Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Cerpen Refi Mariska

0


 

AIR MATA DALAM BALUTAN BAJU PENGANTIN


Perempuan itu mengenakan baju pengantin. Hampir setiap malam, ia datang ke stasiun. Wajahnya terlihat cemas menunggu seseorang turun dari kereta. Berjam-jam menunggu tak ada satu penumpang pun yang turun lantas menyapanya. Saat kereta terakhir datang, ia pergi dari stasiun. Ia selalu sendiri dan yang ditunggu tak pernah datang. Kuteguk minuman yang sudah kubeli untuk menghilangkan rasa haus di tenggorokan. Sudah beberapa hari ini aku mengamatinya. Wajahnya sendu. Mataya selalu sayu.

Perempuan itu mengenakan baju pengantin. Kali ini, ia membawa sebuah tas kecil. Barangkali ia ingin pergi ke suatu tempat. Sayangnya, setelah kereta terakhir datang, ia kembali pulang. Sendiri. Apakah selama hidupnya akan terus seperti ini? Seorang kakek tua berjalan di depanku. Dia melihatku sedang mengamati perempuan itu. Dia melirik ke arahku lantas menghembuskan nafas panjang. “Apakah kakek tahu, siapa yang dia tunggu?” tanyaku.  Kakek itu hanya diam dan berlalu.

Perempuan itu mengenakan baju pengantin. Kereta terakhir sudah berlalu. Perempuan itu ingin beranjak. Aku memberanikan diri mendekatinya. Kusapa dia. Dia memandangku dan tersenyum. Senyumnya seketika mengunci langkahku. Wajahnya terlihat begitu manis dipandang dari dekat. Ah, perasaan apa ini? Mengapa jantungku berdetak lebih cepat. Selama ini, aku hanya melihatnya dari jarak jauh. Mulutku terkunci rapat sampai akhirnya aku sadar dia telah berlalu. Sial, aku belum sempat menanyakan siapa yang dia tunggu. Rasa penasaranku belum terjawab juga. Aku mengikutinya diam-diam. Ia sampai di sebuah rumah besar dan mewah. Seorang anak kecil laki-laki menyambutnya dengan gembira. Ia memeluk anak kecil itu dan kemudian masuk ke dalam rumah. Kalau itu adalah anaknya, berarti dia telah bersuami, lantas mengapa ia selalu mengenakan baju pengantin? Aku kembali pulang dengan rasa penasaran yang masih menggelayut di pikiranku. Anehnya, senyumnya belum hilang juga dari ingatanku. Tidak, aku tidak boleh menyukai perempuan yang sudah bersuami.

Perempuan itu mengenakan baju pengantin. Aku memesan minuman hangat di sebuah kafe dekat stasiun. Aku berjumpa dengan kakek yang beberapa hari lalu kutemui. Aku mendekat ke arahnya. Kakek itu seakan mengerti raut wajahku yang penuh pertanyaan. Dia  menghembuskan nafas panjang dan mulai bercerita. Kakek itu mengisahkan bahwa dulu ada seorang perempuan yang menikah dengan seorang TNI. Beberapa jam setelah pernikahannya dilangsungkan, sang laki-laki mendapat panggilan untuk menjaga keamanan di perbatasan yang saat itu terjadi pemberontakan. Si perempuan akhirnya mengantar suaminya sampai stasiun dengan masih mengenakan baju pengantin. Ada kabar mengatakan bahwa semua TNI yang menjaga perbatasan tak akan pernah kembali. Mereka semua tewas dalam pemberontakan. Si perempuan itu seakan tuli dengan berita yang sudah tersebar luas itu. Setiap hari, dia selalu datang ke stasiun dengan tetap mengenakan baju pengantin itu.

 




Tentang Penulis

Penulis bernama Refi Mariska. Ia adalah seorang santri di Pesantren Mahasiswa An Najah sekaligus seorang mahasiswa di UIN SAIZU Purwokerto. Ia aktif di beberapa komunitas kepenulisan, seperti Pondok Pena, SKSP ( Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban). Bulan november adalah bulan kelahirannya, tepatnya pada tangal 27 Tahun 2001. Hobinya adalah menulis dan membaca. Ia sering mengikuti event-event kepenulisan dan karya-karyanya sudah masuk di beberapa antologi.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top