Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Jang Sukmanbrata

0


 

MENGUNYAH BINTANG 

 

I

bintang tak lagi bening

cakrawala menenun kain 

bentangannya di mata kiri

kukhawatirkan di malam sepi

pengemis tanpa sebungkus nasi 

kata kata hanya barisan prajurit puisi tak menjelmakan keadaan lebih baik 

senyuman tak lebih manis 

tawanan kelaparan bukanlah wabah;

"Simpan dalam diam, kawan!"

corona senang berpesta saat lengah jejak kebodohan pikiran menjadikan ular besar di gorong gorong kota, 

kekesalan jadi kolam renang anak - anak pemulung limbah 

oh kasihan si tulang si opa

bintang tak kunjung datang,

hujan menjamunya di awan tebal

 

II

Kita merajut kemiskinan di laju detik mengurainya dalam pelenyapan diri

filsafat tanpa akar digadang-gadang - serupa biji kopi terbaik buangan luwak 

dipungut dari tunggul kayu rapuh,

di rumpun bambu diambang punah 

begitu bintang tak lagi terang

ketakutan jika prosa berubah sajak

rasa kasih digadai ke si gila hormat

kemurnian puisi dibubuhi esai

Bintang tak lupa bening

Sorot mata purba muncul dari gua garba;

"Berikan hati orang - orang bernyali singa,

kami tak butuh karcis tanda miskin ;

kami putra Ramadan, 

anak Muharam, 

putri kandung Nisfu Sya'ban 

dan anak buah Pemilik Zaman"

Bintang belumlah terang

jalan ke pertanian hari tua membentang;

sedikit sabar menunggu isyarat Tuhan

yang menjelma di segala keadaan.

 

III

bintang di matamu pun menyala;

biarkan wabah jadi novel sejarah

desa kita nyawa indah bersama;

"Raihlah bintang yuk sebelum mulut malam melahap kencang"

Bintang itu kaki kita yang bercahaya,

abad silam ulama mengkarantina;

"Banyaklah baca buku di taman, kemerdekaan adalah ombak lautan, rumput liat di celah celah tanah kota, 

dan jalan jalan desa."

Menyentuhnya, atau menggunakan

 

Padalarang, 22 Mei2020-Maret 2022



 

SAJAK LAHIR SEPERTI KANAK 

 

Ini desir hati mengantarkan puisi 

Kata kata dari hening tembus langit 

Anak burung mencari pakan sendiri

 

Ini denyut jantung meniupkan kidung

Selaksa nafsu dibatas dikurung

Puisi adalah kuda dipandu

Kabut lembut menurun

 

sehelai sayap

seliar asap hutan

suhunan rumah

jiwa merah kembara

sajak membuka taman 

 

Anak-anak itulah taman bunga dunia

Kejujurannya, suara Tuhan di benak.

 

Bukit Padalarang, 21-22 Mar.2020



 

KONTEMPLASI AKHIR TAHUN

 

masih hujan gerimis

menyapa trotoar sepi

tetesnya ke ulu hati

laki-laki itu meringis

demontrasi jadi puisi.

 

ya apatah refleksi 

masih duduk sendiri 

menyebut nama sunyi 

waktu oh bergigi taring 

lagumu lelap di ranting

 

dingin di ujung tahun 

menyuruh buka buku 

jarinya selembut kabut 

pijatan sesegar embun 

cermin baru kau cium

 

si kontemplasi datang

matanya serupa elang

melayang atas kenangan

ia kawan di jalan berpulang

ujung tahun ini catatan rantau panjang

 

pesta ayam bakar

meskipun tak suka jiwa kita dibakar

api unggun sudah cukup temani malam

peluk lalu lepas si masa silam

dekap dan bawa si masa kini 

ke depan

 

Bukit Berlian, 19Desember2021



 

TEMBANG LARON-LARON 

 

Malam tak berhitung 

kapan dia menanggalkan selimut gelapnya

Begitu pun siang tak mengabarkan memasang lampu beningnya

Malam penuh cahya meliput seekor laron 

dari kebun bunga, 

mampir di rumah seorang petani

Bertemu dengan tokek bambu 

Menatap penuh kasihan,

" Laron kau makhluk tanah yang bisa punah dimakan atau terinjak "

:"Ya aku laron menginginkan hangat cahaya, namaku terkenal menjadi tembang, 

lambang perjalanan menuju Tuhan. 

