Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Suminto A. Sayuti

0

 


Sabda

 

awal dan akhir adalah kata.

kita tercipta oleh sabda.

aku pun adam dan engkau pun hawa.

kita daki bersama bukit kasih sayang.

di tengah keluasan padang.

kita jejaki bersama jalanan cinta.

di tengah keluasan semesta.

kita pun diam.

tapi beribu kata berloncatan.

semua minta dituliskan.

 

engkau pun tersenyum ketika sebuah kata memisahkan kita. 

tiba-tiba aku pun habis kata.

ketika lengangmu jauh ke tepian cakrawala.

tanpa kata. tapi penuh makna.

yang tersisa cuma harum kamboja.

 

 


 

Aku Pun Tidak Sendiri

 

ceruk malam datang.

kauketuk pintu kelam

dengan senandung batimang.

kauretas garis batas tidur dan jaga.

dengan belaian selembut sutra.

lalu pendar cahaya.

merambati dinding-dinding ruang.

lalu aroma kenanga.

terasa segar memenuhi rongga.

jiwa bersatu dengan jiwa.

di gapura pagi engkau pergi.

segenggam melati tertabur

di ranjang sunyi.

satu demi satu aku punguti.

aku untai jadi sebiji puisi.

aku pun tidak sendiri.

 

 


 

Serat-serat Waktu

 

rindu dan sunyi. adalah biaya yang

harus kutanggung. sendiri.

kini buat menyusulmu. melintas batas.

ke balik kelam. menyongsong cahaya.

bukit-bukit pualam. lewat lorong-lorong puisi.

remang bulan di genggam tanganmu.

suara-suara abadi. seakan takhenti-henti.

menyuku. kautenun serat-serat waktu.

 

untukku. hanya untukku, istriku.

 

 


 

Tangkai yang Terus Bergumam

 

kaubuka gapura pagi. dengan senyum puisi.

aku dengar kepak dan cericit burung-burung surga.

ah, kenangan. alangkah menyakitkan.

jika tersentuh tangan.

 

kepada siapa lagi kangen ini kuterjemahkan, istriku.

 

“kepada bungsu dan cucu-cucu, sayangku,”

bidikmu lirih. bersama angin.

 

bersama daun yang bertahan. bersama dingin. bersama tangkai yang terus bergumam.

 

 


 

Huruf-huruf Merumuskan Kata

 

kita pun sungai mengalir.

menghanyut diri ke muara akhir.

kita biarkan huruf-huruf merumuskan kata.

kita biarkan kata-kata menulis sejarah.

tentang kita. pergulatan yang takpernah

                                    menyerah.

 

ada aura perenial. terasa dalam dada.

lalu bebukit terjal. melodi seruling gembala. berpasang-pasang burung. melintas cahaya.

di remang angin. dingin cuaca.

 

lalu kawanan anjing. tebaran bukit batu.

lalu perdu. lumut pohonan musim kelabu.

adalah ladang dan kebun perdana.

moyang kita. taman adam dan hawa.

 

 


 

Ayat-ayat Usia

 

masih ada setetes tinta.

buat mencatat sisa-sisa hari.

ayat-ayat usia dalam puisi.

bait-bait hidup yang sarat cinta.

 

aku pun tahu.

engkau takpernah pergi beranjak.

sejak bersekutu dengan waktu.

takada lagi jarak. antara jiwamu dan jiwaku.

serupa kisah-kisah yang tertulis dalam babad.

kita takpernah kuasa melawan kata-kata kodrat.

ketika kereta menjemputmu dan siap untuk

                                                berangkat.

aku pun lena dalam keratan sunyi.

 

puisi pun seakan abadi.

ingin rasanya segera singgah

di beranda rumahmu yang baru.

ingin rasanya engkau segera menjemputku.

diri dalam gegas. tapi dingin belum

jua meratakan jalan. kaudekap aku

dalam penantian panjang.

