Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Baban Banita

0


SEPERTI LUMUT MALAM

 

Cinta itu akan pergi. Keluar

melalui pori-pori tubuh kita, melarung

dalam gemericik waktu.

Yang tertinggal hanya kenangan,

mungkin hujan

juga nama-nama.

 

Cinta itu akan pergi

seperti gugusan magrib

dan burung-burung yang raib dalam gelap

akan lenggang seperti warna lumut malam.

 

28032021

 


 


NOTA ULANG TAHUNMU


 

Ada yang diam-diam pergi dari tubuh kita. Begitu halus

seperti sepersekian juta embusan napas bayi saat lelap.

Karena itu, kita takpernah tahu dan sering takpeduli.

Pada saat ulang tahun kita sering menyebutnya dengan keliru;

usia yang bertambah katanya. Tapi tak apa

menikmati misteri adalah bagian dari perlawanan terhadap bosan.

 

Mari kudoakan selalu

semoga keberkahan memayungi perjalananmu dalam hujan

dan panas waktu.

 

28 Maret 2021

 

 



FOBIA


Ulat hitam yang punya variasi bulu

hijau, merah tua, dan sedikit biru

begitu indah. Setiap malam

menghabiskan pucuk bunga yang kautanam

di pot keramik itu. Tak tampak ada ulat

tapi tahinya yang seperti biji randu

berserak di sekitar pot. Kau sangat yakin

itu jejak ulat bulu dan takpernah kaudekati bunga itu

sebab kau sangat takut ulat bulu


Aku menulis sajak dan mengirimkannya padamu.

Aku tak menuliskan namaku

atau hal lain tentangku di sajak itu

tapi kamu sangat yakin, siapa penciptanya.

Dan hingga bertahun-tahun takpernah kaubaca sajak itu.

 


29032021


 


 

PADA UJUNG PENGHUJAN


 

Pada ujung penghujan

kita sibuk merencanakan piknik

dan memecahkan tabungan

 

Pada ujung penghujan

tanah dan pohon sibuk mengumpulkan air

dan membayangkan panas debu kemarau

 

Maret 2021

 


 

 

KOSONG

 

Nah, diamlah

nada itu

akan kembali

pada sepi

pada tiada

 

2021

 

 


 

ALMANAK YANG TANGGAL

 

Tahun ke tahun almanak tanggal

dari tempatnya. Dan paku

di dinding itu tambah terpaku.

Menyaksikan angka yang setiap kali lewat.

 

Jogja, 2006

 

 

 

 

SAJAK JULI

 

Rumah kita hanya kertas dengan coret moret seadanya

Kita begitu menyukai ruang makan

Padahal kosa kata di atas meja makan tidak pernah beranjak

Dari tahu dan tempe. Kadang sebulan sekali

Kita baru menemukan kata sapi

Itu pun dengan sedikit keributan

Karena harus berbagi kursi dengan para tamu atau ibu bapak kita

 

Untuk bercinta pun kita pilih ruang makan

Selain lebih lama ejakulasi juga rasanya lebih menantang

Karena ada semacam petualangan atau semacam ketakutan

Sebab ruang makan itu tanpa daun pintu

Ntahlah, mungkin juga karena aku sering kelaparan selepas orgasme

 

Rumah kita hanya kertas dengan coret moret seadanya

Dan ruang makan adalah tempat tidur kita, tempat belajar,

Tempat menerima tamu, mungkin juga tempat mati kita

 

Juli 2008

 


 


NAMA KITA

 

Di air selokan itu tercatat nama kita, deras menuju sungai

Di sungai itu tercatat nama kita, deras menuju laut

Di laut itu tercatat nama kita, deras menguap menuju langit

Di langit itu nama kita menjadi hujan yang menangis sepanjang sore

Jatuh di halaman rumah dan menggenang menggenapi sepi malam

 

Juli 2008

 

 

 


KAMPUNG HALAMAN

 

Di tiap senja

Aku ingin sembahyang

Menyebut nama-Mu

Menyebut sekian pilu

 

Di tiap senja

Aku ingin sembahyang

Ingin menangis sembunyi-sembunyi

Dalam peluk kabut

 

Februari 2006

 


 


HUJAN ITU BERCERITA

 

setiap menjelang malam hujan itu bercerita

selalu tentang dingin dan beberapa pengembaraannya

yang membuat daun belimbing itu megap-megap

 

kata hujan, pengembaraannya sampai juga di pelupukmu sore itu

katanya  kaumenangis dengan sedikit sedu

sambil membolak-balik sajak yang belum juga usai

 

hujan itu bercerita kemudian mengembara lagi

aku sempat menitipkan cium yang hangat dan kangen

untuk disampaikannya pada pelupukmu

yang katanya setiap sore suka tersedu

sambil membolak-balik sajak yang belum usai itu

 