Rela diri mati berkorban demi cahya"

 

Tokek tersenyum, 

Remang di tiang bambu hitam

titian sunyi memuji Tuhan

mengingatkan desir angin gunung akan datang

mata sipitnya mengerling,

" Laron kau bisa jatuh terpancing air "

" mau alam, aku ada untuk cahaya dan kolam"

 

Sebaris laron berduyun dari semak rimbun

Lagu cinta perkasa dari sayap tipis lembut 

jatuh di daun, sebagian mengabur di sela jendela

Jalan ke bale kabuyutan masih berkabut

Satelit Pentagon berputar bingung 

 

Cicak, tokek bersiap-siap pesta laron

Laron tahu

tak pernah murung, oh malah beruntung

Lahir dan mati jelas terhitung

Persembahan agung

makhluk lemah rela menyerah pada pemburu 

Selamat datang laron-laron keluargaku

 

hindari asap 

disitu pekat jiwa 

seuntai doa

terbang atas kenangan

mekar tumbuh ylang ylang

 

Kabuyutan Rajamandala, 4Juli2019


 

 

JEMBATAN DI TANAH RAMPASAN

 

jembatan lengang

remang di lorong panjang

ikuti sinar

 

1_

dimatamu bulan berpesta

cahaya keluar masuk rumah

menyisakan hangatnya pelukan 

angin pemberontakan melucuti duka

tiada kusesali waktu o lajunya sempurna, menjadi panglima perang di tengah dada

 

2_

semua rencana jadi layar terpanjang

tak mungkin bebas dari bujukan kota 

tak lepas dari kerinduan ke desa tenang

Ini malam tak bertepuk tangan

gemanya saja tertinggal di besi jembatan,

langkah langkah itu ih langkah kesepian,

kalian sudah rampas tanah moyang; menyusun bata di atas kuburan ibu bapa,

kecelakaan dari karma menunggu disana 

tak mungkin aku dapat menghibur selama udara cinta, udara kebencian terpisah lorong jembatan 

jalan pintas kota cemas

Saya minta kau tak lekas bergegas mari bersama mengambil tanah hak kita

 

jembatan remang

jalan para penyayang

bebas hai pejuang!

 

Bukit Berlian Padalarang, Feb.2022



 

SYAIR MAWAR MERAH PUTIH 1

 

kuhembuskan cintaku padamu 

saat tidur 

suara angin kebun bertingkah 

di daun, 

aliran cinta, oh belenggu setan dungu beribu abad lalu, kini tak terhitung, menduduki perkara senyap, 

tipu waktu - menyaru lumpur debu 

lepas dari LGBT Namdruz

Terkurung saat mesiah menyerbu, bait syair penyair terkutuk membisu 

__ adakah ruang untuk meloncat panjang dalam alunan air sungai pegunungan?

 

di bulan suci Muharam aku terjaga,

kerap pandangi dua tangkai bunga,

merah kelopaknya dikucur darah,

putih kelopaknya celupan kesucian utusan Tuhan

Mengutuk sepanjang peradaban, diluar sembahyang, sepanjang ziarah

lalu menangisi penghulu pahlawan, 

kutiupkan cintaku, dengkurmu o bara

mata leluhur agung semakin dekat, 

wejangannya lewat kawan lama, jumpa tak terduga; ia kupas kulit dunia;

ada yang baru; licik - simpan dendam

Kutarik cintaku demi tanah - hutan,

disimpan sebagai tenaga cadangan

Hai pengkhianat mampuslah kalian!

