Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Lukisan Dewandaru Ibrahim S.J.

0



KEMARAU

Karya digital ini berukuran 40 x 60 cm, menangkap ketidakadilan dalam isu politik. Dewandaru mencampurkan ilustrasi Dewi Keadilan (Themis) dengan pohon, sebagaimana ia memaknai kehidupan sebagai kehidupan. Mengingat bahwa pembaca akan langsung menyadari adanya esensi keadilan yang digambarkan melalui “Timbangan,” maka persis demikian saya tidak akan lagi membuka pembicaraan atasnya. Namun bagaiamana dengan konsep keruntuhan di dalam karya ini? Itu yang perlu ditekankan, namun tidak sepenuhnya menarik makna pada konteks penciptaan, melainkan lebih kepada keberadaan kondisi pada ambang penciptaan. Untuk mendapatkannya, kita perlu berusaha sedikit lebih keras.

Saya teringat Paul Cezanne yang melihat pohon berbeda dari penglihatan orang lain, bentuk melengkung yang megah, sifat mengayomi dan keseimbangan lentur ketika menghujam tanah. Begitulah lukisan yang diciptakannya dari perjumpaan antara manusia, Paul Cezanne dan sebuah realitas objektif: pohon.

Pada momen kreatif, saya beranggapan bahwa individu bersinggungan dengan aktivitas kreatif seakurat mungkin untuk mengungkapkan hakikat proses dan waktu. Saya tidak dapat menyepelekan kekuatan kehendak yang mendorong tindakan kreatif, jawaban ini saya dapat sebab telah bersinggungan, bekerja dengan seniman atau bahkan memiliki keterlibatan yang personal. Perbedaan menonjol meletakan dirinya pada kehendak mengaktualisasikan cerita dari sebuah karya, baik lukisan, kanvas, meterial lain, semua memiliki bahasa kreativitasnya.

Dewandaru Ibrahim memiliki potensi itu, kita dapat membuktikannya dengan melihat gagasan dari karyanya yang berjudul Kemarau ini. Kita dapat mulai mengamatinya melalui material yang ia pilih sebagai “Pintu Perjumpaan” di dalam lanskap karyanya; pohon. Sebuah gagasan tentang kehidupan yang ia citrakan menjadi sebuah pohon. Namun mengapa demikian? Kita tidak dapat mengatakan penyerapan yang dimiliki Dewandaru dalam mencitrakan karyanya spesifik atau tidak, akan tetapi kita perlu melihat betapa pentingnya keterlibatan “Kekuatan Kreativitas,” yang diolah oleh pikirannya.

Karya Dewanadaru ini merupakan adaptasi dari sajak berjudul Kemarau karya Sapta Arif. Hal ini tergambarkan jelas, ketika saya membuat suatu keterhubungan, bahwa letak dari ilustrasi dari sebuah sajak, cenderung lebih sukar dikelola. Ini masalah yang mengherankan, mendasari berbagai pola, anak tunggal dari bahasa di dalam sebuah lukisan justru mati ketika dibicarakan dengan perhatian yang berlebihan.

Kompleksitas yang hadir yakni bahwa kreativitas muncul untuk sesuatu yang sepenuhnya lain. Keadaan ini persis, seperti ilustrasi sebuah sajak. Dan, saat ini, Dewandaru sedang menunjukkannya kepada kita, aliran cerita dalam karya ini mendadak menyerupa anak tunggal yang menguasai perhatian saya. Pohon dicitrakan sebagai kehidupan, namun kita juga perlu memperhatikan bahwa di dalam sebuah kehidupan, kita juga memiliki kekosongan, kekurangan, kelemahan, bagian rumpang, kegagalan dan harapan yang harus dilupakan. Sebagaimana Dewandaru mewakilinya dengan satu kata “Sesak” ketika melihat karyanya ini.

(Efen Nurfiana)

 


Tentang Pelukis

 

Dewandaru Ibrahim S.J. Seseorang yang masih belajar menulis dan menggambar. Berproses di Sekolah Penulisan Sastra Peradaban (SKSP) UIN SAIZU Purwokerto. Pernah menjadi teman belajar anak-anak SMK Tujuh Lima 1 Purwokerto, sekarang menjadi kawan belajar anak-anak SMKN 2 Purwokerto dan belajar di Pascasarjana Sosiologi Unsoed Purwokerto.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top