Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-Puisi H.M. Nasruddin Anshoriy Ch.

0



2024

 

Di Bukit Menoreh

Aku melihat lidah api

Menyala hingga di ubun-ubun Tidar

 

Paku Tanah Jawa itu

Sudah saatnya meludahkan rahasia

Menjilat-jilat cakrawala

 

Perut Ibu Pertiwi yang hamil tua

Menunggu detik-detik ledakannya

 

Kekuasaan yang mengangkangi 

Adalah bara api yang bersenggama

 

Dalam sekam sunyi ini

Aku menyaksikan anak-anak bangsa

Bergumul dalam gelombang duka-cita

 

Naga Sasra dan Sabuk Inten

Memancarkan cahaya ungu

Dari tempayan rahasia

Dalam pertapaannya yang purba

 

Nasi

Aksi

Narasi

Saling berlomba

Entah untuk syahwat yang mana

 

Di kaki Monas

Tercecer jutaan kata-kata

Terasing dan sia-sia

Terkucil dari kamus kemesraan dan cinta

 

Senayan menggigil

Istana Negara terapung 

Dalam keruh sungai Ciliwung

Jakarta menjelma taburan abu dan badai jelaga

 

Akankah sembilan delapan terulang kembali?

Orasi tanpa narasi

Reformasi tanpa nyala api

Revolusi sudah mati berkali-kali

 

Trotoar jalanan Batavia

Mendidihkan kesedihan seluruh bangsa

Kolonialisme bertagar samsara

 

Demokrasi mati muda

Keadilan Sosial terlunta

Pendidikan terlantar di rawa-rawa

Aku bertanya padamu

Apa makna Sekolah Merdeka?

 

Kupetik puisi di putik embun

Mawar merah Indonesia Raya

 

Pada dawai biola

Kujeritkan lantunan doa

Inikah perjamuan terakhir

Atau asal-muasal cinta?

 

Gus Nas Jogja, 5 Januari 2023

 

 

 

HIZIB LATTO-LATTO

 

Bismillahirrahmanirrahim

 

Dengan mengucap istighfar

Kusimak gerak zaman ini

Dengan jantung berdebar

 

Tahun kembar telah berlalu

Kucatat hujan deras kematian itu

Dengan talqin di relung kalbu

 

Vaksin Pandemi berlalu

Kini datang latto-latto

Membentur-benturkan kedegilan negeriku

Keras kepala dan keras kepala beradu

 

Inikah penanda zaman itu?

Redupnya fajar akal-budi

Matinya rindu 

Dan sunyinya kemanusiaan bangsaku

 

Hizib Latto-Latto ini kurangkai

Pada kering-kerontang ciptaku

Pada kering-kerontang rasaku

Pada kering-kerontang karsaku

 

Tuhanku

Selamatkan bangsa ini 

Dari adu-domba 

Membentur-benturkan sesama

Atas nama Agama 

Atas nama Pancasila

Atas nama sakit hati diri ini 

 

Selamatkan negeri ini

Dari kejahatan bahasa

Sadisnya fitnah dalam kumuh kata-kata

Manusia yang melalaikan akalnya

 

Selamatkan Indonesia ini

Dari kemaksiatan penguasa

Dari intelektual yang tumpul-rasa

Dari pemuka agama yang khilaf bin lupa

Menjadi suri-tauladan umatnya

Dari mahasiswa yang beku

Dan kehilangan bara

Dari rakyat yang sekarat

Walau ditindas begitu lama

 

Robbana Dzolamna!

Robbana Dzolamna!

Robbana Dzolamna!

 

Tuhanku

Nyalakan apiMu dalam bait-bait hizib ini

 

Hasbunnallahu Wani'mal Wakil

Amin!

