Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Wahyu Budiantoro

0

MADAH MBAH BISRI DAN GUS MUS

 

Sehabis sembahyang kualamatkan fatihah

Kepada madah bisri sewangi kasturi

Terik rembang menjelma mata air

Seperti cerita salah satu kiai

Makammu ditumbuhi bunga-bunga

Muasal ibriz yang kekal pada jiwa santri

 

Dalam kata-kataku bisri bersua fansuri

Bertukar kabar ihwal barus dan pantai utara

Sebab riwayat kejadian bermula dari tanah-air

Pohon tumbuh dari genggaman mereka

Gambar khuldi diabadikan oleh nyanyian sufi

 

Sehabis sembahyang kualamatkan madah

Kepada penyair mustafa di dadanya

Semburat bijaksana selaksa cahaya

Kemanusiaannya genap sukma

Menjelma sayap kupu-kupu

Mengakrabi taman surga dalam palung kekasih

 

Manusia mustafa gemar bertadarus

Mengajari santri harkat pengembaraan sejati

Mendawam ibriz dan tafsir jawi

Tawasul kepada hadratussyaikh hasyim asyari

Mustafa berkata, “barangsiapa mencintai puisi,

ia bermakmum kepada kanjeng nabi”

 

Selepas sembahyang kulihat kaligrafi

Alif penyangga langit seperti tongkat musa

Mukjizat peribadatan semesta

Manusia mustafa ingat bahwa

Iqra’ adalah hakikat pengembaraan

Menyadap isyarah cinta

 

Purwokerto, 2018

 


 

BAPAK PULANG KE KAMPUNG HALAMAN

 

Telah sampai perjalanan bapak dari utara

Bising kota yang diceritakan

Berubah menjadi angin sahaja

Menghidupkan kenangan kepada

Almarhum mbah kakung; ia

Sedang bermain merpati bersama adik

Bapakku yang mendahului pergi

 

Sesampai di rumah bapak membuka ransel

Mengurai tawa bersama ibu dan adikku

Membagi kaus motif bibir pujangga

Yang disinggahi rokok tapel kuda

Bapak bercerita pernah diberi won oleh orang

Korea dan seripilan dari taipan yang menyuruhnya

Membeli sarapan

 

Secangkir kopi menyisihkan lelah

Bersama rokok yang dihisapnya

Mengepulah asap; aku bingung

Mana lokomotif dan mana mulut bapakku

Karena keduanya sama-sama menghantarkan

Usia dan gemuruh doa orang-orang

Yang bersandar di punggungnya

 

Selama tujuh hari ke depan

Bapak akan mengingat kembali masa kecil

Yang memanjang seperti sungai di sebelah

Timur rumah mbah kakungku

Ia bakal bermain tenis meja

Atau bersepeda jengki dengan gembira

 

Rantau bapak dari jakarta adalah kembara

Selaksa peristiwa yang dijaja dari

Pintu stasiun; berangkat dan pergi

Di malam-malam alastu sebagaimana

Munajat ibunya yang kerap menggambar

Ka’bah dengan air mata

 

Purwokerto, 2018

 


 

LAUT CEMARA SEWU

 

Pantai adalah hening musa setelah

Membaringkan jasad raja adidaya

Orang-orang menyedekahkan wajah

Dicatat sebagai ziarah; meminjam

Tongkatnya untuk mengabadikan gambar

Mumi dari dalam altar

 

Nyiur bersyukur sebab angin laut

Mengabarkan berita gembira

Nelayan panen raya ikan-ikan

Lompat kegirangan masuk ke dalam perahu

Sedang penjaja kopi membangkitkan

Gelak tawa turis dengan topi paris di kepala

 

Cemara terhitung seribu

Atawa jumlah yang tidak terbilang

Menjadi ruang peribadatan khusyuk burung

Gereja serta pre-wedding adam hawa

Negeri pesisir menjadi resepsi perkawinan

Tukang parkir penjaga gumuk pasir

 