__ masihkah kekelaman disebut gemilang di abad cahaya berlarian?

 

Bukit Berlian, 16Agustus2022


 

  

BALADA SEMI SANG MAHDI 

 

sehari aku tak makan, lapar dibunuh, hasrat dilepas di sungai kaki gunung

kadang makan sekali, talas, ubi  

dan beragam sayuran parahyangan, 

lalu masuk ke dasar perut berombak 

menyatu di arus sungai darah

Belajar dari Daud kepungan musuh, puncak pengorbanannya Muhammad, dan sunyinya sang Mahdi yang hidup sendirian di balik pintu dunia; 

sang Pemegang mandat Tuhan 

di masa kini - zaman penghabisan, duduk di puncak gunung berkabut.

Datanglah, datang! aku siap tempur!

 

Matahari belum puas pada panasnya

Langit masih menurunkan cahaya 

Aku belum mampu mempersembahkan puisi indah pada pemilik zaman

Telanjang sudah di pusaran sungai purba, di kilauan batu-batu kwarsa 

Ketika pulang, belukar merebah, 

selama senyap hinggap, ia bertanya; kapan bisa ke kampung 12 bintang 

Ah keinginan - ilalang penghalang pandangan tak terasa dimanjakan,

tapi menolak di lalui cacing kuburan:

"Keluarlah dari dunia ini, cari Tuhan lain. Kalau ada, potong telingaku!"

Semata kasih Tuhan diperjuangkan

Datanglah, datang! Aku hunus kujang

 

Jarak tipis kegagalan - keberhasilan hidup tak menunggu kedatangannya, oh sedih, bila kita tahu dia menanti, kita merapihkan dunia, 

si jahat tertawa diatas derita,

si bodoh leluasa berkata, fana terluka

Pohon akasia, cemara dan ara bersama setan membangun istana

Yahuda si pengiri bergumam;

"Kelak kejayaan Yusuf akan pudar. Lihatlah keturunanku akan berkuasa"

Cinta Zulaikha membunuh asmaranya, melupakan asal mulanya

Pesta dalam kelengahan

Di sudut kota, lelaki tua berurai airmata, "Aku serahkan diriku pada kampung halaman ketiadaan".

Datanglah, datang! aku siapkan kuda

 

Jumawanya raja kegelapan

bulan dibaginya sebelas bagian

"Tuhan pencipta, aku datang!"

Mata satunya buta pada kebajikan

Perang terbentang, nuklir menghilang

Balik ke zaman pedang

Anak berlarian di hujan, "ya kami tiba"

Pemudanya menghindar reruntuhan 

mencari Dzulfiqar yang dijanjikan, 

"Ya singa Tuhan, kami siap di depan!"

Datanglah, datang! Aku siap perang

 

Bukit Padalarang, 30Mei2022



 

LANGIT KAN TIDAK TUTUP?

 

1

langit kan tidak tutup

awan putih masih berarak

awan hitam suka berkejaran

Tak bijak mengurung terus di kamar

tataplah sebentar, hirup mawar mekar

mendengar yang lapar di kampung urban

gelisahmu seperti tetes hujan di mata 

cermin yang melukiskan keadaan alam

Kantormu, mallmu, kedai kopi hiburanmu

di ruang para pemuja ragam berhala tua lampu lampu kotanya terkadang padam memanjang sampai ke jalan pedesaan keliaranmu disambut orang separuh kota

kejujuran duduk nyaman di pintu terbuka, acuh, peduli dan nyali telah dilewatkan

Mengapa kau nyuruh turun ke jalan

rakyat gaduh dibuat proposal binal

Rasa anyir orang orang miskin jadi peta

dinding kusam luput menjadi pelajaran, 

itu pelarian abadi gelandangan kaburan

Ya, tak layak kesal berjilid-jilid

tidak juga sesal berlembar lembar

Sini, kucium keningmu hai kawan sefana!

setidaknya iman berbusa bisa jadi kwas

melukis si sepi dan memahat si bengal

walau ternyata kamu menolak ditangkap

Ya sudah makan tuh virus corona!

kau maki-maki penipu di media sosial 

yang sembunyi di mimbar tablig akbar  

di majlis ulama kandungan perut biawak

"Selamat meminum air kebebasan"

kataku sambil menutup lobang biawak

(psikologi Jung remang remang)

 

2

karena langit tidak tutup, 

matahari tetap mencorong 

jangan bengong

banyu langit juga tetap turun. 

