Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Mauliya Nandra Arif Fani

0


 

PERTALIAN SEMESTA

 

Kali ini renjana telah manampakkan

Warna maroon pada kelopak usianya

Memekarkan taman-taman suci

Mendayukan angin yang sepoi

Yang menabuh dedaunan muda

Di sisi batang bambu

Di sepanjang semenanjung Cina

Bisikannya menggema di langit

Sampai purnama menggenapkan cahayanya

Warna-warni pulau di peta menjadi bukti

Akal dan hati telah melampaui angkasa ilmu

 

Ialah renjana, gadis purnama

Yang setiap malam rela menjamu rindu

Dengan air susunya

Setiap tetesnya dialirkan kesabaran

Merawat janin di dalam rahimnya

Yang kini masih membuai jiwanya

Di alam khayangan

Kelak menjadi titah

Di seluruh titik usianya

 

Kala pagi mengepakkan sayap

Kendi air panas berasap doa

Membantu langkahmu

Menembus tembok selatan

Sampai kembali malam nanti

Sambil membawakan bunga satu koper

Agar dilihatlah dunia

Yang terang meruang mewaktu

Kau sibuk menyiumi wajahnya

Lalu ia mengikat diri di tiang ranjang

Menanyai apakah ini benar-benar sudah terjadi

 

Sejauh itulah kehidupan

Yang terekam dalam imaji renjana

Gadis purnama, yang setiap malam

Rela menjamu rindu dengan air susunya

Maka ia menanyakan pertalian pada semesta

Perihal tali yang sewaktu-waktu merajamnya

Dengan sebuah rindu, dengan sebuah nestapa

Pesannya jelas tertuju padamu

Dengan mata penuh binar

Tanda kejujuran hatinya

 

Purwokerto, 13 Oktober 2019

 

 



PADA MUSIM ITU

 

Dengan lantunan syair

Aku mengenang

Keabadianmu di usia cinta

Menenggelamkan getir

Pada manjanya hari-hari

 

Oleh sebab nakalnya rindumu

Menghantuiku hingga aku

Berpeluk dengan batang eru

Pelukis hitam di pipiku

Dalam manisnya lari kecilku

 

Dengan bisikkan dzikir

Aku mengenang

Polah lugumu di masa jahiliyah

Yang terekam waktu

Di sudut hari di gedung tua

 

Cintamu begitu usil

Membenturkan pesawat kertas

Melekuk di dahiku yang lemas

Menembus sampai ingatan

Hingga kini lamanya

 

Dengan ini aku mengenang

Segala tawa

Pada keisengan rindumu

Melukis ledek di bibir kawan

Sebab kata terucap olehmu

Mewarna merah di wajahku

 

Aku mengenangmu

Di segala musim

Saat kau mulai terbang

Mencari hidup

Dan kekal menjemputmu

Sampai keabadian

 

Banjarnegara, 31 Mei 2020

 

 

 

 

SAJAK ARUN

 

Cemara hitam tertawa gigil

Sebab mungil pipiku

Tenggelam di bibir taman

Terukir garis dari rantingnya

Yang menjalar di tubuh nadi

Larimu paling laju

Di antara ejekan yang mengesankan

 

Bahkan di musim ketujuh

Daun-daunnya takkan mengering

Lantaran waktu tak memetiknya

Dari dahannya

Rumput di padang savana

Tak hendak mengering

Sebab hujan dan kemarau

Bergantian melimpahi

 

Hingga masuk usia cinta kesembilan

Aku tak hendak menyesal

Hanya bernaluri cinta kasih

Dan ia mengalahkan getir

Juga masam pada senyummu

 

Duka dalam cita

Menyelimuti kabu

Sebab cintamu

Seusia edelweis biru

 

Banjarnegara, 31 Mei 2020

 

 

 

  

SAJAK PERMINTAAN 

 

Musim lalu kau memintaku, Abu Ri

Melukis surga di kakiku

Untuk si mungil nanti

Aku memilih merah muda

Pada warna rumah baru kita

 

Menjelang malam

Kau mengajari Alif Ba Ta

Sedang aku tersibuk

Dengan sumbu perapian

Mematangkan nasi merah

Lengkap dengan sayur dan potongan daging

 

Setelahnya kita larut dalam cengkerama

Mengabadikan kenangan

Di malam purnama

Menyelesaikan rindu bersama-sama

Lalu berselimut dalam cinta

 

Pagi terbit, kau di sampingku

Merangkai catatan indah

Dalam kamus harianku

Membalas senyum manis

Di akhir kalimatku

 

Salam yang hangat

Tepat pintu mobil terbuka untukmu

Melayanimu dengan kebahagiaan dunia

Sepanjang detak jantungku,

Hingga aku hidup kembali

 

Kelak jika aku tak lagi menghuni rumahmu

Tetaplah ada dalam hidup yang fana

Simpan saja namaku

Di dalam lemari doa

Hingga surga bahu-membahu mempersatu

 