Pantai adalah alamat larung sesaji

Tongkat musa yang mengular

Menjadi tradisi gethok tular doa-doa

Para abdi Hyang bersama tangga

Keramat syekh maghribi yang

Membelah jalur pendakian

 

Purwokerto, 2018






LAUT DAN YUNUS

 

Riwayat laut seluas penciptaan

Gemuruh ombaknya adalah muasal

Angin sore yang kita hirup

Sebelum kita menggembala mimpi

 

Riwayat laut seperti darah mengalir

Dalam tubuh kita

Mentadabburi hakikat kehidupan

Perahu di atasnya ibarat doa

 

Riwayat laut sepanjang ketabahan

Yunus berikrar cinta dan penghambaan

Kau dan aku tinggallah merawatnya

Agar gelombang tidak mengenal murka

 

Purwokerto, 2019


 




ANGIN SI KUNIR

 

Aku menyadap hawa dingin dalam hening bukit

Batu-batu licin sebab berlumut

Orang-orang mendaki berpegang tali waktu

Dan nasib yang angkuh

 

Menjelang malam tenda didirikan

Aku memeriksa sisa perbekalan yang disiapkan oleh ibu

Ternyata tinggal satu botol air mineral

Cukup untuk menangguhkan dahaga dan ritual doa

Sebelum sampai di puncak

 

Suara burung dan gemuruh angin menjadi penanda

Bahwa jejak pendakian tidak bisa diterka

Oleh musim percintaan yang sepi

Deru kota adalah puncak kesementaraan

Sedang puncak bukit adalah muara falsafi

 

Sampai di puncak sikunir

Aku bersemadi dalam keheningan

Tasbih Matahari; orbit dari segala bentuk puisi

Bersama angin-Mu

Aku menafasi jejak pendakian ini

 

Purwokerto, 2019-2020


 




CIPAYUNG

 

Di kota yang asing, bahasa ibu menjadi tanda pengenal

Sebab bahasa adalah amunisi manusia paling purba

Simbol budaya yang menjadi pertukaran tanda dan penanda

Siapa yang dari timur dan siapa yang akan mengulum umur

 

Di cipayung, debu meranggas mukaku yang muram

Kusimpan tangis ibuku yang menggema di stasiun pemberangkatan

Agar suatu saat bisa kudengar lagi melalui telepon dan doa sunyi

 

Menjadi perantauan seperti masuk ke dalam medan peperangan

Perang ekonomi, perang budaya, perang pengetahuan

Dengan bekal sejarah kampung halaman dan uang tak seberapa

Aku mendaftar praktik kerja lapangan di rumah sosial yang menampung

Orang dengan masalah sosial dan kejiwaan

 

“Nah begitu, orang daerah datang ke jakarta jangan malah ngemis”

Ucapan kepala rumah sosial menyekat kerongkonganku yang haus

“Kami tetap akan mengemis, Pak, mengemis pengetahuan dan pengalaman’

Jawabku pragmatis

 

Di rumah sosial, aku dipersilahkan istirah di kamar klinik kesahatan

Artinya, aku harus sehat jasmani dan rohani

Jika ingin bertahan hidup di perantauan, apalagi

Rumah sosial ini menampung orangorang kesepian sepertiku

Yang selalu dihantui kekalahan

 

Di kota yang angkuh, aku belajar menulis puisi

Ihwal nasib pucat yang kerap merenggus penyapu jalan,

kernet bus kota, bajing loncat dan calo bus di terminal

Aku hidup di dalam peta buta

Saat rezeki tergantung pada arsitek kebijakan di senayan

 

Di cipayung, selama 45 hari, aku diajari penghayatan diri

Mengunjungi kamar orang dengan dengan masalah kejiwaan dan sosial

Makan nasi lauk sawi hampir setiap hari

Aku rasa, dunia hanyalah kamar yang telah dikapling-kapling

Sesuai bahasa takdir dan keringkihan manusia di rahim kota

 