 

Tepian Bandung,13.5.2020 



 

BARBIE YANG DIBAKAR

 

: anak - anak belajar merdeka

 

Barbie, boneka yang dibuat pemburu

Merah, orange, kuning pucat kulitmu

membuka ingatan pada lobang jebakan, 

tipuan kota peradaban negeri rusuh

Dalam balutan kabut hembusan debu 

Bayang tiada arti - di larik lagu apapun,

selain senyum, mata terbuka, hati tajam

memandang alam, lekuk lembah, gunung menjulang, berbaris dan berpindahnya tak terlihat. 

Yang besar itu suka senyap

Terasa pohon bergelombang, 

ombak bergerak atas kepala

Saat melintas jembatan batas desa

ikan meloncat dari mataku yang lelah

menembus ketenangan arus sungai 

 

Barbie, boneka bagai peti pandora

membuat anak-anak lamur matanya 

Di negeri para mullah dilenyapkan, 

sebab godaannya terlampau keras, 

dikendalikan Ya'juj - Ma'juj dari gelap

Tak mau menyerah, 

malamnya dibakar, 

abunya ditaburkan ke truk truk sampah 

Merdekalah putri putriku, 

dunia mainnya dibalut cahaya

Rumah nyawanya manusia, 

tiada berhala dalam khayalan,

bintang di atas puncak pebukitan, 

tanda patokan peziarah makam

bintang di tengah lautan, 

panduan nelayan pulang.

Tolong hentikan kelewat banyak mainan

Nilai benda dari leluhur kita adakan, bujukan si pongah telah meremang

Anak-anak, o taman bunga di rumah, jangan rusak masa depannya

Biarkan mandiri di garis ciptaannya,

Asyik dalam nyanyian alamnya.

 

Padalarang, Sept.2022 



 

SANGATLAH SAYANG TANAH AIR

 

Sangatlah megah musim mangga 

di pancaroba negeri tropika, 

panas - sejuk - hangat saling mendekap, hamil dalam keagungan senyuman Tuhan; "nikmat manakah bisa kau sembunyikan?"

Daunnya telinga serangga, 

kakinya sayap burung kakak tua, 

jendela bambunya gerbang sukacita seniman angklung - arumba

Dunia salahsatu impian utama, 

helaran para pemusik taman kota

haus pujian, tepuk tangan atas kepala,

dan penyair layar maya mengencani kemerdekaan yang dipenjarakan raja raja gay baheula, tak puas mengawini ibu kandungnya

Syair syair beterbangan searah lintasan burung migran

Musnah meninggalkan limbah sejarah, 

pernah sia sia lalu kembali berjaya

Adapun harapan semu tuan Gates bebaskan digital - suntikan dana sosial cipratan milyaran mesin hoax bagi korban keadaan

Tapi itu bayangan 

di warga negeri lepasan Belanda,

kampung babakan enol tujuh belas, menolak bala celaka dua belas

Mampirlah ke lembah Anai, 

air terjun akan menghiburmu 

sepanjang betah istirah, 

larutkan - hapuskan lara sengsara. 

Hidup itu tanaman, 

bunyi tifa terindah dari hutan larangan,

sangatlah damai dipejaman mata

 

Sangatlah sayang pepaya baru matang, disambar lelawa, 

tak tahu belajar pertama melayani manusia dan burung kepodang

Keduanya belajar mengenal kematian 

di kunyahan orang

Ketiganya mengajarkan meninggalkan kemanisan

Yang muda biarlah jadi teman di sayur asam

-- Ambung, lalu kecuplah aku di pusaran udara fana!

