Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Fatimah Az Zahrah

0

SWASTAMITA

 

Kau kembali lepas lengkung di bibirmu

Sebelum akhirnya mesti kesana, entah apa

Sebab pergimu sayang,

orang-orang dominan berbicara perihal "apa kabar?"

Aku selalu ingin tidur sembari memeluk tubuhku sendiri

Sementara rindu malah membisu kepada sore.





JIKA

 

Tidak peduli meski mungkin pada akhirnya, 

kita berada pada jalan yang tak sama

Hanya yang ku tau saat ini bahwa aku mencintaimu

Sungguh masih denganmu

Terima kasih telah menjadi satu dari banyak bukti kebaikan Tuhan untukku.

 

Aku selalu suka hal-hal bersamamu 

Andai bisa dan diperbolehkan,

Aku ingin lebih lama lagi denganmu

Bulan depan, 

Tahun depan,

Lima sampai enam tahun ke depan,

Atau jika boleh lagi ku tawar,

Aku ingin selamanya.

 

Ah, tapi tidak!

Biar Tuhan saja yang mengaturnya,

tapi.. bolehkah aku meminta?

Sudahlah, lebih baik kembali lagi pada kalimat pertama.

 

 

 

 

ENTAH

 

Lalu, bagaimana melupa? sedang cinta padamu, jatuh setiap hari.

Lalu, bagaimana hilang? sedang harummu menetap di sini.

Lalu, bagaimana keras kupaksa hapus? sedang kau memintaku menulis terus.

Lalu bagaimana dengan waktu?




 

DILEMA PUAN

 


Semesta mulai gelap

Cahaya yang kukira lentera,

ternyata hanyalah sebuah lilin yang kian redup

Tak ada lagi surya, cahaya, apalagi rasa

Lengkung kini jadi lurus,

tapi senyum Tuan tetap saja manis

Kenangan dalam gambar selalu tahu

Tuan masih jadi rupa yang ku rindu

Namun, terkadang waktu mencela temu

Pada hari yang barangkali tak perlu di nanti

Semoga kita,

Tuhan pertemukan

Walau hanya sekadar kebetulan

Sungguh Tuan, rindu ini menyebalkan.

 




ASING

 

Padaku lampu jalanan merajut senyum yang mengangguk sopan

Membisu, si pagar rumah menatap ku berlari

Aspal abu yang menangkap ku agar tak semakin jauh,

Rumah-rumah yang tersenyum ramah

Burung-burung yang ikut  berdiri menatap arah yang sama

Dan bulan menangkap senyum, menerima pesan dari angin malam ini

Bantu sampaikan rindu, pada lelaki yang kusebut dalam doa tadi.

 




JENDELA

 


Di kamar, 

dekat jendela, 

dalam rumah

Orang-orang rungsing belagak melupa waktu 

Waktu merindukan sakitmu, sayang 

Sementara aku sibuk mencari wangimu di situ

Dari detik yang hilang,

dari sebuah menit nak menjadi jam

Bicara soal senyap dalam detik manusia lain.

 


 


HARI BIRU

 

Hari yang kuberikan padamu,

kunamakan sabtu biru

Setelah matahari terbenam, sepi menari

Tambah malam masih menanti

Sedang gedung gelap itu tidak tahu

Apa nasib temu setelah ini

Takdir atau apalah yang akan membawamu datang kemari

Yang tinggal cuma kenang, kenangan, dan mengenang.

 



 

KEKASIH

 

Adakah yang lebih memesona,

dari senyum bibirmu yang menyilaukan mata itu

Tentu yang memberinya jauh lebih memesona

Maka jadilah kekasih dari yang Maha Welasasih

 



 

SELFI

 

Jari lelaki tua ditakdirkan Tuhan untuk mengintip senja,

Tidak ada jari kelingking untuk mengusik orang lain

Tidak ada jari manis,

yang pandai berpura-pura mahir kala berucap,

namun bukan penyejuk kala berbuat

Tidak ada ibu jari yang munafik,

menunjukan tanda setuju dan rasa suka

kepada sembarang manusia

Hanya ada jari tengah dan jari telunjuk,

yang tegak kokoh berdiri sebagai penengah

Juga kiranya dapat menjadi penunjuk arah

serta penanda kehadiran bagi yang membutuhkan

Lalu tersenyum si lelaki tua, sambil mendesis “cisss”

Ia tersenyum ramah,

kedua jari-pun membentuk bayangan yang simetris

Tuhannya abadi dalam hati yang dinamis.

 




PADA AKHIRNYA

 

Pada akhirnya semua akan menemukan riangnya masing-masing.

Kau dengan tawa yang baru, sedang tawa ku masih sama.

Setelah sekian purnama, aku mencoba meraih

Tersadar kini, yang harus diperhatikan ternyata adalah diriku sendiri.

Aku pulang.

Wahai tubuhku.

Mari turut berbahagia atas mereka yang menemukan pelangi baru

Aku dan kau akan selamanya hidup untuk senang dan sedih

Mereka hanya bergantian,

selamanya akan seperti itu

Harap mu biarkan mengalir,

nanti akan terbawa arus,

lalu hanyut dan hilang.





Tentang Penulis

Fatimah Az Zahrah, lahir di Bekasi pada 15 November 2001. Seorang mahasiswa semester akhir di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang menyibukan diri dengan berbagai kegiatan organisasi. Penulis berpindah dari Jakarta sebagai kota besar yang ramai sampai ke pelosok desa di Purworejo, Jawa Tengah yang hening hingga saat ini kembali mencicipi kehidupan kota yang rungsing di Serang, Banten. Motivasi dalam menulis, berkaitan dengan mimpi besar agar pikirannya dapat menghasilkan karya yang asik dinikmati.

Keinginannya untuk menulis puisi dimulai sejak menjadi mahasiswa baru ketika mengenal Arip Senjaya dan Suta Sartika. Karya puisi pertamanya berjudul “Surat untuk Bapak” menjadi top 3 dalam perayaan Hari Ulang Tahun Jurusan PBI tahun 2020. Tulisannya dapat dilihat pada laman janmasri.blogspot.com/ yang tertera dalam biodata instagramnya @fatimahhzahr. Penulis bisa dihubungi melalui email: fatimahzahrr@gmail.com.


Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top