2020


 




GAWAI

 

Dunia tak seramai gawai

Ia memproduksi berita secara masal setiap detik

Mulai dari cinta yang tersandung restu bapak ibu

Politik mencari bentuk, agama yang lupa dipeluk, hingga

Wabah yang seperti pak pos; mencari alamat rumah kita

 

Dunia kedinginan; sebab manusia lebih memilih menyelimuti gawainya

Aku dieraminya setiap malam; agar ketika aku bangun pagi

Berita hangat dari mimpi bisa kusebarkan secepatnya

 

Tuhan memerintahkan manusia untuk membaca

Tetapi, manusia diperintah gawai untuk melukai sejarah

Kata seorang filsuf, “apa yang kita miliki, tidak pernah benar-benar kita miliki,

sebaliknya, kitalah yang dimiliki olehnya”

Di republik gawai, telah disediakan asuransi bagi manusia yang dilukai kejujuran

 

Orangorang migrasi ke dalam gawai

Tanpa buku dan ijazah guru

Di sana manusia disubsidi sawah dan perkebunan

Guna merawat saham dan gosip

Untuk menciptakan ilusi dan wajah dunia yang muram

 

2020


 




SUNGAI KECIL DAN MAZMUR BATU

 

Aku disuguhi hikayat sungai kecil

Ia selalu mengalir deras di alisku

Menjadi perigi usia moyangku

Bagi kehambaannya pada pohonan

 

Setiap pagi embun menjadi resonansi

Kaldera peristiwa di antara matahari

Sungai kecil itu mengalirkan kenangan

Aroma moyangku yang seharum barus

 

Hatiku mazmur batuan

Sungai kecil menderas di relung jiwa

Kerinduan adalah jendela

Bagi angin yang tak kenal cuaca

 

Aku disuguhi hikayat sungai kecil

Menjadi jejak pengembaraan

Bagi doadoa yang kapulaga

Pada setiap musim penghujan

Ia menjelma dermaga, sedangkan

Aku mencari periginya

 

2020

 

 

 



REGIONE CAMPANIA

 

Di naples, gereja berbentuk bulat, mazmur perjanjian

Abad yang menguning di ibu kota regione campania

Orangorang memuja lanus oeste

Rambut keriting, tubuh gempal, kaki mungil

Dia merajai eropa, saat pasukan diavolo juga melampaui musim

Tanpa kekalahan

 

Di regione campania, seorang salto mendemonstrasikan

Kejayaan montevideo pada tahun tiga puluhan

Dia berangkat dari pesisir sisilia, berambut panjang

Seperti sungai venis

Dia menjelma gladiator ulung

Pada kotak berukuran dua belas yang diselimuti jaring raksasa

 

Pada regione campania, edinson dilatih don mazzarri

Ia berlari ke atas pegunungan mount somma

Demi bermakmum kepada lanus oeste yang melegenda

Di sana dia melatih tendangan pisang bersama angin

Membidik kepala portiere tujuh puluh delapan kali

Naples menjadi kebiruan, sebab coppa dijunjung tangan edinson

 

Dari regione campania, don mazzarri hijrah ke kota mode

Meninggalkan edinson yang juga siap berkemas menuju paris

Tetapi, naples tidak kehilangan keriuhan

Sebab ia mengangkat dries dari leuven

Dan juga lorenzo yang menyerupai ksatria kecil

Mereka menjaga asa regione campania dalam setiap perhelatan

 

2020

 





SOWAN KEPADA KIAI TOHARI

-mata yang enak dipandang-

 

Di manakah alamat pecinta yang sederhana?

