Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi H.M. Nasdruddin Anshoriy Ch.

0



PANEN KIAMAT

 

Hari ini kiamat akan tiba

Kau berkata begitu entah pada siapa

Tapi sudah lama aku mengerti apa makna kata-kata!

 

Bukan dukun bukan pesulap tapi kau gerayangi lekuk-lekuk rahasia

Bukan penyair bukan pula pujangga

Tapi kau berani memanen kata-kata

 

Kiamat tiba menjelang senja

Dari rindu kau panggil kalbu

Dari mimpi kau pinang puisi dengan mahar sunyi

 

Diakadkan mantra kau bersanding di pelaminan langit dengan perih dan luka

 

Tersebab Tuhan tak pernah melempar dadu maka kuucap cinta pada ibuku

Perempuan seindah Dewi yang kasihnya seperti Nabi

Menyayangi para pencari

 

Sesudah itu kiamat tiba

Di tiap titik-koma dan alenia selalu kutemukan cinta dan mukjizat puisi

Sawah-sawah bertasbih dan petani menggelontorkan mata air istighfar dengan tangisnya

Dengan doa yang dimatangkan oleh bara api puasa

Kiamat sudah tiba kemarin lusa

Saat di ladang-ladang sayur para petani menggali liang lahat kuburnya sendiri

Manakala anak-anak muda meninggalkan bening embun di kebun-kebun saat etalase merayu dan mengantarnya minggat ke kota untuk selama-lamanya

 

 

Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023

 

 

TADARUS RINDU

 

 

Tidur nyenyak dulu, nanti kita bertanya pada mimpi! Bolehkah kita mengail surga dengan umpan secuil cinta?

 

Begitulah kau berbisik pada gerimis yang membasah di helai rambutku

Sebelum sahur!

 

Lalu kita bertukar kantuk hingga remuk seluruh peluk

Tapi mimpi cuma menyuguhkan secawan puisi dan secangkir kopi

 

Begitulah kasih yang dikisahkan dalam bait-bait tadarus malam ini

Lapar yang jenaka siang tadi kini diriwayatkan oleh rindu di garis lucu

 

 

Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023

 

 

DOA DI MALAM KE TUJUH

 

 

Dengan iman seujung kuku

Kuatkah aku mengetuk cintaMu

 

Di bukit puasa

Dedaunan nafsu berserakan

Jalan setapak ke Puncak Puisi

Harus diuji dan dipuja oleh rindu

 

Dengan menggenggam gelora

Doa-doa kupecahkan ke cakrawala

Berharap padaMu

Ampunan seakar-akarnya

 

Sebening-bening takwa

Kukafani jiwa-ragaku

Berjanji seia-sekata

Mikraj berdua di Mihrab Puisi

 

Malam ini kuikat kuat-kuat kewalianku

Diakadkan hati dan rindu Bulan Suci

Cincin cinta kusematkan

 

MemesraiMu

Begitu kudus tadarusku

Tak hendak bertepuk sebelah tangan

Kugenggam erat jemariMu

 

Amin

 

 

Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023

 


TUHAN, HARI INI PUASAKU LEBAY

 

 

Sesudah sahur dengan lauk Sate Kere

Hari ini puasaku mendadak lebay

 

Menjelang sholat pagi tadi

Sudah terlintas di kepala bayangan kolak dan cendol

Sejam sesudahnya

Balado jengkol dan sambel pete mampir di benak

 

Berulangkali kutaklukkan nafsu abal-abal itu

Tapi siang ini makin lebay doaku

 

Melihat jeruji sepeda saja

Khayalanku tertuju pada Sate Klathak

Pun saat melihat kemoceng

Ada ayam goreng Bu Tini nyelip di imajinasi

 

Tuhanku

Kenapa adzan Asar dan Maghrib tak ada beda

Saya jadi khawatir sekali

Banyak orang tertukar olehnya

 

 

Gus Nas Jogja, 31 Maret 2023

 

 

MALAM KE SEMBILAN

 

 