 

Gus Nas Jogja, 7 Januari 2023

 

 

 

KALKULATOR NIKMAT

 

Telah kuziarahi pusar dunia

Pusat nikmat

Pasar maksiat 

Titik-temu segala nafsu

 

Pohon-pohon Surga 

Yang pernah dijamah Adam dan Hawa

Telah kurenggut kegadisannya

Telah kurengkuh keperawanannya

 

Mata Air Keabadian

Telah kutimba di sumur suci

Bermandi madu

Menyelami telaga anggur

Bintang-gemintang memahkotai 

Malam pertamaku

 

Telah kulepas busana pengantin ini

Telah kutanggalkan segala

Yang melekat pada raga

Telanjang bersama 

Belahan jiwa

 

Tuhanku

Nikmat dunia ini 

Untuk siapa?

Berkali-kali kuhitung

Tak ada habisnya

 

Hingga kalkulatorku teler

Jutaan digit berbaris

Berderet-deret

Nikmat dariMu 

Tak terhitung jumlahnya

 

Dalam ketelanjangan ini

Menggigil jiwaku

Meronta rinduku

Sukmaku mencari 

NafasMu

 

Seribu tahun hidup pujangga 

Hanya seujung kuku puisiku

Keindahan yang tak seberapa

 

Di simpul hikmah

Kuntum pun harum 

Kupetik mekar teratai

Di bening telaga

Kutambatkan sujudku

Selama-lamanya

 

Sebait iman

Merawat jiwa

Meruwat syahwat

Mengantarku meregang nyawa

Aku dan puisiku

Adalah nikmat yang fana

 

Gus Nas Jogja, 9 Januari 2023

 

 

ALGORITMA NGGEDABRUS

 

Fir'aun laknatullah itu 

Datang tiba-tiba dan menari di mulutmu

 

Semesta pun bicara

Que Sera, Sera

Whatever Will Be, Will Be

 

Mendung menggelantung

Awan gelap menggelar istighfar 

Badai mendera dimana-mana

 

Lalu

Hujat lebat mengguyur negeri

Tapi kata maaf hanya bercipratan di mikrofon saja

Entah kepada siapa

 

Keagungan hanya milik Tuhan semata

Selincah-lincah lidah

Seindah-indah madah

Hanya Tuhan yang pantas dipuji

 

Berguru pada Imam Ghazali

Kupetik hikmah di kejadian ini

 

"Ketika engkau sedang berjaya

Jangan pernah jumawa

Tetaplah berendah hati

Sebab hanya sepertiga manusia

Yang bertepuk dan memujamu!"

 

"Ketika engkau sedang jatuh

Dicaci dan diludahi

Tetaplah bertasbih

Perbanyak istighfar

Tegak-lurus mencari Ridla Ilahi

Sebab hanya sepertiga manusia 

Yang benar-benar membencimu!"

 

Sepertiga manusia lainnya

Tak pernah peduli

Apakah kita akan terpuruk

Atau justru melayang tinggi

 

Kesambet Fir'aun 

Dan Algoritma Nggedabrus

Mari kita akhiri

Hanya kepada Tuhan kita bermesra diri

Memesrai seluruh penduduk bumi

 

Gus Nas Jogja, 20 Januari 2023

 

 

KHITTAH AGUNG ABAD KEDUA

 

Sesudah seratus tahun mengerami telur emas Riyadlah

Membersamai pasang-surut nasib umnat dengan Khittah

Saatnya seluruh Nahdliyyin menatap tajam diri sendiri

 

Panji Satu Abad sudah dikibarkan 

Dirayakan dengan gegap-gempita satu juta manusia

Pintu Abad Kedua telah dibuka dan disalami

Janji rahmatan lil Alamin sudah disemai

Nahdlatul Ulama kini menyapa dunia 

 

Satu Abad keprihatinan telah berlalu

Waktu berdetak dalam labirin ingatan

Di puing-puing peperangan melawan nafsu dan nestapa diri sendiri 

Sejarah hanya dipahat oleh pemenang

Nahdlatul Ulama bertakbir menjadi imam

 

Kusebut Khittah Agung Abad Kedua

Sebab kredo dan menifesto telah ranggas di musim kemarau

 

Abad Kedua Nahdlatul Ulama 

Kugali mantra sakti dari sumur tua

Kutimba mata air kehidupan dalam cawan suci para Pewaris Nabi Marwah keikhlasan yang berhulu di dasar samudera

 