 

 


 

Stasiun Tugu

 

kereta melintas.

tapi bukan yang aku nanti dalam gegas.

cuma kelebat bayang. meruang.

di bawah lampu-lampu neon sepanjang peron.

lambai tanganmu segera kugapai.

biar diri taklagi terlerai. jiwa yang sendiri.

taklagi mampu menjembatani jarak dua dunia.

yang taksama. tapi aroma cintamu.

tetap saja kenanga mekar di sudut-sudut dada.

 

 


 

Buruh Harian

 

semesta. semua atas nama cinta.

sepanjang engkau dan aku adalah manusia.

 

di pematang senja. ada jiwa kehilangan jiwa.

dua pasang mata saling bersitatap.

                                    walau sejenak.

merajut kembali hari-hari meranjak.

 

sebelum namamu mendapat giliran. 

dipanggil keluar dari antrean.

aku pun cuma buruh harian.

menunggu hari sabtu tiba.

menunggu giliran dipanggil sang majikan.

menerima amplop penuh catatan.

 

(istriku, gambar-gambar kampanye

itu mengingatkanku padamu).

 

 


 

Nasib Kita

 

gamelan sudah talu, cintaku.

di sudut pandhapa tejakusuma

kita duduk berdampingan. marikelu.

kenapa musti babar layar dan

 srikaton yang digelar, cintaku.

antara simpingan kiri dan kanan.

gunungan di tengahnya. tegak,

miring ke kiri, atau ke kanan.

ksatria, dewa, raksasa.

juga panakawan dan juragan.

gedibal dan para penjagal.

satwa dan fauna melata.

 

nasib kita pun ada di tangan ki dalang.

anak-anak dan cucu-cucu kita.

lakon sudah disiapkan dan ditulis.

kita pun boneka wayang yang

mencipta bayang-bayang.

menjadi apa pun dan siapa pun.

siap dibabar di layar. di bawah

blencong berpendar-pendar.

tanpa cadar.

 

 


 

Album, 2

 

ada mega patah-patah.

mengapung di atas laut merah.

matahari hampir susut.

gerah dan gelisah pun larut.

dalam asin ombak perziarahan.

kita eratkan genggam tangan.

ketika rongga-rongga dada

sarat kumandang doa.

sampai jua kita di sini.

di tepian laut, di tepian hati

yang takpernah susut.

 

sehabis mendaki bebukit batu.

bukit kasih sayang nenek moyang.

tepat di tengah padang.

lalu perjalanan panjang.

sebelum kita pulang.

bersekutu dengan waktu.

 

(tapi kenapa engkau berlalu

lebih dahulu. tidak engkau

dengarkan ada jiwa mengaduh.

ditingkah angin usia yang rapuh?

ingin kudaki kembali bukit batu itu.

walau cuma sendiri. kini.

walau sebatas baris-baris puisi).

 


Tentang Penulis

 


SUMINTO A. SAYUTI lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam forum-forum diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di kalangan seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari kegemarannya membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia sastra sejak masuk Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas Malioboro, mulailah ia menancapkan kukunya di dunia sastra. Penulis yang Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini, juga menggeluti seni karawitan dan menggagas serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir darinya, baik berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai sastra, dan sebagainya.

 

Daftar ini hanya memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :

  • Kumpulan Sajak Malam Tamansari
  • Resepsi Sastra
  • Intertekstualitas: Pemandu Pengkajian Sastra
  • Ensiklopedia Sastra Indonesia
  • Evaluasi Teks Sastra (2000, terjemahan The Evaluation of Literary Texts karya Rien T. Segers)
  • Semerbak Sajak (2000)
  • Berkenalan dengan Prosa Fiksi (2000)
  • Berkenalan dengan Puisi (2002)

 

Penghargaan :

  • Kedaulatan Rakyat Award, Bidang Kebudayaan (2005)
  • Anugerah Sastra Yayasan Sastra Yogyakarta (2014)

 

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top