 

sangatlah riskan berlayar malam tanpa arahan bintang

Setali tiga uang,

hiburan profan melenakan, 

dangdut dibiarkan sebebas bebasnya,

lupa moyang susah payah bangun peradaban

Lompat dari kepingan kepalsuan 

- menyusun seni keluhuran;

"Jangan bilang aku berjasa, itu tiketku dari wali jawara semua peperangan, 

jago hinakan amarah

Sejarah dunia merah putih hitam kuning dimulai darinya, salamlah sayang!

 

sangatlah indah air mata senjakala,

buliran jingga

surya jatuh kasmaran ke pejuang 

yang merangkak di gelap, 

"kau bagian dari cahaya"

Kilauan di terang jiwa 

sangatlah damba

 

Bandung,1 Okt.2022 


 

 

BURUNG  BURUNG ZUHUD

 

Tahun ke tahun

cuaca negeriku tak menentu, 

panas kemaraunya menjepit nyali hidup, 

kering siangnya dengan seutas pilu, malam kerontangnya berlumuran debu, langkah terbendung - dingin mengurung,

- biru sekujur tubuh, 

Burung burung, ya suaranya menjauh, 

Larik larik doa dimandikan rintik hujan,

 

Doa indah dibungkus seribu daun, 

minta datang si Hud Hud ratu burung

untuk mohon izin pada Daud, 

seratus mazmurnya digubah kidung 

agar sayap lembutnya sarat rindu, mengusap rambutku, 

cericit merdunya buyarkan rasa canggung, 

Kau tahu, abad ini dirundung bingung. 

Tuhan, aku malu, 

gugup ditertawakan waktu.

 

Di tahun ini, 

hujan tak berhenti,

tapi hawa panas tak beranjak pergi, 

dinginnya sulit bersimpati kepada yang miskin sekalipun,

membuat burung burung bersimpuh di hutan hutan jauh, 

di gunung gunung berkabut para hyang, di rumah batu dewa leluhur, 

namun tiada sahut menyahut

Sayapnya semua menutup.

O Malaikat petugas mengurus hewan, kemana kamu, 

 

Tahun ganti tahun,

umur bagai telur diujung tanduk, 

Cita-cita serupa burung jalak di punggung kerbau, 

mengharap lama membajak sawah, 

Harap cemas kutendang ke bianglala, 

"Aku butuh kepastian, bukan utopia bertopikan koboy Texas!"

Burung burung kurindu,

belum jua beri lagu.

Tapi, terdengar sayup 

kepak kepak sayap mendekat, 

o burung burung sehat, perkasa mengantarkan belalang pada burung burung yang sayapnya patah, 

yang sendirian mengurung di balik daun, 

yang berkumpul, lemah, dan terkatung.

"Jangan murung, nyanyilah kalian hai bangsaku! Ini pakan dari Yang Maha Kuat,

Jamur dahan disulapnya jadi makanan lezat".

 

"Zuhud, zuhud kalian hai burung bersayap putih coklat, 

sayapmu akan sekuning emas secemerlang perak selentur lumut batu", teriak Malaikat pengatur hujan.

Negriku warisan leluhur agung, 

Malam malamnya ada kecapi degung,

Gamelannya dari logam MahaCinta.

 

Bukit Berlian, 7 Oktober 202


 

 

MEMBACA ASAP HUTAN

 

1. Riau Negeri Gambut

 

Hutan itu katamu paru-paru bumi 

sambil menghisap cerutu luar negeri

menghembuskan asap kelu lupa anak isteri

Matahari sebagai ayah dianggap sepi

 

Hutan katamu lumbung bekal hidup

peta rimba penuh tanda merah dan biru 

contrengan hitam kalender politikus busuk

Orang rakus takut miskin menjadi kalut

 

Hutan Riau warisan para leluhur 

negeri gambut pantang tersentuh api

tak boleh disentuh perusuh 

tak berkah diinjak penyinyir

Semua hidup dan berumah dari kayu

Kapan mengerti asal mula bumi

api tersembunyi sulit dipadamkannya

gambut istana rahasianya

" Hujan besar jalan surga kami." bisiknya lagi,

" Ya, jangan beri api lagi tanah leluhur! 

Kami semua disini adalah anak api."

