruang Kata, Desember 2021


 

Tentang Penulis

IIS SINGGIH, lahir dan tinggal di kota Malang. Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis dan berpuisi. Tergabung dalam komunitas KEPUL dan Competer Indonesia. Saat ini dia sedang bergiat di kelas puisi RUANG KATA. Dia bisa dihubungi  melalui WA 085604516933, atau email iissinggih@gmail.com


Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top