Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Cerpen Waliyunu Heriman

0


DAUN PAPUA

 

Oleh : Waliyunu Heriman 


Kami baru saja asyik bercakap ketika tiga orang pria itu datang. Mengetuk pintu dan mengucap salam dengan intonasi yang “arabis”. Cak Badul gesit menjawab dengan intonasi yang dibuat sedemikian arabis juga. Sebelum berjingkat ke pintu menyuruhku menunggu di ruang belakang, tempat kami, setiap kali bertemu, bercengkrama.

Pria-pria itu mengenakan baju gamis, satu mengenakan jugah dan  udeng-udeng di kepala. Dua di antara mereka memakai celana jingkrang. Ada tanda hitam pada jidat mereka. Pada pria berjubah tanda hitam itu, ada dua,  sangat mencolok.

Aku menduga pria-pria itu adalah anggota jemaah tabligh,  yang kutahu suka mendatangi rumah-rumah sesama muslim untuk berdakwah, dan yang utama mengajak para lelaki agar giat sholat wajib berjamaah di masjid atau mushola.

Aku senyam-senyum sendiri membayangkan Cak Badul kelimpungan berhadapan pria-pria itu. Jika tidak, sebaliknya, pria-pria itu kebakaran jenggot oleh, cangkem elek Cak Badul yang terkadang tak mengenal adab.

Kopi yang kuteguk nyaris terhambur dari mulut oleh tawaku yang tiba-tiba meledak saat pria berjubah itu tiba-tiba memvonis bahwa apa yang dilakukan Cak Badul selama ini adalah bid’ah. Rasulullah tidak pernah mencontohkan apalagi mengajarkan pada umatnya suatu pekerjaan, mengubah bagian tubuh, dengan cara atau media apa pun.

“Antum melakukan itu. Hati-hati, antum kafir,” pekik pria berjubah.

Cak Badul dengan rileks menimpal bahwa agama tidak mengharamkan orang berikhtiar memperbesar kelamin selama itu dilakukan dengan cara yang tidak berbahaya.

“Betul antum bilang itu bid’ah. Tapi bid’ah yang mana dulu. Antum pakai hand phone? Rassul tidak mencontohkan itu,”  

Kubayangkan perdebatan antara Cak Badul dengan para pria itu bertambah seru. Cak Badul yang slengean dan bermulut “kacau” berjuang mati-matian mengadu argument dengan pria-pria berilmu itu. Perdebatan itulah yang kutunggu sebab aku bakal mendapatkan hiburan. Nanti, lewat cerita Cak Badul  setelah tamu pergi. Tetapi harapanku gagal. Pria itu hanya bertemu sebentar lalu permisi.

Cak Badul menghampiriku di belakang, tersenyum riang lalu duduk di sebelah.

“Mereka klien baru saya,” ujarnya

“Daun Papua?”

“Apalagi. Itu satu-satunya jalan hidupku sekarang,”

“Kukira orang seperti itu…”

“Siapa bilang? Mereka bukan yang pertama. Sudah banyak yang menjadi klien saya. Tiba-tiba inbox atau japri. Sering juga yang datang kayak mereka itu. Pokoknya klienku sudah ribuan,” potong Cak Badul. Dalam bisnisnya sekarang ia menyebut konsumen atau pembeli dengan klien.

Aku menggangguk-angguk, kagum dan geli mendengar cerita Cak Badul. Fakta atau fiksi? Aku tak lagi peduli, yang pasti teman berselorohku itu sekarang sudah enjoy dengan usahanya itu.

Namanya Bambang Abdul  Wahid Wahasyi.  Kami memanggil Cak karena ia orang  Jombang dan Badul, akronim dari namanya yang cukup panjang. Kami berteman waktu masih tinggal di Bandung. Ia sempat kuliah di  IAIN tapi tak tamat. Menjadi jurnalis lalu ditugaskan di Samarinda. Kreatif dan supel. Relasinya dengan pejabat dan orang-orang besar di kota itu banyak. Bertahun-tahun sebelum Joko Widodo berkuasa Cak Badul berjaya dengan BAW Tour and Travel-nya. Fulus mengalir deras dari orang-orang pemerintah, pejabat, parlemen dan perusahaan yang melakukan perjalanan dinas atau wisata ke luar pulau.

“Yang besar tips ini-itunya,” kata Cak Badul suatu ketika saat kami bertemu di Bandung. Ia baru saja mengantar tamunya ke sebuah tempat hiburan terkemuka.