2013

 


 


NYANYIAN ITU MENGGELETAK DI MEJA

 

/1/

nyanyian itu menggeletak di meja

suara kesedihan dari tangis anak-anak

yang ditinggal mati bapaknya

begitu gelap dan tajam

seperti bola lampu yang mendadak pecah

tiap tetes nada adalah hati yang dikulkaskan

 

/2/

malam demikian teguh pada gelap,

dihisapnya setiap cahaya, setiap bayang-bayang

setiap kenyataan yang berbaris di sisi-sisi garam

bahkan suara selokan yang melintasi kening kita

yang kian mempertegas malam

 

/3/

kita bukan lagi kanak-kanak yang telanjang tanpa sungkan

di setiap pangkuan, kita sebuah kisah antara pohon jambu

di halaman itu dengan layang-layang yang nyangkut di rantingnya

 

/4/

nyanyian itu menggeletak di meja

kita telanjang setiap kali mendengar warnanya

kita bertanya pada setiap pertanyaan

hingga pertanyaan itu menumpuk menjadi pertanyaan-pertanyaan

 

/5/

ada dua kelebat bayang-bayang

antara musim hujan dan plastik hitam yang melindungi kepala

ada tangan yang gemetar kehabisan kata

ada ciuman yang berkeringat kehabisan jeda

ada rumah yang disegel dengan huruf merah

kita menikmati es krim dalam malam yang dingin

sembari membayangkan menjadi bayang-bayang itu

 

/6/

nyanyian itu tergeletak di meja

 

/7/

nyanyian itu tergeletak di meja

sampai suatu waktu napas kita akan memungutnya kembali

 

2007—2014

 




TENTANG WAKTU

 

Pada tik tok jam itu

Tersandera bermacam-macam nasib

Ikut berputar

Seperti ingin keluar

Dari detaknya

 

Desember, 2015

 

 


 

TENTANG GERIMIS

 

Pada gerimis yang jatuh di kacamatamu

sesungguhnya ada cerita dan berita

dari pulau yang jauh.

 

Kaca yang mendadak buram

dan langkah yang perlahan menjadi sepi adalah pesan

yang disusun sejak berabad-abad  lalu

ketika kau bertanya di sebuah kalimat.

 

Engkau pasti tahu mengapa gerimis selalu berasa singkat.

 

Desember, 2015

 

 


 

SEPERTI KEBAS JAM DI LARUT MALAM

 

Seperti  kupu-kupu yang melarung ke barat:

merindu gelap daun

mengepak sayap memainkan  arah maut

kau tidak pernah ragu

 

Seperti kelebat cangkul yang melesap

menggali kubur:

bunyinya merangkum sendu

menata nada basah

melampirkan sepi

kau bermata tanya

 

Maka aku ucapkan segala kata yang berdiam

di cemas dan gemas hati, segala kata

yang mengingsut di lokan tubuh

agar besok masih berpendaran waktu dari matamu

 

seperti kebas jam di larut malam:

aku mengejanya

 

31 Desember 2015





Tentang Penulis


Baban Banita seorang Pendidik di FIB Universitas Padjadjaran, lahir di Sumedang pada 22 Desember 1969. Selain mengajar dan aktif pada organisasi kemahasiswaan  Unpad, penulis juga aktif sebagai komunitas di beberapa organisasi, di antaranya sebagai Ketua Komunitas Tani Hutan Panyaweuyan Desa Margamekar Sumedang, Ketua Komunitas Pingpong PTM Manggu Sumedang, Pengurus PTMSI Cabang Sumedang, dan mengelola Perpustakaan Taman Pamekar Desa Margamekar Sumedang.

Buku yang telah diterbitkan: 1. Pengkajian Puisi Indonesia, 2. Intertekstualitas Sajak-sajak Goenawan Mohamad, 3. Kajian Intertekstual Sajak-sajak Goenawan Mohamad, 4. Antologi Puisi Bersama (Negeri Poci), 5. Antologi Puisi Bersama (Pesan Ombak Padjadjaran), 6. Beberapa Book Chapter, 7.  Contoh tulisan ilmiah (diterbitkan di Jurnal diksi UNY dengan judul Seksualitas dan Relasi Laki-laki Perempuan dalam Sajak Persetubuhan Kunthi Karya Goenawan Mohamad).

Penulis beralamat di Dusun Nanggorak RT01/RW04, Desa Margamekar, Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang. Saat ini penulis sedang menyusun Antologi Sajak tunggal.


Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top