Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP

0

 


MEMELIHARA LAUT DALAM TUBUH

 

langit kota terkadang ungu terkadang jingga

tetapi degup jantungnya selalu serupa debur ombak

dan ia ingin duduk sama rendah, berdiri sama tinggi

: "seribu pengkhianatan yang engkau lakukan

    tak ada artinya, tak akan membuatku kecewa!"

 

ia berjalan dari satu kota ke lain kota memaknai arti hidup

yang getir dan berpeluh, yang terkadang sunyi bagai belati

ia hadapi nyala api yang beringas dengan senyum

ia tepis segala pukulan yang mengarah ke jantung

ia akan tertawa sedalam apa pun luka

dan ia seujung kuku pun tak akan mau kalah

: "ini tubuh telah terbiasa dengan hempasan badai

    tak perlu kelopak mawar apalagi kata-kata kering!"

 

ia memelihara laut dalam tubuhnya, ia akan menelan

dengan gelombang siapa pun yang menoreh tebing karang

: "menyingkirlah kalian bila tidak ingin ditelan gelombang!"

 

ia terus berjalan dari satu kota ke lain kota

kalau kalian memusuhinya, ia pasang badan

tak ada kata kalah dalam kamus hidupnya.

 

Jaspinka, 2021/2022

 


SEPANJANG JALAN BERKABUT TIPIS


sudah ia lupakan seluruh gores luka di tubuh

ia sekarang tengah melangkah tegap

sepanjang jalan berkabut tipis

menangkap setiap kata yang bergemeretak

dari sela rimbun daun

 

: "kesetiaan pada langkah sunyi

   memelihara duri mawar

   hingga batas langit

   batu-batu kesabaran!"

 

gerimis bermesra cahaya lampu taman

sekelebat ia mengenangmu, weisku, laut

dalam dada kian bergelora

 

dan sepanjang jalan berkabut tipis

ia ingin tidak menangis untuk sebuah kerinduan

ia ingin tidak menyesal pada tubuh penuh luka

ia ingin kepergiannya serupa cahaya bulan sabit

yang diam-diam mengekalkan gelora laut dadanya

 

: "pergilah untuk melunaskan dendam!"

ia tidak ingin bersedih lagi.

 

Jaspinka, 2021/2022

 


PEREMPUAN YANG PALING HEBAT DI BAWAH LANGIT

 

ia selalu membuka kelopak matanya di puncak malam;

hingga azan subuh-- diserahkannya hati dan jiwanya kepada

yang maha segalanya— bibirnya rekah, matanya berbinar-binar

 

: “aku sungguh berserah kepadamu ya Allah, tubuh ini telah

   terlalu banyak luka, peluk aku sekuat-kuatnya, sedalam-dalamnya!”

ia selalu melangkah anggun dengan baju hijab panjangnya

ditebarnya senyum kepada orang-orang di hadapannya

ia sembunyikan perih hati-jiwa serapat-rapatnya

 

: “aku banting tulangku untuk sebuah harga diri yang kupertaruhkan

aku ingin semuanya berakhir manis, aku ikhlas jatuh bangun,

aku tinggalkan negeri ini— bertahun-tahun bertualang sendiri

aku ingat betapa perih sembilu terus mengiris seluruh jasadku

aku kehilangan sebelah buah hati dan aku dilukai belahan jiwa

aku serupa sampah lemah tak berguna, tak henti bercucuran airmata!”

tetapi perlahan ia bangkit, ia anyam segala luka menjadi api

yang menyala membakar akar dan batang dalam tubuhnya

ia bertarung dengan garis hidup yang zigzag di tengah keriuhan kota

ia genggam bola cahaya yang gemerlap, tetapi, tuhan, ia kembali jatuh

ke pelukan manusia setengah iblis, ia kembali terluka sembilu

ia kembali berjalan sendirian, menata puing-puing yang runtuh

ia terkalahkan hingga pernah bermalam di balik jeruji besi

 

: “tetapi segala kepedihan dan kepahitan hidup telah aku lupakan,

aku harus menjelma perempuan yang paling hebat di bawah langit

aku bangun istana kecil untuk sisa usiaku

aku ingin menemukan malaikat bersayap pelangi yang

berhati-jiwa pualam dan tuhan, izinkan, bunga dalam hatiku

mekar kembali, aku ingin bernyanyi dan berpuisi sepanjang hari!”

 

Jaspinka, 2021/2022

 


MERAYAKAN RASA SAKIT

 

nyaris setiap malam

ia merayakan rasa sakit

pada sekujur tubuh

dengan suka cita

hingga tetes air mata

dijahitnya nganga luka

dengan sajak-sajak berdarah

dengan terus mendesiskan

nama-nama Kekasih

selama air mata tetes

ia tersenyum dan bernyanyi

: "sakit ini harus dirayakan

agar jiwa karang!"

nyaris setiap malam, ia merayakan

sembilu sunyi mengiris detak waktu

dianyamnya doa-doa

dengan air mata

ia tetap tersenyum

dengan baris-baris sajak jingga

dengan terus mendesiskan nama-

nama Kekasih yang indah

ia diam-diam merayakan rasa sakit

hingga haus lapar

hingga tak pernah tidur

hingga ngilu paling sembilu

hingga lebur detak waktu.

 

Jaspinka, 2021/2022

 

 

AKU MAU OASE

 

berulang-ulang nyaris setiap malam senyap dingin dan bulan

tersangkut di ranting pohon rambutan

engkau datang mencebur ke bening kolam dalam kepalaku

: "izinkan aku berenang seraya terus mengecup harum mawar!"

lalu engkau benar-benar telanjang

melihat bayang tubuhmu dalam kolam, ou, serupa serbuk edelweis

o serupa sayap camar terluka, o serupa sepotong hati yang menyala

: "hidup yang karang dihempas gelombang, betapa penuh lumut luka-cinta!"

 

engkau hanya bisa memohon dan meminta, tak pernah memberi

dan seribu keinginan meruyak dalam kepala

: "runduklah sekali saja, agar jiwa lapang!"

lalu dirimu yang kerdil berjalan terhuyung-huyung

melewati jalan berbatu dan berliku

dicarinya oase untuk membaringkan seluruh sajak gersang

engkau lalu menari berputar-putar mengelilingi oase

: "aku mau oase abadi dengan air yang jernih!"

 

Jaspinka, 2021/2022


Tentang Penulis


Eddy Pranata PNPadalah founder of Jaspinka—Jaringan Sastra Pinggir Kali, Cirebah, Banyumas Barat. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyei (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021).

Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos,  Haluan, Singgalang, Minggu Pagi, Asyik.asyik.com., Pikiran Rakat, dll.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top