Kejayaan Cak Badul stop setelah Joko Widodo menjadi presiden, ketika biaya perjalanan dinas dan sejenisnya dipangkas habis. Biro jasanya tak lagi mengalirkan fulus besar bahkan perlahan-lahan padam. Cak Badul sangat geram atas perubahan nasib itu. Telunjuknya menuding pemerintah sebagai rezim yang telah menyengsarakan rakyat. Dengan modal sebagai bekas mahasiswa pergerakan, Cak Bedul mengikrarkan diri menjadi oposisi permanen. Tiap saat, di media sosial, melalui akun facebook-nya, Cak Badul  tak jemu melancarkan kritik, pedas dan nakal.

Aku masih ingat, kali pertama Cak Badul memproklamirkan diri sebagai penjual Daun Papua menjelang periode pertama Presiden Joko Widodo berakhir. Daun Papua yang dimaksud adalah ramuan khusus yang berkhasiat untuk membesarkan Mr P. Bahannya adalah Daun Papua. Menurut Cak Badul, ramuan itu bahan utamanya daun pohon yang tumbuh di Papua. Ia satu-satunya orang di Indonesia bagian tengah dan barat yang punya agen langsung dari sana. Daun dari jenis pohon apa dan betulkah dari Papua? Wallahualam, hingga kini menjadi rahasia paten Cak Badul.

Cak Badul mengemasnya sendiri dalam plastic saset kecil ukuran 3 x 5 cm. satu saset untuk satu kali pakai. Dilengkapi dengan petunjuk teknis pemakaian yang ia buat pada secarik kertas. Awalnya ia menjual dengan harga Rp200 ribu persaset. Beberapa bulan kemudian menjadi Rp400 ribu lalu sekarang Rp600 ribu.

Pada saat kampanye “tertutup” mulai berlangsung. Cak Badul muncul dengan propaganda bisnisnya,  “Rakyat Tak Perlu Janji, Rakyat Butuh yang Pasti. Daun Papua Solusi Mengubah Barang Kecil Menjadi Besar”. Kalimat itu tertera di bawah gambar pisang ambon berukuran mini dan jumbo. Aku tertawa lepas melihat promo perdana itu di akun media sosialnya. Ia juga mengirimiku melalui pesan whatsapp. Aku yakin ratusan bahkan  ribuan orang akan  tersenyum oleh ulah bisnisnya itu.

Cak Badul gencar mempromosikan binisnya itu di dunia maya. Media sosial dirambahnya habis-habisan. Bagiku yang sudah mengenal karakter Cak Badul, selalu mendapat hiburan. Cak Badul sangat cerdik dalam memanfaatkan setiap situasi. Pada musim kampanye, di fecebook, ia selalu muncul pada postingan-postingan viral. Menyelinap mempromosikan usahanya. “Jutaan rakyat Indonesia membutuhkan Daun Papua,” tulisnya. Atau kalimat lain, “Daun Papua, Solusi Paten Keharmonisan Rumah Tangga”, dan sebagainya.

Berita berbau perselingkuhan, berita paling manis bagi Cak Badul untuk di-share di facebook dan diberi caption, “Nah, lho? Coba Pakai Daun Papua,”.  Begitu juga berita perceraian selebritis dan tetek bengek seputar kelambu dan  rumah tangga. Bosan dengan itu ia beralih ke meme. Tiba-tiba muncul gambar cicak dan iguana dengan caption “Mengubah Cicak menjadi Iguana,” Kami orang-orang dewasa tahu kemana arahnya itu.

Kami, teman-teman yang kenal baik menjuluki Cak Badul sebagai Menteri Pembesar Bangsa. Tapi Cak Badul lebih suka menyebut dirinya dengan Tabib Nusantara. Belakangan setelah usahanya moncer aku melihat foto di akun facebooknya berubah. Berudeng-udeng putih dengan wajah brewok lebat. “Tabib Nusantara, Mitra Rumah Tangga Samawa,” tulisan di bawah fotonnya.

Soal khasiat Daun Papua aku memang belum pernah membuktikan meskipun ia bersedia memberiku cuma-cuma. Tapi dari banyaknya testimoni yang ia tunjukan aku percaya saja bahwa Daun Papua berkhasiat nyata memperbesar anu kaum pria secara permanen. Tanpa sungkan Cak Badul menunjukan foto-foto sebagai bukti. Aku tetap menolak kebaikan Cak Badul sebab aku merasa punyaku sudah cukup.