Wajahnya menjelma ayat yang dibaca santri dan penyair

Darahnya tinta abadi; mengampuni jiwaku yang terkutuk

 

Matanya enak dipandang; menangguhkan getir hidupku

Dupa usiaku diruwat doa, agar petaka tak lagi menyambangi nasibku

Dikatakanlah olehnya, bahwa Tuhan ada di dalam jiwa mirta

Meski dia buta, tetapi cahaya bersemayam di dalam hatinya

 

Rumahnya bagai masjid, bagi orang-orang yang mencari alamat pecinta

Dia tidak mengenal sungkawa, sebab baginya kelimun cerita

Merupa zikir yang menaungi persemayaman bapak dan ibunya

 

Matanya enak dipandang; senarai hikmah dari kulitnya yang menua

Titah sang raja menjadikannya sebagai nahkoda

Pada sungai panjang ini; siapa saja bisa menumpang

Sebab jiwanya lapang serupa nuh yang mengemudikan bahtera

 

Di manakah alamat pecinta yang sederhana?

Kabut memberi isyarat dan pohonan berkata;

“Temuilah dia di dalam dirimu sendiri”

“Barangsiapa telah menjumpainya, maka kau telah bertawasul kepada kanjeng nabi”

 

2020


 




RONGGENG BERMAIN CELURIT

 

Ronggeng tak hanya menari

Di zaman pki atau hiruk pikuk represi

Dari azan ke azan, dari musim ke musim

Ronggeng juga belajar berkelahi, menelanjangi kemunafikan diri

 

Di mushola, ronggeng bermeditasi

Ia belajar menulis puisi atau prosa yang menghardik kemiskinan

Dia tidak lagi membuka kelambu, sebab kelambu serupa aib

Dari wajahwajah yang muram akibat diranggas keniscayaan cinta

 

Pada suatu hari, ronggeng bermain celurit bergagang emas

Ia dihadiahi saudagar dari madura

Kata saudagar itu, “simpan celurit ini dan belajarlah carok

untuk menjaga harga diri”

“Baiklah. Aku punya dua senjata, selendang dan celurit”

“Selendang untuk menari; menyatu bersama Hyang, sedang celurit kukalungkan

di leherku’

 

Ronggeng memotret dirinya sendiri

Meruap kesumat pada ujung-ujung gemunung

“Tubuhku adalah kejora di langit mendung”

Sebagaimana desanya yang kerap dikurung hawa neraka

 

Diiringi bunyi rebana, ronggeng memainkan celurit

Udara penuh dengan kebisingan, hujan gemuruh di malam alastu

“Aku adalah hutang yang harus dibayar lunas”

Kepada bapak ibuku

Dia lempar celurit ke langit; lalu terbitlah matahari di dadanya

Di halaman rumah yang penuh dengan kayu bakar

Suara Tuhan digaungkan dalam tarian

 

2020




Tentang Penulis

WAHYU BUDIANTORO lahir di Purwokerto, 10 April. Bekerja sebagai Dosen UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Selain itu, ia juga menjadi Kepala Sekolah sekaligus pengajar di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto dan Pimred SKSP-Literary. Beberapa tulisnnya telah dipublikasikan di Laman Badan Bahasa Kemdikbud, Republika, Basabasi.co, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Bali Pos, dan lainnya.

 

Pada tahun 2020 puisinya berujudul “Madah Mbah Bisri dan Gus Mus” mendapatkan penghargaan Anargya Serayu Penawara (Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas). Periode sebelumnya, di tahun 2019, esainya menjadi naskah favorit pada gelaran “Bulan Bahasa” Universitas Gadjah Mada. Pada tahun yang sama pula, esainya menjadi salah satu yang terbaik Balai Bahasa Jawa Tengah. Buku pertamanya berjudul Aplikasi Teori Psikologi Sastra: Kajian Puisi dan Kehidupan Abdul Wachid B.S. (Kaldera Press, 2016). Buku kedua Epistemologi Komunikasi Transendental (Cinta Buku, 2021).

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top