Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Listin Wahyuni

0


OTSU, SUATU SORE DI PENGHUJUNG MUSIM SEMI*

 

sebentar lagi saat berangkat

jadi tetapkanlah hati

karena tak ada gunanya lagi berharap :

            matahachi, sang matahati

telah menyia-nyiakan sutra yang bersulam ribuan

cerita tentang kesetiaan…..

 

ikutlah takuan memecah hening malam

mencoba mencari perusuh yang menggores luka

(barangkali ia sembunyi dalam dukamu sendiri)

engkau bisa menghukumnya, otsu

bukan takezo, tetapi harapan yang membubung tinggi

hukumlah mati..dan biarkan pesta bunga di kuilmu abadi


Maret 2010

*Otsu, salah seorang tokoh dalam kisah Musashi





KIDUNG CINTA PESISIRAN

: batik rifaiyah, batang

 

Ada yang berbeda ketika kukunjungi

warna-warni pada pagi hari di rumah pelangi.

 

Selepas duha, seronok merah, biru, coklat berbaur

saling betutur senyap, meneteskan bening pada

belanga hari yang bising.

 

Di sana sunyi tidak menikam warna, karena daun dan

bunga mesti melukiskan kisah penciptaannya.

 

Melukis tiga negeri, seorang perempuan berkidung petuah

dan bersyair syariah, meliukkan canting pada selembar kain

yang seia berzikir.

 

Ia menasbihkan setia pada semarak warna, dan kerinduannya

menjadi permata: kidung-kidung berkilauan dari gema

kedalaman.

 

Jiwa merdeka, jiwa merdeka.

Engkaulah kini yang mengabadi pada selembar kain pesisiran

rantai tirani tak sanggup membungkam nyanyian kebenaran.

 

Mekar-mekarlah bunga, ranum ranumlah daunnya.

Dan pada liukan pelo ati, kau dedah kalbuku yang penuh kotoran

dan debu, hingga kurindu sejarah mencelup diri pada deru nafasmu.

 

Depok, 2018

 




NAILAH, DAN LELAKI TUA YANG PEMALU

 

Lelaki itu bernama Utsman bin Affan. Tak ada yang dilihatnya

selain uban putihnya dan ketuaannya. Tetapi ketika didengarnya

lembut suaranya: “Tak akan kau temui padaku selain kebaikan”,

maka hari-harinya kemudian seladang bunga.

 

Nailah, Nailah. Engkaulah yang telah tuntas mengecupi madu

pelaminan, bersama lelaki pemalu dan lembut hati, pemilik

kepingan-kepingan dinar, tanah wakaf, pembeli sumur yang airnya

masih terus mengaliri jiwa-jiwa dahaga.

 

Nailah, Nailah. Engkaulah itu, yang meniti hari-hari kelam

ketika lelakimu berpulang dengan mushaf di tangan. Engkaulah

yang membela keagungan cinta dengan jari-jemari lentikmu

yang beradu dengan pedang nafsu, dan darah menjadi saksi

atas api sucimu.

 

Hari-harimu kemudian sepi, dan kau tudungi paras ayumu

demi menjaga api cintamu pada lelaki itu, sang lembut hati yang

menaklukkan kemudaanmu dan mendekapmu di bawah cahaya

purnama.

 

Nailah, Nailah. Kesepianmu tak sia-sia. Betapa banyak gadis

kemudian menyulam kisah cintamu pada selembar sapu tangan

dari potongan perca yang tersisa dari masa lalu itu, tetapi tak ada

yang seberani engkau menempuh hari-hari sepi, ketika kekasih

telah pergi.

 

Perhiasan apalagi yang paling indah dari kesetiaan bunga

yang menjaga harumnya hingga kelak tiba masa, ketika

pemilik taman merindukannya, dan Tuhan menjemputnya

menuju kebun cantiknya di surga?

 

Engkaulah itu, Nailah. Yang membuat gadis-gadis bertanya,

seberapa banyak takaran cinta yang semestinya diberikan, jika

lelakinya kelak tak setua dan selembut lelakimu, tak juga

mengajaknya meniti jalan cahaya.

