Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-Puisi Suminto A. Sayuti

1


 



Rinduku yang Tumpah

 

selalu saja. kaubasuh sajadah.

di palung-palung malam. dalam doa.

dalam bilangan yang entah.

menjelang pagi. Dengan air mata fitri.

demi cintamu. kepadaku dan anak cucu.

sebelum berlalu.

 

aku suka engkau bahagia. walau di sana.

seperti juga engkau mengerti. kami semua

bahagia. di sini. semua bermula dari air mata

cintamu. yang menderaskan doa.

menganyam serat demi serat. menjadi

selembar sajadah. yang kini selalu

juga basah. bagi doa dan rinduku

yang tumpah. setiap saat. setiap saat


 



Bulir-bulir Beras Rindu

 

kaumasukkan bulir-bulir beras rindu.

dalam anyaman janur-janur harapan.

dijerang didih dahaga di atas getar api lapar.

seikat ketupat cinta terhidang di meja.

hidrat arang jiwadan protein sukma.

pintu terbuka kembali buat berbuka telah tiba.

 

ketika engkau mudik ke kampung halaman.

asal muasal dirimu ada. kauanyam lagi

lapis-lapis langit dan bumi. keabadian dan

kesementaraan. janur kuning kemuliaan

dan derita. asal muasal kejadian. kumandang

agung dalam dada. derai air mata dan pasrah jiwa.

ketika engkau mudik duluan. ke kampung

halaman. kampung perjalananmu bermula.


 



Tapi Ada Puisi

 

kini kutulis puisi tentang punggung bukit.

di belahan jagat utara. tempat kita bercanda.

dulu. sehabis berhari-hari sakit. takkunjung reda.

 

kita bayangkan laut selatan. saat itu. sebelum

kabut melaju. sebelum hari berlalu. membawamu.

ke balik cakrawala biru.

 

ya. laut selatan. tempat gelombang dan ombak

main air. bersimburan di bawah angin. lalu tepian. pasir pun mendesir. menyela-nyela hasrat dan ingin. hati kita pun berdesir. bersama usia yang menggigir.

 

ya. bukit utara. tempat kita bercengkerama.

dulu. sehabis lahar, perdu pun mulai menghijau.

kini. ada kelebat bayangmu. di sana.

ada hati risau. di sini. tapi ada puisi. rumah singgah

bagi diri yang sunyi. tapi ada puisi. rumah tempat

kita menaut diri. bersama anak cucu. sebelum

hari-hariku berlalu.

 

 


 

Dalam Sakit, Dalam Jarak

 

dalam sakit, angka-angka

usia pun telah habis berjajar.

pada mistar yang bergetar.

juga kalender. yang setia

mencatat pergerakan hari.

dari januari hingga desember.

takkenal henti.

 

dalam sakit,

namamu mengalir dalam erang.

                        menuju hilir.

gending pun kumandang.

menuju suwukan akhir.

dalam irama maskumambang.

hingga kinanthi pawukir.

 

dalam sakit,

kugenggam erat jari-jarimu yang hangat.

kaubimbing aku membaca ayat-ayat.

kembali dan kembali hati kita berjabat.

dalam jarak. tapi cuma satu urat.

 


 


Ladrang Mega 

 

lempeng-lempeng perunggu.

jiwaku dan jiwamu. menyatu di situ.

kutabuh ladrang dhudha kasmaran.

kaulantunkan cakepan pucung wuyung.

kita pun ngumandang.

                        sampai di alas padhang.

                        lalu kandha manyura.

tapi kini, tanpamu, aku pun

ladrang mega mendhung.

jika bukan kuwung-kuwung.

 

 


 

Debar Akar-akar

 

berjalan menuju selatan,

engkau pun sebuah sungai.

                        gemericik air.

mengalir menuju muara akhir.

gunung dan bukit-bukit adalah

masa lalu yang takmungkin diabai.

juga lembah dan ngarai.

 

menuju selatan,

engkau pun menyongsong

                        gelombang pasang.

dan hati pun menjadi keluasan

                        tak terperi.

peta-peta harapan masa depan.

tapi tanpa tapal-tapal batas pasti.

 

dari timur,

engkau pun ke kiri.

membilang umur tanpa angka pembagi.

sebatang pohon besar menjulang tinggi.

rindang daun dan debar akar-akar.

di situ angin hidupmu bersarang

                        dan resahmu terbagi.

