Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Kinanthi Anggraini

0


NYALA API DRUPADI I

 

barangkali ialah wanita beruntung

bersuami panca satria maha agung

ialah yang sanggup memapah dengki

dari seluruh perempuan di muka bumi

 

dimampukan berkasih lima suami

masing-masing rupa karisma diri

terjaga dari ancaman segala penjuru

bergelimang cinta, tahta dan rindu

 

barangkali tak ada yang menemui

akan rasa perih yang terus berlari

dari ucap sumpah seorang ibu kunti

awal dari sembilu menancap ulu hati

 

terlanjur kering muara air mata

rela menerima jenis bermacam cela

telah terbiasa oleh anggapan tabu

memaksa telinga untuk membisu.






NYALA API DRUPADI II

 

sungguh, adakah yang lebih menyakitkan

dari jalan hidup yang dianggap rupawan

dari sebuah sumpah dan kejamnya kutukan

pada sebuah kelahiran, ia menanam kebencian

 

hingga akhirnya pengetahuan membuka

inilah jalan derita dari sumpah ayahanda

memohon hadirnya putra kepada dewa

namun lengkap dengan sekujur luka-luka

ialah raja kerajaan bernama drupada

teramat gagah dengan segala digjaya

 

maka, pantaslah hati ini berpagar besi

teruntuk takdir yang terlalu pahit dijalani.






MAHAR HIDUP

PARA WAYANG

 

sekumpulan roh dari puluhan bayangan

muara kaca cermin, bernama kehidupan

membawa hembusan dalam getar suara

dalam runtutan karakter juga pembeda

 

bersemayam diantara cahaya lentera

berjajar gagah, pada pohon pisang raja

 

sementara keberadaan ketuk gamelan

menjadi pemandu jalannya adegan

di balik laras mimbar  pertunjukan

menanam citra prasasti dalam karawitan

adalah nyawa, dari raga pewayangan

sedari ujung belangkon keemasan

bersama pakaian hitam bergaya basofi

tak lupa tersemat keris kecil

lipit jarik, pinggang sebelah kiri

 

tak luput diperhatikan,

antara kesucian dan kebatilan

juga jalan panjang dalam pengembaraan

menempuh ilmu, menempa kebatinan

 

berjajar pada tahta, kesatria dan raksasa

pemangku legenda beralas gending jawa

dimana pencinta legenda habis bernostalgia

akan cerita bapa-biyung dahulu kala

pada suatu hari menjelang senja.






KEPOMPONG MUDA

DI SELA DAUN DIKSI

 

pada ujung tunas yang bermalam

selembar daun meluangkan pelukan

mengumpulkan pagar-pagar kekuatan

mengelupaskan segmen kulit ketakutan

yang terlampau larut,

terlindas kekecewaan

 

boleh saja,

bulan gegabah membangunkan pagi

sedang, titik gutasi belum tentu mengamini

beribu embun berjejal memasuki pori-pori

untuk kesembuhan akar getar denyut nadi

 

ini memang tidak mudah,

meredam luka, terlanjur berdarah-darah

paling tidak hak asuh semesta telah pasti

menyajikan diksi di sela rajut selembar puisi

menjadi pribadi dengan bilik otak yang baru

penuh benang neuron, penambal masa lalu

 

mestinya,

kepolosan bukan berarti sebuah kebodohan

seperti kebaikan yang tak harus terbalaskan

serupa sayap indah yang telah terbayangkan

menjadi kupu-kupu, penuh keberuntungan.






PARFUM MERAH

 

melewati lorong-lorong sudut pikiran

namun seketika hidup kala dilekatkan

mendiami kulit tanpa perpisahan

serupa gaun yang baru dikenakan

 

disana,

ujung bunga meleleh meramal aroma

menebus wewangian benang udara

megah melingkar pada pinggang wanita

berdiam pada pergelangan kedua hasta

 

dirajut kaki tangkai-tangkai seribu bunga

akhir tata rias, penjemput degub asmara

menumpang bulir-bulir yang terlepaskan

untuk identitas pada alamat wewangian

segera bangkit dari cacatan malaikat

mengejar ingatan tanpa sebuah syarat

selembut senyuman ranum di ujung paras

pada botol kaca bening serupa gelas

 

pemikat guguran kenangan yang telah kering

segera terbangun, dimanapun ia berbaring.


 




Tentang Penulis

KINANTHI ANGGRAINI, lahir di Magetan, 17 Januari 1989. Dia berdomilisi di Garut, Jawa Barat, Indonesia. Karya puisinya pernah dimuat di 67 nama media massa, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Basis, Sinar Harapan, Solopos, Suara Merdeka, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan lainnya. Prestasi lain yang diraihnya yaitu menjadi Juara 1 Puisi Terbaik pilihan Gerbang Sastra, Bali (2014). Buku puisi tunggalnya yang telah terbit berjudul Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2013) Mata Elang Biru (Pustaka Puitika, 2014), Pelajaran Kincir Angin (Buku Katta, 2017), Windmill Lesson (2018). Puisinya juga termaktub dalam belasan buku antologi bersama. Alumnus Pascasarjana Pendidikan Sains UNS ini pernah  menjadi model Hijab Moshaict tahun 2011 dan meraih Juara II pada Lomba Tutorial Hijab yang diadakan oleh Koran Bogor 2015. Fb : kinanthi anggraini; Instagram : @kinanthianggraini; HP : 081 321 717 441.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top