“Klien saya juga banyak yang perempuan, ibu-ibu. Bahkan lebih banyak. Mereka memesan untuk suaminya. Sebagian menjadi reseller saya,”

Dari pengalaman itu Cak Badul menyimpulkan bahwa sembilan dari sepuluh perempuan lebih menyukai barang besar. Aku tertawa. Cak Badul terus bercerita. Daun Papua juga berkhasiat memperbaiki keturunan. Memperbaiki gen kulit. Penuh percaya diri Cak Badul menunjukan anaknya yang sekarang berusia 2 tahun. Kulitnya putih dan glowing.

“Kamu tak percaya? Siapa yang berkulit putih? Ayah dan ibunya kamu lihat sendiri, Negroid. Dua kakaknya sama. Itu karena khasiat Daun Papua. Jadi bukan hanya mengubah kecil jadi besar tapi juga mengubah warna,” ujarnya. Aku ikut mengakak. Sulit memang mempercayai ucapannya itu. Tapi faktanya memang demikian.

***

            Aku datang menemui Cak Badul karena kebetulan dalam urusan pekerjaan,  harus mampir ke Samarinda. Semula rute perjalananku, dari Long Ampung ke Ibu Kota Malinau lalu Tarakan dan dari Tarakan ke Jakarta. Namun di Bandara Long Ampung  aku dan 2 penumpang lain yang berada di urutan 3 terakhir daftar bokingan, di-cancel sebab pesawat harus membawa pasien yang mengalami pendarahan. Ada dua pilihan, pindah jadwal ke 3 hari kemudian atau beralih terbang ke Samarinda. Aku memilih terbang ke Samarinda.  Hitung-hitunganku, meski menambah sedikit harga tiket, dari Samarinda pulang ke Jakarta lebih murah dan di Samarinda, sebelum ke Bandara Sepinggan Balikpapan,  aku bisa temu kangen dengan Cak Badul.

 

            Kabar ia akan mencalonkan diri sebagai kepala desa itulah yang sangat menarik bagiku. Analisisku, Cak Badul tertarik jadi kepala desa karena menjadi kepala desa sekarang enak. Punya penghasilan tetap yang jelas ditambah penghasilan lain-lain yang dapat diperoleh dari proyek-proyek desa. Itu berkat kebijakan Presiden Joko Widodo. Nah, bagaimana ceritanya dia yang nyata-nyata di depanku menyatakan diri akan menjadi oposisi permanen tiba-tiba berkoalisi?

            “Serius Cak?”

            “Lho, sampean nggak lihat baliho-baliho di jalan itu?”

            Ya, aku melihat baliho-baliho besar di sepanjang jalan. Kupastikan Cak Badul harus menyiapkan fulus besar untuk itu.

            “Itu semua dimodali beberapa klien saya, orang besar,”

            “Hebat,”

            “Daun Papua,”

            Kami tertawa.

            “Kecuali aqidah, dalam hidup ini tak perlu ada yang dipertahankan mati-matian. Seperti air saja, mengalir ke mana pun enaknya. Apalagi hanya dalam soal politik. Kemarin saya anti pemerintah sekarang sebaliknya. Dulu saya pengusaha, sekarang pedagang, besok kepala desa,”

“Stop jual Daun Papua?”

“Kalau itu selama yang namanya makhluk bernama laki-laki ada, tetap eksis,”

“Nggak malu?”

“Presiden saja berdagang, apalagi cuma kepala desa. Negara maksud saya,”

            Kami larut bercakap. Ketika wabah memporakporandakan berbagai tatanan kehidupan bisnis Daun Papua oleng dan macet. Cak Badul kelimpungan. Omesetnya melorot drastis.

            “Beruntung saya sempat berinvestasi,”

            “Sekarang bagaimana?”

            “Mulai lancar. Stok banyak. Tapi itu buat modal saya Pilkades,”

            Cak Badul berdiri, lalu berjikat pergi ke dalam. Kembali membawa dua karung penuh berisi. Di depanku ia membuka ikatan. Karung itu ia pakai untuk melapis plastic besar berisi serbuk hijau.

            “Ini Daun Papua. Sudah dikeringkan dan digiling menjadi serbuk. Tinggal saya ramu. Bisa jadi ribuan bahkan puluhan ribu bungkus. Inilah modal saya berkampanye nanti. Modal untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Kunci kemenangan. Ingat, seluruh rakyat Indonesia membutuhkan Daun Papua. Saya hadir untuk memenuhi kebutuhan hakiki mereka,”

            Aku tertegun. Tawaku meledak. Cak Badul berdiri gagah, menang!

 

Samarinda-Majalengka 2022

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top