 

Aku merenungi cinta, betapa banyak yang terbuang sia-sia.

Aku merindui cahaya, Purnama dari bukit wada yang

mengajarkan cara mencinta, menampung banyak jiwa dalam

satu jiwanya, dan semua ditumbuhkannya menjadi bunga.

 

Di tanganku sekarang, kusulam kerinduan, bertangkai sepi

dan berdaun airmata, yang menggenangi hari-hariku di sela-sela

derai tawa yang menyembul pada setiap tusukan, membuat dukaku

memerah jingga.

 

Depok, Rabiul Awal 1440 H

 




MIMPI SORE, DALAM KERUDUNG MELAMBAI

: renaka, aura


kita bertiga. emak, dan dua anak

melewati sore dalam kerudung melambai

menyusuri basah jalanan 

yang dibuai angin selepas hujan

 

mata kita yang bicara

lebih paham maknanya cinta

dan senyum kita tertahan

kala melewati bocah bocah bergulingan

mendekapi lapangan. tak peduli bola terlempar 

: apa pentingnya 

kalah dan menang?

 

dan kita menjadi kanak-kanak

yang riang menyisir hari

saling menyapa dalam senda

menjentik daun yang terulur 

manja. karena ia pun memiliki kedalamannya

 

dan sambil bersenandung

gendong sejenak anak tukang bubur

cium polosnya. lihat matanya

mungkin saja tersimpan tawa kita kelak senja

tak berpura. bersahaja

ubun ubunnya wangi surga

 

Depok, Oktober 2018





MELATI, RAHASIA, DAN PAGI HARI

diam -diam kupetik sekuntum hatiku

yang basah. lalu menaruhnya

di ruang tamu, di dapur, di kamar tidur 

di kening putriku, di semangkuk sarapan suamiku

 

lalu ke kebun aku pergi

sekuncup melati tersenyum

dan mengucapkan salam

menghadiahkan putihnya

yang berembun sebening hujan

 

aku membungkuk dan berkata sopan:

‘terimakasih, sesungguhnya permata yang seia akan bersua”

dan kami bertukar cerita dalam diam

karena rahasia lebih nyaman jika tersimpan

 

Depok, Oktober 2018





SI BUTA DAN PENDAYUNG PERAHU

 

1/

Yang meraba malam itu. dialah yang

beruntung. menemukan semburat cahaya

yang tersembunyi di senyap gulita

: alangkah indah Tuhan bermain rahasia

 

2/

Di malam-malamku angin mendesir

membekap pandangku dengan butiran

pasir. sayup kudengar suaranya samar:

jadilah rindu, butakan matamu

temukan tongkat itu. ia pernah terapung

di sebuah telaga masa lalu. kau pungut jadi

dayung. sambil bersenandung sembilu

airmatamu berkabar pada Nuh

tentang kedatanganmu

 

3/

Pada pagi yang basah dan buta

kusandarkan perahuku. dari balik halimun

kulihat jejak malam. dayungku menyibak kelam

daun dan bunga hampir tenggelam

maafkan, bisikku lirih. airmataku?

aku bertanya sopan. sudah sampai duluan

jawab mereka perlahan. aku bergegas menyaput

kesah. mencecap madu sebuah kisah

 

Depok, Rabiul Awal 1440 H





Tentang Penulis


LISTIN WAHYUNI, lahir di Sleman Yogyakarta, Indonesia. Karya-karyanya dimuat dalam Antologi “100 Puisi Tema Ibu se-Indonesia” (Sastra Welang Pustaka, 2012), Antologi “Kaung Bedolot” Sayembara Sastra Sawtaka Nayyotama 2013. Beberapa puisinya juga terikutkan dalam antologi puisi cinta” Di Tangkai Mawar Mana” ( Sastra Welang Pustaka, 2014), juga” Kitab Puisi Perempuan Indonesia” (Getar Hati, 2018) dan Antologi “Pesisiran” DNP 9 (2019). Salah satu puisinya “Si Buta Dan Pendayung Perahu” mendapat penghargaan dalam lomba puisi Islami Sabah Malaysia. Tinggal di Yogyakarta. Kontak email: wahyuniduryat82@gmail.com

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top