Banjarnegara, 1 Juni 2020

 

 

 

 

TELAGA         

 

Sore ini aku berkunjung ke telaga

Tempat tubuhmu tercebur dalam janji

Akan indahnya mawar di padang ilalang

Di serabut akarnya, cinta ditanam

Dengan tanah yang paling sempurna

Maka diri hendak mempercaya

Tiadalah kasih menjadi purna

Bila ajal menyeru ke pangkuannya

Sebab usia bukan lagi masalah

Pun hidup akan menjelma

Hingga ke ruang surga

 

Banjarnegara, 1 Juni 2020


 

 


KENANGAN ARLOJI

 

Telah berlalu masa itu

Hari sore, di mana angan

Menjadi berseri oleh angin lembut

Yang melabuhkan kapal-kapal tembaga

Para nenek moyang

Tenang danau jiwaku

Sedang imaji mengepakkan sayap

Ke pulau Jeju

 

Sebelumnya aku sempat mengira

Kalau pertemuan itu

Takkan mungkin tiada jejak

Lukisannya terlalu cerah

Pada kanvas jemari

Yang dapat kugenggam kapanpun

Dan tentu bukanlah cerita

Pada mitos-mitos kuno

 

Diam-diam jalannya waktu

Masih ditemui kedipan permata

Melalui gelombang elektrik

Hasil keindahan alam

Semesta pikiran fisikawan

Kami saling jumpa

Dalam kedipan mata

Di atas ranjang kamar euforia

 

Dengan bahasa penduduk langit

Kami beradu kata

Melembutkan cinta hingga kebijaksanaan

Yang pernah tertulis

Di prasasti istana Mulawarman

Kini, menjadi titah

Bagi bocah berusia sepuluh tahun

Yang mengemban cinta kasih ibunda

 

Purwokerto, 13 November 2019

 

 

 

 

MALAM DI PUNCAK GUNUNG SAHARI

 

Kali ini malamku tersyukur

Di antara bintang yang tertutup awan beton

Dan berpijar di gedung tinggi itu

Bila keheningan menghampiri

Mulailah diri dipatuk kekaguman

Warna-warni malam ibu kota

Menghibur diri dari candu

Rasa duniawi

 

Maka di atas dipan-dipan yang menawan

Al-Fatihah menjadi dongeng teridah

Sebelum beranjak

Kepada mimpi

 

Jakarta, 3 Februari 2020




 

PEREMPUAN SEPANJANG WAKTU

 

Air matanya adalah mahasabar

Di atas kasur penuh rindu

Pada buah hati yang melekat cinta

Yang namanya diabadikan

Dalam udara malam

 

Bahagianya adalah mahaluas

Kala si mungil puas

Melahap sayur tanpa bahasa kias

Tertawanya lepas

Membawa girang lari kecilnya

Yang landas

 

Nyanyiannya adalah mahaindah

Untuk tangis pemecah malam

Hingga merah pada matanya

Dan kembali kepada mimpi

Kecil yang penuh nada suci

 

Doanya adalah mahasuci

Untuk seluruh nama

Yang pernah di rahimnya

Mengantarnya ke panggung dunia

Hingga waktu yang paling senja

 

Hanya iman yang siap sedia

Membawa diri ke hangat peluknya

Sebelum ujung dunianya

Hingga pakaian tergantung

Di kamar kosongnya

 

Purwokerto, 9 Desember 2018

 

 

 

 

DI PUNCAK BUKIT GERMANGGIS

 

Aku melihat kilauan lampu

Lalu wajahmu menyelinap di antaranya

Di dingin yang menusuk ruang sendi

Bulan tersenyum pada langit gelap

Menyampaikan bahasa dari sungai darahku

Mengalirkan kata dari rumput kepada kota

Aku tak hendak beranjak ke ranjang

Sepanjang kilometer yang indah

Terbentang di antara tiang listrik dan lampu jembatan

Tiada jurang di kata pisah

Antara jarimu dan jariku

Angin lembah di curam hatiku

Tak mampu mengalahkan rayuanmu

Cumbunya di putik anggrek merah

Aku jadikan wangian di putih gaunku

 

Bukit Germanggis, 27 April 2019

 




Tentang Penulis

 


MAULIYA NANDRA ARIF FANI, berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah. Sekarang dia menempuh pendidikan S2 di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto, Prodi Pendidikan Agama Islam. Dia menjadi anggota di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) UIN SAIZU. Karyanya dimuat di beberapa surat kabar, buku antologi bersama, dan pernah jadi Juara 3 Lomba Puisi Nasional Event Hunter Indonesia sehingga dia berkesempatan melakukan kunjungan sastra ke Singapura. HP 085726377842; Email mauliya.nandra@gmail.com; Facebook Mauliya Nandra Ariffani; Instagram @mauliyanandra

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top