Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-Puisi Suminto A. Sayuti

0

DALAM KEMBARA

 

kita dengar. suara-suara menuruni ngarai.

di bawah cahaya berpendar.

kita kejar harapan, walau cuma setangkai.

lalu kabut. sepotong berita dari lapis langit.

tapi langkah kita tak surut.

memetakan pendakian ke puncak bukit.

kita tunaikan janji demi janji.

menenun cinta dalam kembara.

                        kita catat hari demi hari.

merajut usia hingga senja pun tiba.

 

 


 

LELAH

 

engkaulah kesabaran.

pasang gelombang pun reda.

di tepian kehidupan.

 

engkaulah pintu terbuka.

angin leluasa masuk.

tanpa harus mengetuk.

 

engkaulah kehangatan.

dingin pun terbakar.

menghantar cinta. menemu lautan.

 

engkau juga dermaga.

kapal pun berlabuh.

membongkar sauh. sebelum karam.

angin pun haluan dan buritan.

kelasi tegak di atas geladak.

kibar berdera di puncak palka.

tertebar jala bagi ikan-ikan.

 

istriku, diri lelah butuh belaian.

 

 


 

CINTA SEPOTONG ROTI

 

di tangan waktu, aku menunggumu.

dengan gelisah. dan sunyi, tentu.

dan engkau lebih tahu ihwal itu.

seperti katamu, aku memang merapi.

teguh dan kukuh. tapi itu dulu.

                                    sebelum puisi.

sebelum engkau pergi.

 

kini aku sebatang pohon.

hampir rubuh. tua dan rapuh.

 

“jangan mengaduh,” bisikmu tiba-tiba.

 

“lihat cucu-cucu kita berlarian.

bermain tembak-tembakan.”

 

ya, ya.

 

di tepian waktu. mengalir cinta masa lalu.

di antara batu-batu kenang. lalu kelebat bayang.

bagimu dan anak cucu, cinta taklagi

sepotong roti untuk dibagi.

 

 


 

DALAM WAKTUKU DIRIMU

 

antara ruang dan waktu,

benih kesetiaan yang kausemai kini

tumbuh kembang tanpa benalu.

ruangku dan ruangmu adalah sekutu.

waktumu dan waktuku bukan seteru.

 

ketika ruangku adalah waktumu.

ketika waktuku adalah ruangmu.

dalam ruangku dirimu membayang.

takkenal waktu. dalam waktuku dirimu meruang.

merabuk rindu. dalam ruang dan waktuku,

                        senyummu mengembang.

membuka lembaran masa lalu.

lambaian salammu adalah mekar teratai.

walau gapaiku takjua terurai.

denyar langkahmu kudengar.

 

 


 

CAHAYA DI SELA MEGA

 

engkaulah senja yang menebar cahaya lembayung. melampaui patahan-patahan mega katulistiwa. sebelum hari melengkapi diri menjadi malam. ya. cahaya di sela mega adalah pancaran cintamu yang takpernah reda. karena engkau tahu. gelisah rindu selalu saja menghardik diri. pada ruang-ruang dalam yang tersembunyi.

 

aku pun paham. di sela lengang lembayung cahayamu, kata-kata berhamburan. semua minta dituliskan. ah, betapa puitis indahnya cinta.

kita pun merawat semampunya. sampai senjamu datang tiba-tiba.

 

 


 

SENYUMMU, ISTRIKU, ADALAH KESABARAN YANG MEMBUATKU BERTAHAN

 

rumah cahaya. rumah cita-cita cinta kita.

aku pun permadi dan engkau bratajaya.

tapi ketika kini aku sendiri. keris pun taklagi

                                                pulanggeni.

panah pun taklagi pasopati.

cuma senyummu, istriku. adalah kesabaran

yang membuatku bertahan.

dalam baris antrean. menunggu cahaya lindap. seperti ketika tiba-tiba engkau nyelinap.

memagut senyap.

 

ya. engkaulah kesabaran yang membuatku

                                                            bertahan.

menunggu panggilan. karena pada saatnya

kita pun kembali bergandeng tangan.

bersama membuka daun-daun pintu yang terang.

 

 


 

YANG HILANG

 

hujan bulan januari. gelisah pun reda.

ketika engkau turun berkerudung pelangi.

menebar kesturi cinta. senyum cempaka

dan salam melati. adalah baris-baris puisi

yang kutulis pagi ini. rajutan benang-benang usia.

pada jarum jam yang bergerak perlahan.

ketika kalender di dinding tanggal.

engkau gamit telapak tanganku dalam

bayang yang memanjang. engkau baca rajah hidupku dalam senyuman. lalu hilang.

aku lihat lambai tanganmu yang hilang.

                                                hilang.

 

 


 

DI BANGSAL INI, BERSAMA DINGIN

 

di bangsal ini kita menanti.

bersama dingin, bersama angin.

menunggu giliran,

            menunggu panggilan.

dalam sebuah pisowanan.

takada kepastian waktu.

beberapa kali jarum jam

melewati angka demi angka.

kita pun takpernah tahu.

 

“aku duluan,” bisikmu.

“aku sudah dengar panggilan

atas namaku,” lanjutmu.

 

di bangsal sri manganti aku sendiri. kini.

 

 

 


DI SELA PASIR PADANG

 

di sela pasir padang.

engkau sembahyang.

angin pun henti.

daun-daun bertahan.

pada tangkainya.

 

engkau telah pulang.

ke kampung halaman.

baju baru dan sajadah rindu.

sehelai tikar masa depan.

kumandang agung takhenti

            mengawang.

terbuka lebar tabir cakrawala.

bersama derai air mata.

tanah pun basah

            oleh cinta dan doa.

 





Tentang Penulis

        SUMINTO A. SAYUTI lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam forum-forum diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di kalangan seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari kegemarannya membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia sastra sejak masuk Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas Malioboro, mulailah ia menancapkan kukunya di dunia sastra. Penulis yang juga Guru Besar UNY ini, juga menggeluti seni karawitan dan menggagas serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir darinya, baik berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai sastra, dan sebagainya.

 

Daftar ini hanya memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :

  • Kumpulan Sajak Malam Tamansari
  • Resepsi Sastra
  • Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra
  • Ensiklopedia Sastra Indonesia
  • Evaluasi Teks Sastra (2000, terjemahan The Evaluation of Literary Texts karya Rien T. Segers)
  • Semerbak Sajak (2000)
  • Berkenalan dengan Prosa Fiksi (2000)
  • Berkenalan dengan Puisi (2002)

Penghargaan :

  • Kedaulatan Rakyat Award, Bidang Kebudayaan (2005)
  • Anugerah Sastra Yayasan Sastra Yogyakarta (2014)
Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top