Fabi’ayyi ‘Ala’i Rabbikuma Tukadhdhibani
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Ya Allah,
Tidak ada satupun nikmatmu yang kau dustakan
Karena aku telah kau beri nafas kehidupan
Karena aku lahir sebagai perempuan
Fabi’ayyi ‘Ala’i Rabbikuma Tukadhdhibani
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Ya Allah,
Tidak ada satupun nikmatmu yang kau dustakan
Karena aku telah kau beri makna cinta
Sedalam samudra sepanjang usia
Kau beri petunjuk jalan hidupku yang lempang
Kau beri aku perahu tuk berlayar menuju lautan
Kau beri aku kekasih hati yang seiman
Maka tiada alasan bagiku untuk berpaling darimu
Menyebut namamu di setiap waktuku
Mengingat namamu di setiap helaan nafasku
Mengeja nama-namamu di setiap biji tasbihku
Fabi’ayyi ‘Ala’i Rabbikuma Tukadhdhibani
Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?
Tidak ada satupun nikmatmu yang kau dustakan
Rinduku padamu sepanjang zaman
Rinduku tak bertepi di kala sunyi
Rinduku menghadang saat malam
Rindu pada sosokmu sebagai imam
Ya Allah,
Luruskan pandangku saat aku hendak berpaling
Bersihkan jiwaku saat aku lelah terbaring
Ingatkan hatiku saat aku hendak berdusta
Karena nikmatmu pun tak pernah kau dustakan!
Rumah Cinta di Yogyakarta
Bersujudlah, nak!
Karena dengan bersujud, engkau akan merasakan
Betapa dekatnya jarak itu
Nikmatilah setiap sujudmu,nak!
Rasakan kehadiranNya dalam doamu
Menahan beban menjadi kenikmatan
Melantunkan doa dan harapan di mana jiwamu
Menyatu dalam keberadaanNya.
Tiada nikmat yang kau dustakan itu
Karena setiap tetesan luka kau balut segera dengan bahagia
Nikmat yang kau tawarkan itu
Lebih indah dari sinar seribu bulan
Lebih elok dari pemandangan lautan manapun
Kuingin selalu berada bersamaMu
Memandang wajahMu sambil menghitung biji-biji tasbih
Melantunkan doa mengalungkan harapan
Menginjak kaki di halaman rumahMu adalah kerinduan yang
Tiada pernah putus dalam mimpi
Tiada nikmat yang kau dustakan itu
Karena setiap tetesan luka kau balut segera dengan bahagia
Mataram
Buat kekasih Tirto Suwondo
Aku tahu
Kau bukan laki-laki sempurna
Tapi aku akan selalu mengasihimu
Aku tidak tahu
apakah kau bahagia
Tapi aku akan selalu membahagiakanmu
Aku tahu
Kau selalu menjagaku
Sebagaimana aku menjaga kasihmu
Aku tahu
Mengapa kau ditakdirkan hidup denganku
Karena aku tidak sempurna
Dan kau lah penyempurna itu.
Padang Sidempuan
TIDAK CUKUP SEPERTI MUTIARA
Sajak buat anak-anakku
Kau begitu berkilau dan memukau
Suara tawamu adalah kesejukan bagi siapa saja yang mendengarnya
Kemanjaanmu adalah kerinduan yang mampu mengobati luka
Denting piano dan nyanyianmu
Menyempurnakan hari-hari indah bersamamu
Tidak cukup jadi mutiara yang indah
Jadilah perempuan solehah
Jadilah perhiasan bagi suamimu
Karena kau pun perhiasan baginya
Langkahkan selalu kakimu menuju masjid
Karena di sanalah akhir dari perjalanan hidup kita
Doalah selalu sebelum kau pejamkan mata
Karena di saat itulah mungkin ajalmu tiba
Tidak cukup hidupmu berkilau bagai mutiara
Tetapi berkilaulah bagai air di lautan yang tertimpa sinar seribu bulan
Gedongan Baru
Berapa banyak perempuan yang meratap seperti diriku
Saat memiliki kesadaran betapa singkatnya hidup ini
Meski bunga dan cinta yang kau tawarkan
Tetap saja tak kan mampu kembalikan penyesalan
Berapa banyak perempuan yang menyendiri seperti diriku
Saat luka menganga tak kan mampu terobati lagi
Meski maafmu kau tabur dalam setiap kata-katamu
Tetap saja luka itu ada tak pernah dusta
Berapa banyak perempuan hina seperti diriku
Yang air matanya menetes sampai ke ujung sajadah
Meski doa-doa terucapkan di sepertiga malam
Tetap saja dosa itu ada tak mengingkarinya
Berapa banyak perempuan karier seperti diriku
Yang terbang dari satu pulau ke pulau lainnya
Meski kesuksesan menjadikanku berkilau di antara yang lain
Tetap saja aku membutuhkanmu untuk berteduh
Tempat melabuhkan mimpi dan menyandarkan lelah karena
Kaulah, pelabuhan itu!