 

 

 


 

Alangkah Tipis Garis Perbatasan

 

sehabis raudhah,

bendung air mata tumpah.

aku lihat hamparan surga di matamu.

engkau yang seakan berkemas

                        dalam gegas.

di pundakmu terjuntai sebuah tas.

di ujung jarimu tergenggam juga:

                        sebuah tas.

“aku duluan, sayang,” bisikmu pelan

dalam senyuman aulia.

 

aku pun takpercaya.

alangkah tipis garis perbatasan.

antara jaga dan tidur.

kini aku melihatmu di putik-putik bunga

                        rumputan halaman rumah.

yang dulu selalu kausiram dengan ramah.

 

aku dengar suaramu

lewat kicau pagi hari di dahan pohonan

                        yang tumbuh dekat rumah.

 

 


 

Pangandaran, Membakar Dingin

 

di pangandaran kita jalan. menyambut pagi.

membakar dingin sepanjang pantai.

dua hati berpaut takkenal lerai.

di pangandaran kita berbincang. memaknai siang.

meredakan gelombang pasang. sepanjang pasang.

                        sepanjang bayang.

 

di pangandaran kita terdiam memasuki malam. bersama gemuruh ombak lautan.

pangandaran pun menjadi gambar keabadian.

kini, ketika pagi, siang dan sore hari.

ketika malam dan dini hari. aku cuma sendiri.

ketika engkau menyelinap ke balik tirai kelam.

“aku penuhi panggilan, suamiku,”

pamit dengan senyuman semburat kamboja.


 



Dalam Dingin

 

hujan abu pagi hari. daun-daun kelabu

bersama salam merapi. kembali kueja namamu.

ketika bisikmu lirih singgah di telinga kiriku.

daun-daun kelabu dan salam merapi.

 

jalanan basah dan dingin.

kuterjemahkan diri dalam diri.

ketika pintu dan jendelamu terbuka

bersama angin. kueja namamu berulang kali.

bayang-bayang pun meruang

                        menyambut ingin.

masa lalu pun bangkit kembali.

aku dan kauberbagi hangat dalam dingin.

 

 


 

Senyum Terakhirmu

 

cahaya pun terurai.

hingga di daun-daun malam,

                        jiwa pun teratai.

mekar menggapai batas-batas kelam.

siapa pun takkuasa menghentikanmu.

membuka pintu rumah yang telah dijanjikan.

ada engah yang tertahan.

ketika senyum terakhirmu menebar salam.

dan aku pun mengaminkan.

 


Tentang Penulis

 

Suminto A. Sayuti (lahir 26 Oktober 1956) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui sejumlah karya sastra, baik yang diterbitkan sebagai buku ajar maupun dipublikasikan di berbagai media massa. Suminto A. Sayuti merupakan salah satu Guru Besar di Fakultas Bahasa dan Seni dan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

 

Suminto A. Sayuti lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam forum-forum diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di kalangan seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari kegemarannya membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia sastra sejak masuk Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas Malioboro, mulailah ia menancapkan kukunya di dunia sastra. Penulis yang juga Guru Besar UNY ini, juga menggeluti seni karawitan dan menggagas serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir darinya, baik berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai sastra, dan sebagainya.

 

Daftar karya ini hanya memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :

  • Kumpulan Sajak Malam Tamansari
  • Resepsi Sastra
  • Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra
  • Ensiklopedia Sastra Indonesia
  • Evaluasi Teks Sastra (2000, terjemahan The Evaluation of Literary Texts karya Rien T. Segers)
  • Semerbak Sajak (2000)
  • Berkenalan dengan Prosa Fiksi (2000)
  • Berkenalan dengan Puisi (Gama Media, 2002)

 

Penghargaan :

  • Kedaulatan Rakyat Award, Bidang Kebudayaan (2005)
  • Anugerah Sastra Yayasan Sastra Yogyakarta (2014)

 

 

Tags

Post a Comment

1 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
  1. Casino Bonuses and Codes - Bonuses and Codes
    Casino Bonuses and Codes. Casino Bonuses 할리우드 배우 노출 and Codes. Casino Bonuses and 폴 댄스 도끼 Codes. The Casino Bonus and Codes 꽁머니 section is 원주 립 카페 open for online 젖탱 casinos.

    ReplyDelete
Join the conversation(1)
To Top