Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Jang Sukmanbrata

0


RIBUAN DAUN GUGUR DI GUNUNG KAPUR

 ___ pemandangan di Nusa Antara

 

saatnya nanti aku tidur, 

jendela tutup, dan tolong kalungkan rangkaian bunga  

ragu dilebur - dihempas angin debu

ratusan ribu tahun kutempuh

untuk turun ke dunia,

melalui jalan setapak gunung kapur

Jalanan ibukota, oh dirusak perusuh, 

debu kotanya berhamburan masuk ke rumah orang-orang miskin, pilu, bingung, malu menyebut Tuhan

Separuh gunung-gunung hilang, 

penambangan batu tak terbendung

Dibawahnya bukit kapur

dibangun pusat peternakan kadal gurun; lucu lucu, penuh nyali hidup

Cakrawala di tiap senja dibuat malu, bersimpuh di puncak rumpun bambu, bisu

Senyum tulus menyalakan matamu:

Bangkit, tanpa menghitung waktu, 

berburu sesuatu yang tak menentu: 

entah itu pikiran gugur

 

Jika mendengkur, kuncilah pintu, 

nyalakanlah dupa gaharu, 

taruh sesajian di dekat kasur, 

harum bubur merah putihnya

itu penghibur, mulya ditempa godaan, damba pun di kubur batu kapur, 

aku mengagumi tembakau Garut,

aromanya betah bertahan di kabut 

berlepas diri mempercayai embun,

"daun itu dapur semua air", katamu, berkamar di akar, menyucikan ceruk

 

Ah negeri ibu Cicih kerap didustai,

meski lahir dari senyum dua musim, 

Sejarah bangsa dikawini politik, ingatan si tua dihamburkan angin,

pelukannya - jahat; makanannya janji  Maut singgah di roda - roda mobil,

punya si sepi lupa diri, lari sembunyi

Waktu saja teguh menemani abadi,

semua bunyi hilang di hati, terhenti.

Tuhan mengutus Pemahat Sunyi:

 

malamnya wangi

tak lebih daun suji

bayangan kaki 

sahabat baik mati 

maut mengusap alis 

 

 

/Gegerkalong, 1 Juni 2021



 

PENCARIAN

 

pencarian tak berujung,

pelahan mata tertutup kabut,

hujan menyertai tabuhan degung

Dimanapun dingin itu pemburu ulung,

tetesan pertamanya di daun, 

dicatat ke larik lagu

tak terhitung meski tak gaduh gunung, sungai, laut, lembah 

dan jantung berdegup setuju mengakui dan mengangkat kolam 

sebagai gudang penyimpanan

Yang Tak Berujung selalu tepat janjinya:

di rahim bunda ketika tidur lelap.

 

pencarian berujung di malam 14 bintang,

sangat dirindukan nelayan handal, 

tenang mengayuh, ombak pun segan,

membagi senyuman di pantai

keadilan dimulai dari dedaunan

 

Selamat Bung mendapat bintang!

 

 

/Gunung Bentang, 2 Juni 2022

 

 

 

GRADASI WARNA ITU JIWA

 

di mayapada

ditutup banyak warna

jaga di terang

 

jalanan senyap

ribuan laron datang

terkurung cahya

 

siapa gelap

nyalakan lampu teras

wajah bacaan

banyak cinta berwarna

satunya jalan kita

 

lalu berwarna

kanvas diberi gambar

lukisan alam

Tuhan perkasa

diri pohon berjalan

 

di kediaman

nampak jalan tikungan

luruskan pandang

hidup suara gema

terkuak cakrawala 

 

karena Engkau

warna lukisan ada

garisan pulau

ombak datang bertanya

bahteramu mana kawan

 

tak lebih cinta

dimanapun tersayat

malaman indah 

melembutlah hai jiwa

aku ragamu sayang

 

berderak dahan

tanah sungai kerontang

hutan di badan

 

siapa tanya

matahari jawabnya

gelombang pasang

 

ya sudah diam

renungan tepi kota

jalannya desa

 

desa lampunya

ibukota pantulan 

sinar maknanya

 

mengapa diam

daratan itu rumah 

hujan angin musiknya

 

sampaikan sajak

tetes embun melesap

flamboyan marak

tak usah gagap sayang

sini matamu kuusap!

 

lengkung pelangi

mawar masihlah wangi

tidur di mimpi

 

Padalarang, 6 Juli 2020

 


 

SITUS 

 

batu terkubur

lumut tebalnya biru

jejaknya situs

kisah panjang jiwaku

tertiup angin gunung

 

belahan batu

kaki belalang tempur 

tersangkut lumut

 

 

/Padalarang, 2020

 


 

TARIAN NAPAS*

 

Tarian napas, penderitaan hilang

Menari menyatukan yang terserak

Dalam lingkaran perbedaan, tak kekal

Putih, hitam, coklat, kuning, merah, 

Warna yang fana, maya ciptaan rasa

Di lekuk tangan, bisu, lenguh, oh raja.

 

Siapa yang bertepuk sebelah tangan,

Menari sendirian, buang kekosongan

Di dunia manapun kau reguk madu;

Racunnya adalah kedengkian

Cawannya dari tulang belulang anak korban perang Yaman dan Suriah, 

Puing-puingnya Libya, Palestina, Gaza lumat dikunyah pemakan hati Hamzah

Tiada tersisa selain payudara,

Pasir gurun di mata orang kulit hitam 

Ia pantang makan saat gembira;

Berwajah banyak di tanah desa, 

Sulit dilukis, tak bisa dibayangkan

 

Tanyalah jiwa pengembara

Lautannya itu perut lapar

Hentak kakinya, musik malam pekat

Seribu bulan tak mampu sucikan doa

Kita hewan melata; tariannya terlupa

Ada harapan-dihibur riak kolam tua

 

 

/Padalarang, 3 Januari 2023

*puisi eksperimental

 


RIWAYAT PENYAIR


Jang Sukmanbrata, lahir di Bandung, 17 Agustus 1964. Karyanya dulu tahun 1980an semata puisi lirik, kini menulis puisi beragam genre; balada lirik dan epik, tanka dan haiku dalam 2 bahasa: bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Puisinya di buku antologi puisi Negeri Pesisiran, Negeri Rantau; DNP 2019 - 2020, Raja Kelana DNP 2022, buku HPI 2021 dan buku HPI 2022 - 2023, buku Antologi Puisi Para Penyintas Makna th.2021 & Larung Sastra th.2022, Dapur Sastra Jakarta, di sejumlah buku antologi puisi lainnya, karya 30 haiku pertama dan terbaiknya dimuat koran PosBali juga puisi2nya, selain di Nusabali, Bali Pos, Pikiran Rakyat, KR Yogya di beberapa koran dan majalah cetak. Puisi tanka dan haiku-nya di setiap buku Antologi Newhaiku - KKK, dimuat majalah-majalah digital; Elipsis, HOMAGI International, Apajake, SastraMedia, internet - blog; di  SKSPLiterary, Balipolitika, AsyikAsyik.com, dan esai serta puisinya terus muncul di berbagai komunitas penulis FB dan IG. Buku kumpulan puisinya MERJAN KEMULIAAN baru saja diterbitkan oleh Penerbit Mata Pelajar Indonesia (MPI) Tasikmalaya di Agustus - September 2023.

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top