Pelabuhan Batu, Medan
PULAU SARONDE
Seperti di tepian pantai lainnya
Aku temukan keelokan alam di Bantaeng, Bangka, Bengkulu, Padang, Palembang, Mataram, Makasar, Maginti, Medan, dan masih banyak lainnya, tapi di Saronde
Aku temukan ombak Gorontalo yang berbeda
Hembusan angin dan hempasan ombaknya
menggulung kalbu menantang jiwa mempertaruhkan keberanian
Kusentuh air laut dari ujung perahu
Amisnya mengingatkan semua hal tentang kenangan
Orang lain ceria berkecipak dengan ombak
Tertawa lepaskan beban
Aku bersujud di pojok mushola di tengah pulau itu
Menjadi saksi atas kuasa ciptaanMu
Mensyukuri segala nikmatMu
Pulau Saronde, Gorontalo,
Tentang Penulis
RINA RATIH, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat tanggal 2 April. Alumni SMA Negeri I Ciamis ini masuk jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Muhammadiyah (sekarang UAD) Yogyakarta. Pernah terpilih sebagai mahasiswa teladan IKIP Muhammadiyah dan Kopertis wilayah V DIY. Setelah lulus langsung menjadi staf pengajar di Universitas Ahmad Dahlan sampai sekarang.
Melanjutkan S2 Idan S3 jurusan lmu Sastra di Pascasarjana UGM. Istri dari Tirto Suwondo dan ibu dari tiga anak ini menulis puisi, cerpen, cerita anak, dan cerita rakyat. Puisi- puisinya terbit dalam antologi Kreativitas (1984), Musim Semi (1984), Aku Angin (1986), Risang Pawestri (1990), Melodia Rumah Cinta (1994), dan Pawestren (2014).
Cerita anak yang sudah diterbitkan: Sapu Tangan Bersulam Emas (1998), Siasat Putri Indun Suri (2000), Syah Keubandi dan Putri Berjambul Emas (2000), Sepasang Naga di Telaga Sarangan (2006), Dewi Anggraeni (2007). Antologi Cerpen Perempuan Bermulut Api (2010), Perempuan Bercahaya (2011), Sang Pembangkang (2011), Putri Emas dan Burung Ajaib (2013), dan Putri Cantik dari Pulau Bintan (2014).
Buku lainnya terbit setiap tahun: Perempuan Penyair Indonesia Th 1900-2005 (Elmatera Publishing, 2010), Citra Perempuan Indonesia di Tengah Kekuasaan Patriarkhi (Elmatera, 2011), Putri Emas dan Burung Ajaib (Pustaka Pelajar, 2013), Teori dan Aplikasi Semiotik Michael Rifaterre (Pustaka Pelajar, 2016, 2017), Putri Cantik dari Pulau Bintan (Pustaka Pelajar, 2014), Lebah Lebay di Taman Larangan (Pustaka Pelajar. 2015), Belalang Sembah dan Putri Lala yang Malas (Azzagrafika, 2017), Surti, Mawar, dan Kupu-Kupu (Elmatera, 2018), Mider Ing Rat: Proses Kreatif Cerpenis Yogyakarta (Balai Bahasa DIY, 2018), Puisi, Perempuan Penyair Indonesia dan Proses Kreatifnya (Pustaka Pelajar, 2019), Do Teachers or Lecturers need to write Childres’s Literature? (Elmatera, 2020), Dari Datu Pejanggiq sampai Putri Mandalika (Buana Grafika, 2021), dan Cerita Rakyat Bengkulu: Pagar Dewa (Pustaka Pelajar, 2022).