Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-Puisi Listin Wahyuni

0


KESEPIAN ITU

: mbok rebyah penjual jamu

 

karena jiwamu menghikmati

kesendirian. setelah tahun-tahun piatu mendekapmu

kesepian itu lecutan api di malam-malam sepi

suara alu beradu lumpang. menumbuk lada, cengkih,

kedawung, kunyit, dan segala rimpang

 

kesepian itu perasan jeruk nipis

di sebatok kunyit asam. pesanan

seorang ibu yang judeg, sengkarut

harinya, berwajah masam

 

kesepian itu beras kencur

melunturkan duka pagi

membilas peluh hari

sampai tuntas rasa hati

setia kau tumbuki

 

lumpang dan alu itu

kini menumbukku

hingga lilitan dendam dan luka

remuk jadi serbuk, dan sepiku menjelma selendang

mengikat erat tegak di kalbu : alifku

 

kucecap perasan jeruk nipis

pedas kedawung, pahit brotowali

kueratkan lilitan selendang

agar bising di benakku tergelimpang

 

Depok, Januari 2019




 

TENTANG INAIKU

 

Kau tak bertanya

bahkan ketika kuku jemariku

sepias garam. dan rambutku

tak bersisir, hampir bergimbal

 

Lalu suatu hari

kutemukan sebuah catatanmu:

"tetaplah mencinta seperti

awalnya, meskipun

cintanya berubah. karena

engkau kelak akan ditanya".

 

Tiba-tiba aku teringat

pertanyaan Dnun Nun

tentang inai di tangan Fatima

Tiba-tiba aku teringat

kecemburuan Ibn Khudruya

 

Dan inaiku? Ah, di sudut sepi

sekian lama ia menyendiri

menjumlah pagi dan senja

yang pucat pasi bersamanya

 

Depok, Januari 2019




 

DAUD AL-THA'I*

 

Berdiamlah

duduk di kaki para imam

tanpa mengucap sepatah

kata. seperti ia yang

mengasingkan diri

melarungkan buku-bukunya

ke aliran sungai Eufrat

membuang segala harapan

pada manusia

 

Dan tak semua laku

harus menjadi cerita

karena tanpa rahasia

engkau tak akan mengenal

nikmat buta, bisu, tuli

: laa ilaaha illa Huwa

 

Depok, April 2019

* Murid Imam Abu Hanifah




 

DAN ANGIN PUN BERTANYA

 

Selagi masih ada waktu

angin malam menyandarkan letihnya

di dinding rumah kayu

 

di sini rehat sejenak dalam sepi

seharian meninabobokan hari

tanpa riak, tanpa gelombang

hanya elusan dan belaian

penuh kasih, menumpang

dan menindih

 

selagi masih ada waktu

angin malam pun bertanya kepadaku bilakah hari terakhir

itu tiba. tatkala ia menyandang nama badai atau prahara

 

angin malam menyandarkan letihnya

: jam berdetak di dinding tercekat tiba tiba

 

Depok, 2010




 

PULANG

 

(pohon sawo depan langgar kampung

sisi jalan tegak pula jeruk gulung

di gerbang senja lengkung keluwung

tudungi sepasang kepodang wuyung)

 

kembali pulang lelaki kuli

sekian lama memanggul rindu

di tanah seberang engkau gigit

senyummu. agar tak habis

tatkala sisa waktu kian menindis

 

engkau terhuyung dimabuk bayang

: pelukan embun, kercik sungai, kerisik

dedaunan, kesah kering ilalang

berontak dicumbu angin petang

 

lalu suara simbok, dengan kinang

dikunyah, meludahi hatimu yang patah dan wajah piasmu yang letih

diperas tandas derum jerih

   : sesobek bayangan melintas

tentang nisan kusam di ujung kampung

 

ah, tepiskan!

selembar kanvas di sukma, masih menyimpan lukisan:

darah dan ari-ari, tangis pertama memanggilmu menari

 

Depok, November 2019




 

SELAMAT PAGI, IBU

 

Pagi ini anakmu ingin menyusup di dadamu,

menyesap putik putik sayang yang lalu lalang di jantungmu

 

Engkaulah madu. Sayap lelahku ingin rebah dikunyah kunyah doamu

setelah bercangkir-cangkir getir kucecap pelan-pelan

hingga lidahku paham akan rasa manismu

 

Ya, manismu, Ibu. Yang diam-diam menelan letih dalam

sudut ruang rumah kita, melayari malam buta dengan perahu tua

menjaring serpih-serpih kasih untuk kau bagi pada mereka yang tersisih

 

Ibu, kembalilah ajari aku, melayari doa dan airmata

dengan kepingan perahuku, agar segera tunai semua hutang dan janji-janji

agar sampai rinduku ke seberang, karena layar terlanjur kubentangkan

 

Depok, Desember 2018-2019




 

TEMBANG RINDU PENYISIR HARI

 

aku ini cuma abdi

mencoba menetapi kesetiaan

pada majikan

di jalanan yang sesekali landai

lain kali terjal mendaki

 

tak berani bermimpi jadi srikandi

yang pandai memanah bintang

karena hati masih lintang pukang

dan belum genap jiwa

menjadi si emban yang gemati manah ing ati

 

tiap hari kurindukan tembang

nglaras jiwa yang seimbang

agar bumiku tak goncang

erat erat cari pegangan

 

engkaukah yang bersenandung

di tepian tepian kali yang mulai

kering. di gigir gunung kalbuku

di pinggir hutan yang

terjajah belantara loba

atau di bubungan atap rumahku

ketika senyap malamku sembilu

ketika sukma menangis

rindukan sajid, pengembara

yang menabuh gamelan cinta

seluas bumi tempat sujudnya

 

Depok, November 2018






Tentang Penulis

        LISTIN WAHYUNI, lahir di Sleman Yogyakarta, Indonesia. Karya-karyanya dimuat dalam Antologi “100 Puisi Tema Ibu se-Indonesia” (Sastra Welang Pustaka, 2012), Antologi “Kaung Bedolot” Sayembara Sastra Sawtaka Nayyotama 2013. Beberapa puisinya juga terikutkan dalam antologi puisi cinta” Di Tangkai Mawar Mana” ( Sastra Welang Pustaka, 2014), juga” Kitab Puisi Perempuan Indonesia” (Getar Hati, 2018) dan Antologi “Pesisiran” DNP 9 (2019). Salah satu puisinya “Si Buta Dan Pendayung Perahu” mendapat penghargaan dalam lomba puisi Islami Sabah Malaysia. Tinggal di Yogyakarta. Kontak email: wahyuniduryat82@gmail.com




 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top