Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Suminto A. Sayuti

0


 

LEMBUT JARI-JEMARIMU

 

kurengkuh dalam dada. wahai, cahaya.

lembut jari-jemarimu. seluruhnya.

biar detak usia pun sampai.

                        ke dalam ronggamu jua.

kalau pun ini baris-baris terakhir.

baca dan terimalah bagi perjumpaan

yang kelak terlahir. karena diri takkuasa lagi.

 

engkaulah cahaya yang berasal

dari tujuh api suci. cahaya.

kurengkuh pendarmu dalam dada.

ketika ruang dan waktu susut.

diam-diam. sebuah kota pun terbayang.

dalam bingkai kabut. sebuah persinggahan.

serupa dermaga menjelang surga.

kita pun berangkulan.

berbagi dingin di luar cuaca.

 

 


 

SERUPA APA AKU

 

di pantai laut merah,

kita pun pejalan yang menemu arah.

empat penjuru mata angin.

menyatu dalam kehendak.

gemercik ombak dan hangat pasir.

menyapa hidup dalam desir.

membawa cinta. dari

penghujung cakrawala.

 

di laut tenang dengan kecil ombak.

jiwa berenang seturut kehendak.

di laut tenang berkerudung awan.

kita pun bangkit menolak tenggelam

 

(itu dulu, Ma. setahun lalu. ketika

kamu di sisiku ada. kini, engkau lebih tahu.

serupa apa aku)

 

 


 

ENGKAU PUN ENGKAU

 

Kampus Qujing Normal University,

                                                suatu hari.

 

kaujabat pagi musim semi.

bersama matahari yang menyela-nyela

lumut danau. bersama termometer yang

mencatat suhu sekian derajat. bersama

gigil daun dan hati yang ngungun.

engkau pun engkau. pejalan larut yang

pantang surut. menenun kenangan

demi kenangan. hari-hari perjalanan.

membangun tenda hunian. orang usiran.

tanah seberang. engkau pun engkau. sebiji

puisi risau. takkunjung selesai  dituliskan.

 

 


 

DUA SERIGALA

 

ada dua serigala yang selalu berlaga

dalam diri. cinta dan benci. pemenang

ialah yang terbanyak kauberi.

 

“itu bagi leluhur kita,” katamu

dengan keyakinan sempurna.

 

“dalam hati kita memang ada

dua serigala,” lanjutmu.

 

tapi mereka tidak pernah berlaga.

mereka bersahabat dan saling

memberi makna. kesetiaan dan cinta.

                        kesabaran dan cinta.

berangkulan memperkokoh jiwa.

walau dalam dua jagat berbeda.

tapal batas antara tidur dan jaga.

adalah jembatan yang menautkan

                        keduanya.

 

 


 

HIJAU HIDUPMU

 

sepasang batu.

bersanding di dua jari.

hijau hidupmu.

bersama matahari pagi.

sepasang batu. bersanding

di telapak tangan kiri.

lumutan hidupku.

sejak engkau pergi

dan aku sendiri.

 

 


 

SESOBEK TIKET

 

aku tahu bukan engkau yang menyobek tiket perjalanan di sisa hari-hariku.

walau lipatan kertas kecil itu terselip di sakuku. terminal dan jam berangkat sudah ditera di sana. juga nomor kursi dan terminal terhenti.

tapi bukan terminal penghabisan.

cuma sebuah persinggahan.

 

bayangmu berkelebat.

                                    nyelinap di kaca jendela.

bisik suaramu samar terdengar.

di sela roda berputar di jalanan datar.

 

“Tuhan suka jika sabar.”

 

aku paham. memang bukan engkau

yang menyobek tiket hidupkku.

juga bukan aku yang menyobek tiket hidupmu.

 

 


 

GADUH SUNYI MENJELANG PAGI

 

“700 hari lagi kita ke sini lagi,”

bisikmu sebelum puisi.

 

sehabis menabur jagung

buat beribu burung.

di bawah jam gadang.

lalu lengang. serupa hidupku.

kini. belum lagi 100 hari.

engkau ketuk gerbang malam.

memenuhi panggilan.

sisanya cuma gumam.

antara jaga dan tidur.

tanganmu terulur. lalu salam.

di relung malam. gaduh sunyi.

menjelang pagi. aku sendiri.

 

 

 


AROMA REMPAH

 

putri cina. tidak seperti tercatat dalam babad.

juga dalam sejumlah serat. ia tinggi semampai.

harum tubuhnya ngingatkan harum rempah

selesai dituai. merah bibirnya bukan pulasan

stik lipstik.

 

tapi serupa warna batu khas negaraku.

merah raflesia khas bengkulu. atau agak

serupa dengan merah borneo.

 

ah, semuanya tak seindah kesederhanaanmu.

tawa yang renyah. bersama ruap napas

aroma rempah.

 

 


 

DITIMBUN HARI-HARI

 

engkau pun sekeping

gending yang beku.

ketika nalarku mengeja notasi.

cepat lambat irama.

tinggi rendah suara.

ketukan dan tekanan.

aku pun kehilangan gema.

nada-nada membeku.

sejak kautak ada.

aku pun sendiri.

ditimbun hari-hari.

 

 


 

BEKAL SEHELAI KAFAN

 

hidupku bertalu-talu sepanjang waktu.

syairnya kinanthi mider ing rat.

di tengahnya kumandang gendang

malam garap kalang-kinantang.

lalu jerit rebab. ditingkah gemongtang gambang. nasibku terpetakan dengan gamblang.

kini dalam orkestra tanpa dirigen di depan.

sejak engkau nyelinap di balik awan.

jika pun tuhan mengizinkan,

rasanya ingin segera kususul dengan

bekal sehelai kafan.

 

 



Tentang Penulis


SUMINTO A. SAYUTI lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam forum-forum diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di kalangan seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari kegemarannya membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia sastra sejak masuk Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas Malioboro, mulailah ia menancapkan kukunya di dunia sastra. Penulis yang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini, juga menggeluti seni karawitan dan menggagas serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir darinya, baik berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai sastra, dan sebagainya.

 

Daftar ini hanya memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :

  • Kumpulan Sajak Malam Tamansari
  • Resepsi Sastra
  • Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra
  • Ensiklopedia Sastra Indonesia
  • Evaluasi Teks Sastra (2000, terjemahan The Evaluation of Literary Texts karya Rien T. Segers)
  • Semerbak Sajak (2000)
  • Berkenalan dengan Prosa Fiksi (2000)
  • Berkenalan dengan Puisi (2002)

 

Penghargaan :

  • Kedaulatan Rakyat Award, Bidang Kebudayaan (2005)
  • Anugerah Sastra Yayasan Sastra Yogyakarta (2014)

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top