Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Cerpen Bagus Sulistio

0


Pulau Anteng dan Pencari Ketenangan

 

Iya, sekarang tanpa mereka aku lebih tenang. Mereka hanya kumpulan burung yang berkicau di tengah malam. Sungguh berisik dan menganggu sekali. Namun, terjauh dari mereka kehidupan ini seketika berubah. Apa yang aku cari selama ini telah kudapatkan. Ketenangan.

***

Di depan bale yang cukup luas ukuran tiga kali dua persegi, duduk seorang laki-laki paruh baya. Ia duduk di atas kursi berwarna coklat. Warnanya mengkilap. Cahaya lampu dapat berpendar di kursi itu. Memang, itu kursi yang istimewa dan mahal.

Di samping dirinya, terdapat sebuah kursi kosong yang sama bentuknya dengan kursi yang ia duduki. Tetapi kedua kursi itu dibatasi oleh sebuah meja kaca yang tak kalah mewah. Meja yang kakinya terbuat dari kayu bersinar dengan kepala kaca yang tembus ke bawah. Apa yang ada di kolong meja terlihat sangat jelas. Sayangnya, apa yang ada di kolong meja tidak lebih indah dengan apa yang ada di atas meja. Secangkir kopi hangat dan setoples biskuit kelapa menambah  kecantikan apa yang ada di atas meja. Bukankah kecantikan itu berasal dari rasa puas?

Tapi dalam benak laki-laki itu tidak ada rasa puas yang bisa menghadirkan sebuah ketenangan. Pikirannya selalu gelisah. Entah apa yang membuatnya gelisah. Istri yang cantik serta kekayaan yang melimpah tak memberikannya ketenangan. Lalu apa lagi yang ia cari? Tentu ketenangan. Ia tidak tahu sumber dari ketenangan. Pikirannya selalu kacau jika duduk sejenak. Seperti malam ini, pikirannya tak jelas hendak ke mana.

"Kulihat dari kejauhan, kau terlihat sedang melamun. Apa yang kau pikirkan, Kawan?" Seseorang lelaki yang berbanding terbalik dengan dirinya datang. Laki-laki kurus kerontang dan berpakaian kumal. Aneh, ia sama sekali tak rikuh untuk langsung duduk di sebuah kursi yang berada di sampingnya.

"Hidupku selalu tak tenang. Walaupun hartaku banyak, aku selalu terbayang-bayang akan jatuh miskin. Istri yang cantik pun tidak pernah membuatku puas dengannya. Nyatanya aku sering 'jajan' di malam hari."

"Coba lihatlah kepadaku!"

Tomo, laki-laki yang tak pernah puas itu menuruti kata temannya, Arto. Matanya menggerayangi ujung kaki Arto hingga ujung kepala yang sudah tidak tumbuhi rambut.

"Bagaimana tentang diriku ini menurutmu? Apakah aku lebih baik daripada kau?"

"Tentu tidak. Apa yang lebih baik. Penampilanmu sangat kotor. Rumahmu, hanya gubuk kecil yang dibagi menjadi tiga petak. Pekerjaanmu pun serabutan. Istri apalagi, kau tak punya."

Bukannya marah, Arto malah terkekeh-kekeh mendengar celaan temannya. Hal itu yang membuat Tomo bingung—selalu bingung melihat tingkah Arto. Sebagian orang mengatakan Arto adalah orang yang tak waras. Sebagian yang lain, menyebutkan ia adalah wali atau semacamnya. Yang jelas Tomo sudah mengenal Arto sejak kecil. Karena mereka adalah kawan sekolah.

"Kalau aku lebih buruk dari kau. Kenapa kau hidup tak tenang sedangkan aku enjoy-enjoy saja?" Tomo terhenyak setelah Arto melempar pertanyaan yang sulit itu. "Baiklah gini saja, nampaknya kau benar-benar perlu ketenangan dan kesunyian. Aku punya saran untukmu."

"Saran? Saran apa?"

"Kau tahu pulau Anteng? Pergilah kesana dan berliburlah barang seminggu atau dua minggu di sana. Tapi ingat! Jangan ada yang tahu kalau kau pergi ke sana kecuali kita berdua."

Malam itu juga Tomo membenahi pakaiannya. Sebuah koper besar menjadi wadah atas baju dan celananya. Tak lupa segenggam uang kertas pecahan seratus ribu yang disimpan, ia ambil untuk bekal perjalanan dan berlibur ke sana. Istrinya yang sudah terlelap adalah keuntungan bagi diri Tomo sendiri. Ia lebih leluasa untuk berbenah-benah hingga bisa pergi tanpa ada orang yang tahu dengan mudah.

Dalam perjalanan menuju pulau Anteng pikiran Tomo tetap saja berkecamuk. Ia tak bisa sekalipun menenangkan pikiran. Ada saja yang di pikirannya. Entah perihal bagaimana keadaan istrinya jika ditinggal, bagaimana usahanya jika ditinggal dan masih banyak lagi pikiran yang mengganggunya. Sekalipun sudah sampai di pulau masih saja pikiran itu tak karuan.