 

( ada yang menyebut hutan dan tanah Riau itu keponakannya api; batu digoreskan ke tanah

menyalalah api dengan berahi sampai tembus

ke kerajaan gambut ).

 

2. Riau Hutannya Kayu Kertas

 

Riau hutannya banyak

matahari lewat begitu dekat

 

Di bawah akasia 

Di kebun sawit berminyak mantan preman

kembali preman 

menjadi calo tanah mengandung bara 

Hutan sisa pun musnah

Uang melimpah sampai sudut-sudut rumah 

 

Memusnahkan hutan matikan jiwa

Tahun ke tahun pejabatnya gila berpesta

Erofa tujuan wisata bawa uang suapan hutan

Dikepung asap

Riau makan asap duka hutan

 

Hutan adalah ibu 

Tanahnya memberi makan dan minum

Airnya menjadi darah tumpuan hidup

Suara burung yang dibagikan angin itu lagu

Hutan marwah melahirkan sejarah

Leluhur yang bestari mewariskan 

 

3. Perkebunan Sawit

 

Begitu berhenti dari pengangguran

merubah diri sebagai orang-orangan 

dipeluk agama, dicium harum surga buatan

tak mampu menepiskan dingin dan panas

lembab membatu di dinding-dinding kota 

di rumah-rumah peladang banjar harian

Siapa saja memasuki hutan Riau 

hilang ingatan hidup di pulau

Keanekaragaman hayati 

musuh sengit

 

4. Riau Berkalang Asap

 

Riau kerajaan asap

Riau korban asap

Hutan rusak rakyat belangsak

 

Burung malam kehilangan sarang

Meratap menangis di Malaysia

Airmata tumpah bawah bulan purnama

Asa ditelan asap

Jumpalitan seperti ikan dalam keramba

 

5. Melayu Bisu

 

Menghirup asap

Melayu bisu

Menulis sajak-sajak bau asap

Melayu bisu

Syair-syair suluk Raja Ali Haji menetap di sunyi

Jalan ke hutan dipagar pelaku makar, o mati

Senja ke pagi telah penuh penghianat negeri

Siapa yang dihidupkan hatinya saat bermimpi

 

Hutan itu hulu

Tempat warisan leluhur bermula

Tempat air dan udara segar

Tak dijaga tak dijungjung rimbunnya

Melayu bisu

 

2019. Okt.30


 

 

Tentang Penulis

 


Jang Sukmanbrata alias Satyariga Sukmanbrata, menulis puisi sejak masa SD. Sajaknya cenderung lebih dewasa ketimbang umurnya, Sewaktu SMA tahun 1980-an beberapa sajaknya banyak dimuat di media cetak dewasa seperti di Koran Harian Berita Nasional/Bernas, koran Masa Kini, Tabloid Eksponen Yogyakarta. Selain itu, sajaknya dimuat di Buku Antologi Puisi Penyair Muda Bandung terbitan KPB tahun1982, Majalah Yang Muda terbitan Grup Karisma-Masjid Salman ITB. Karya tulis ulasan senirupanya perihal Alm pelukis Ahmad Sadali dimuat Tabloid Tandem terbitan Centre Cultural France/CCF Bandung; 1986, Pemandu Redaksi Majalah Cakrawala Kecil; Media Warta Antar-Anak binaan Yayasan Anak Merdeka; 1988 - 1992, artikel tentang Kreativitas Anak dalam Menggambar di Tabloid BITA-YKAI, artikel resumi hasil penelitian; Potret Anak Jalanan Kota Kembang Bandung, Child Labour Corner bulletin YKAI dan versi English-nya di Newsletter Childhope-Asia Facific yang berkantor di Manila. Karya proyek sosial pendidikan alternatifnya meraih penghargaan dari Childhope Asia dan Childhope International Foundation, dari Unesco France tahun 1992, Unicef tahun 1994, dari Yayasan SAMIN untuk kerja pendokumentasi program penanganan pekerja anak, dari Woman Internasional Club/WIC, Rotary Club Bandung.

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top