Sebab jejak ulama adalah keteladanan 

Petarung kebangkitan yang berada di garda terdepan kehidupan 

 

Bacalah algoritma di kitab-kitab tua

Akan kautemukan stilistika suka dan duka di sana

Sayap-sayap doa yang hinggap di jutaan kepala 

Tumpukan bait-bait puisi yang tetap tawakal mengerami telur takdirnya

 

Bermula dari badai kepongahan di Negeri Hijaz

Saat Raja Saud yang malang berdiri congkak atas nama agama

Manakala Wahabi mendikte paham sesat beragama 

Lalu membasmi jejak sejarah dengan zalim dan semena-mena 

Diotaki oleh imperium Inggris dan kaki-tangannya

 

Berpayung doa Syaikhona Cholil Bangkalan

Bertongkat restu dari Hadratusyeikh Hasyim Asy'arie

Kyai Wahab Chasbullah merayakan takbir di cakrawala

 

Lebih dari dua dasawarsa sebelum Indonesia Merdeka

Para Ulama telah menggaris khittahnya

Di bumi Nusantara

Kebangkitan Ulama adalah darah-daging perjuangannya

 

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan

Para Pewaris Nabi itu bersatu

Merumuskan Piagam Jakarta

Lalu demi tegaknya kebhinekaan dan daulat bangsa

Para Ulama rela mencoret tujuh kata

 

Dua tahun sesudah rantai penjajahan ditebas

Dan Proklamasi Kemerdekaan menggelora

Syahwat kolonial tentara Sekutu ternyata masih membara

Takbir santri-santri menggemuruh di seantero Surabaya

Resolusi Jihad Sang Rais Akbar memicu 

Dan memacu perlawanan para santri dimana-mana

 

Itulah kenapa kusebut NU digdaya

Saat Ibu Pertiwi memanggil

Manakala kemerdekaan dipenggal kepalanya

Para Ulama bangkit dengan jihadnya

Melawan penindas menjadi maklumat perjuangannya

 

Pun ketika kebodohan mengepung negeri

Para Kyai menjadi agen perubahan

Pesantren didirikan di seluruh penjuru desa

Membaca dan menulis adalah gerakan penyadaran melek kata

Iqra' adalah nubuwah literasi pada awalnya

 

Dalam pasang-surut berbangsa

Kaum sarungan itu terus menyalakan api

Mengibarkan cahaya literasi hingga di pesolok desa

Kebangkitan ilmu menyemarakkan marwah manusia

 

Kini Abad Kedua memanggil

Resolusi Jihad di Abad Pertama

Menjelma Revolusi Jihad di Abad Kedua

 

Perang suci melawan hawa nafsu

Perang terbuka melawan keterbelakangan

Membasmi kebodohan

Mengenyahkan kemiskinan

Adalah narasi besar peradaban

 

Khittah Agung Nahdlatul Ulama

Adalah memanusiakan manusia

Pembebas umat dari jerat keserakahan

Pembaharu dalam menaburkan rahmat dan kebajikan

 

Nahdlatul Ulama menggendong dunia

Bermahkota Sembilan Bintang di kepalanya

Mengepalkan tangan untuk menebar kasih

 

Merengkuh cinta dari penjuru semesta

Memesrai kehidupan lalu memakmurkannya

Bumi dan seisinya dirawat dan dikelola sepenuh jiwa

Pohon-pohon ditanam 

Sungai-sungai dijaga kebeningannya

Melestarikan bumi bagi Kedaulatan pangan bersama

 

Nahdlatul Ulama menggendong dunia

Menggandeng kaum dzuafa dan membahagiakannya

Membersamai fakir-miskin dimana saja

Lalu mendigdayakannya hingga sejahtera

 

Ulama-Umaro-Umat bersama

Bersatu menegakkan daulat bangsa

Berpegang teguh pada Tali Cinta

Pantang bercerai-berai dalam merawat Indonesia

 

Gus Nas Jogja, 7 Februari 2023

Merayakan Pesta Satu Abad NU

 

 

 Tentang Penulis

           H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.

 

           Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.

        Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.



Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top