"Mungkin aku harus bersenang-senang di sini untuk menghilangkan mereka semua," batinnya.

Sehari dua hari tidak ada yg berubah dari Tomo. Memasuki hari ketiga Tomo barulah ada perubahan dari dirinya. Ia menemukan sebuah apartemen yang cukup besar. Dimana tempat itu menawarkan sejumlah kesenangan dunia. Berbagai macam jenis minuman keras tersaji dan dijual murah. Para wanita yang masih muda lagi cantik pun menawarkan dirinya kepada Tomo semenjak ia masuk ke apartemen itu. Dan Tomo tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Lagipula terkadang beberapa dari mereka ada yang dengan suka hati memberikan tubuhnya kepada Tomo. Hal itu yang tidak bisa ditemukan selain di pulau Anteng ini.

Sialnya, tepat di hari ketujuh, tiba-tiba pikiran itu kembali lagi merasuki dirinya. Pikiran tentang istrinya dan harta bendanya mengguncang Tomo.

"Ah, aku harus segera pulang. Pasti ada yang tidak beres."

Di pagi buta hari kedelapan, Tomo langsung saja melenggang kaki pergi dari pulau Anteng. Dirinya tak sabar ingin mengetahui keadaan segala sesuatu miliknya. Sepanjang perjalanan pulang Tomo tentu tak bisa anteng sampai dirinya benar-benar melihat keadaan rumahnya.

"Mohon maaf Pak. Rumah ini sudah milik saya tiga hari yang lalu. Seorang perempuan sudah menjualnya kepada saya. Tentunya saya punya buktinya kok," ucap lelaki berperawakan tambun kepada Tomo tatkala ia sudah sampai di depan rumah.

Tomo berkeyakinan bahwa istrinya telah menjual rumah megahnya ini. Dan sesegera mungkin ia harus menghubungi istrinya. Ia telfon istrinya, tak tersambung. Ia hubungi keluarga istrinya, mereka pun tak tahu keberadaannya. Entah wahyu dari mana, sekelebat pikiran menyarankan Tomo bertanya kepada Arto. Barangkali ia tahu keadaan harta dan istrinya semenjak dirinya pergi.

Sebenarnya Tomo sangat malas sekali jika harus pergi ke tempat tinggal Arto. Letaknya yang di pertengahan kebun, terkadang membuat ia harus berjumpa dengan hewan-hewan yang tak disenangi seperti kaki seribu atau ular. Tapi mungkin saja hanya dialah orang yang sangat tahu tentang istri dan hartanya. Dan mau tidak mau Tomo harus mengunjunginya.

Belum sampai tiga meter dari pintu masuk rumah Arto, suara lenguhan layaknya sapi terdengar ke telinga Tomo. Beberapa pertanyaan muncul. Apakah Arto mempunyai sapi yang ia simpan di dalam rumah? Lalu darimana ia mendapatkan sapi itu? Bukankah ia bekerja serabutan? Dan berbagai pertanyaan mulai menggerayangi otak Tomo. Yang jelas tidak ada jawaban selain melihat dan bertanya langsung kepada empunya.

Semakin mendekat, semakin jelas suara lenguhan itu. Ketika Tomo sudah masuk ke dalam rumah, suara itu berasal dari salah satu kamar. Ia semakin penasaran. Buat apa Arto menyimpan sapi di sebuah kamar? Walaupun Tomo benar-benar penasaran, tapi ia harus mengendap-endap melihat sapi itu. Ia tak mau Arto melihatnya. Pasti ia sangat marah besar kalau temannya sudah lancang memasuki kamarnya.

Pintu kamar hendak Tomo buka. Lenguhan seperti suara sapi itu benar-benar mengganggunya. Ia harus segera membuka dan benar-benar harus dibuka.

Betapa terkejutnya Tomo ketika terbuka pintu kamar itu. Suara yang ia kira sapi ternyata suara istrinya sendiri. Matanya tak bisa berkedip saat istrinya sedang ditindih oleh tubuh temannya sendiri, Arto.

"Apa yang kalian lakukan?" bentak Tomo.

"Tenang Tom. Aku bisa jelaskan," Arto hendak berkelit. Tapi sayangnya Tomo terlanjur meninggalkan kamar itu dan menuju dapur. Berniat mengambil sebilah pisau yang sekiranya cukup tajam.

 

Tentang Penulis

 


Bagus Sulistio, lahir di Banjarnegara, 16 Agustus 2000. Berdomisili di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Karangsuci, Purwokerto. Saat ini ia masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab dan mentor kepenulisan cerpen di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Ia juga menjadi wakil ketua Forum Lingkar Pena (FLP) ranting Banjarnegara dan anggota di KPBJ. Karyanya terdokumentasikan dalam beberapa antologi cerpen serta tersiar pada beberapa media seperti Kompas Id, Minggu Pagi, Solopos, Banjarmasin Post, Harian Sultra dan masih banyak lagi. Nomor Hp/WA. 083126620440. Facebook : Bagus Sulistio.

 

 

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top