Sudah berbukit-bukit munajat di ketinggian langit usai kudaki

Di malam ke sembilan ini

Kutekuk kantuk di ketiakku

Kuremuk rindu di akar kalbu

 

Bertombak tahmid perburuan ini kumulai

Kuwakafkan iktikafku

Jika sewaktu-waktu Tuhan menampakkan gemerlapNya

Akan kutombak Ia dengan cintaku

 

Di rimba rahmat ini

Labirin iman memacu jantungku

Pergumulan rindu begitu seru

Antara pencinta dengan yang dicintai

Saling memukau di kamar sunyi

 

Desis tasbih mendesah di bilik rindu

Pencari dan yang dicari sudah saling bertemu

 

Lalu apa?

 

Tuhanku

Di malam ke sembilan ini

Air mata puisi telah sampai di mihrab suci

 

 

Gus Nas Jogja, 31 Maret 2023

 

 

TAK PERLU, TAPI PERLU

 

 

Tak perlu kaki untuk mengejar mimpi

Tak perlu sayap untuk mengepak senyap

Tak perlu mawar untuk mengejar debar

Tak perlu harta untuk menjerat cinta

Tak perlu melati untuk bukti menyayangi

 

Tapi

Perlu kuasa untuk menindas rakyatnya

Perlu kata untuk menyakiti sesama

Perlu doa untuk kita merendah hati

Perlu keadilan untuk memakmurkan bangsa

Perlu puisi untuk mengobati

dan menyembuhkan negeri ini

 

 

Gus Nas Jogja, 2 April 2023

 

 

ALANGKAH JENAKA LAPAR INI

 

 

Alangkah jenaka lapar ini

 

Sudah kubilang ini Bulan Suci, lapar tetap saja rewel di pagi hari

 

Dikabarkannya padaku bahwa roti bakar lapis coklat dan secangkir kopi itu maknyus dinikmati sembari menyaksikan ulah netizen meng-ghibah kanan-kiri

 

Betapa lucunya lapar ini

 

Sudah kubilang ini Bulan Suci, lapar terus membuntuti dan datang kembali di siang hari menawarkan sepiring khayalan tentang Rumah Makan Padang yang menyajikan rendang, kikil, ayam pop, daging cincang, sambal hijau, kentang balado hingga paru kering dan seterusnya

 

Alangkah bebalnya lapar ini

 

Sudah kubilang ini Bulan Suci, tapi ia tak kenal putus-asa menggoda dan merayu agar yang kupedulikan hanya perutku sendiri dan melalaikan jutaan perut fakir-miskin lain yang merasakan lapar tak cuma di Bulan Suci

 

Maka,

dengan mengucap istighfar,

aku tega menampar laparku!

 

 

Gus Nas Jogja, 5 April 2023

 

 

 

SUJUD SEMESTA

 

 

Simaklah dengan seksama gerak-gerik hatimu

Di semak-semak mana ia menyembunyikan rindu

 

Sebab yang tak paham rakaat keabadian

Akan tersesat di jalan pulang

 

Di sujud semesta

Rumput dan ilalang bersahutan bertasbih

Tahmid lazuardi membiru di ufuk hijrah membisu

 

Bersiaplah untuk pergi jauh

Ziarah di keabadian yang tak akan pernah kembali

Tak cukup bekal iman di dompet

Tak cukup bekal ilmu di buku-buku

Pun dengan tabungan amal berkwintal-kwintal

 

Mahkamah waktu

Hakim sejarah

Pengadilan cinta yang akan mengharu-biru

 

Serahkan puji dan syukur hanya ke hadiratNya

Ketabahan puisi

Kejahatan kata-kata

Kesabaran berjilid-jilid kamus dalam alenia duka-cita

 

Sujud semesta berpusat di kalbu

Delapan arah angin mendekap

Mendidih di bait-bait doa dalam seloka rindu

 

 

Gus Nas Jogja, 6 April 2023

 

  Tentang Penulis

           H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.

 

           Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.

        Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top