Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi H.M. Nasruddin Anshoriy Ch.

0



KARTINI MENGAJI

 

Kartini mengaji dan mengeja kitab-kitab tua Ibu Pertiwi

Sejarah yang lumpuh diterkam penjajah

Literasi yang sunyi dalam pelukan monarki

 

Terik siang hari di Kota Jepara

Dalam dinding kayu jati berukir indah Ndalem Bupati

Kartini mengaca diri di ruang gelap

Membaca jejak jelaga kaumnya yang tak setara

 

Dengan arang hitam di tangannya

Kartini melukis sinar rembulan

Menulis batu karang di pasir pantai

 

Sekuat tenaga ia menyibak ombak

Menggali aksara di kegelapan hati

Lalu ia karang sebait puisi

Pada nasib yang timpang di negeri sendiri

 

Dengan kata-kata Kartini mengaca diri

Dengan surat-suratnya Kartini ingin setara

Dalam deburan doa Kartini memanjat terang-benderang dunia

 

Gus Nas Jogja, 21 April 2023


 

JANJI IDUL FITRI


Tak perlu kata-kata untuk mengucapkan puisi ini

Apalah arti spasi dan alenia jika diksi telah menetas dari telur emas Idul Fitri

 

Tanpa titik ataukah koma

Kemenangan ini telah kutakbirkan dari cinta yang meledak di dada

 

Tuhanku

Janjiku di Idul Fitri ini telah tertulis di kamus rindu

Sesalku atas gelimang dosa di masa lalu

Telah kutambatkan pada Pilar Agung AmpunanMu

Kutamatkan pada Puncak Attahiyatku

 

Jika imanku hanyalah sebiji zarrah

AmpunanMu tak terbatas bermilyar cakrawala

Jika dosaku bergunung-gunung besarnya

Rahmat dan maghfirahMu akan menyapu dalam sekedipan mata

 

Hari ini kugali takbir rinduku hingga kutemukan akarnya

Dalam Maha Agung CintaMu

Kuminum madu dari saripati manisnya

  

Gus Nas Jogja, 1 Syawal 1444 Hijrah



MENCINTAI IDUL FITRI


Ramadlan sudah terbang menjauh

Tapi puasa tetap dalam pelukanku

Itulah caraku mencintai Idul Fitri

 

Disaksikan Hilal di atas ufuk

Ramadlan pamit padaku

Aku terpana dan menjawabnya dengan berlinang air mata

 

Di bening cahaya

Dalam sejuk tadarus Kalam Suci

Puasa berjanji tak akan kemana

Menemani jiwaku yang memesrai fakir-miskin

Berumah dalam Mihrab Puisi

 

Sepucuk Idul Fitri

Menyalakan bulan sabit di ulu hati

Akan kujaga ia

Dengan cinta

Agar terang-benderang menggandengku

Melayari semesta

Melayani yatim-piatu dandan  kaum dzuafa

 

Gus Nas Jogja, 2 Syawal 1444 Hijrah


 

IJINKAN AKU MENCINTAI NEGERI INI

 

Berdiri gagah di Bulan Mei

Jiwa dan raga ini menengadah ke langit suci

Berpeluk merah-putih dalam kibaran nurani

 

Mei menyapa

Dalam doa jutaan buruh di Tanah Persada

Melantangkan suara keadilan yang diredam oleh pidato dan raung sirine

Pekik kesetaraan yang dibisukan oleh hiruk-pikuk parpol berkoalisi

 

Dalam amuk panas gelombang mendidih di ubun-ubun

Aspal jalanan meleleh di alas kaki

Aku menyaksikan kue kesejahteraan di negeri ini di santap habis oleh keserakahan oligarki

 

Sementara kekuasaan sibuk menggergaji pohon-pohon liar birokrasi

Para koruptor seperti tupai meloncat lincah ke kanan-kiri untuk mencuri dari pundi ke pundi

Sedangkan buruh-buruh kasar di kota-kota besar hanya bisa menjilat-jilat sisa-sisa tulang pembangunan sepanjang hari

 

Bertanya pada Sang Proklamator

Haruskah keringat mereka menjelma banjir bah yang akan menenggelamkan  pabrik-pabrik hamparan mall dan megahnya plaza?

Akankah Marsinah bangkit dari kuburnya untuk menyalakan api bagi para perempuan pekerja yang kesuciannya direnggut oleh para mandor hingga punah harga dirinya?

 

Mei menyapa

Kali ini oleh suara gemetar Ki Hadjar Dewantara

Hari Pendidikan yang dirayakan setengah hati

Merdeka Belajar yang ditenggelamkan oleh banjir bandang birokrasi

Tamansiswa meratap-ratap sunyi dari hari ke hari

 

Pendidikan usia dini yang seharusnya bermatra pada kodrat alam

Hari ini telah kehilangan kaki

Anak-anak yang seharusnya bersenyawa dengan Tanah dan Air

Hari ini diasingkan di menara gading dalam Dunia Maya

 

Pendidikan yang Salah Asah

Pendidikan yang Salah Asih

Pendidikan yang Salah Asuh

Akan melahirkan generasi comberan di negeri ini

 

Pendidikan yang tercerabut dari akar Panca Dharma

Hanya menampilkan kecerdasan semu

Tak membuahkan Akhlakul Karimah

Tak melahirkan Generasi Bermutu

 

Merdeka Belajar yang hanya takjub pada pendidikan Barat

Tapi kering-kerontang dengan Kearifan Timur

Hanya menghasilkan setengah manusia

Selebihnya robot tanpa nurani

 

Pendidikan masa kini dan masa depan di negeri ini

Membutuhkan puisi

Ruang belajar bernama diksi

Pantun dan Gurindam peredam nyeri

 

Mei menyapa

Kebudayaan sudah saatnya menjadi Panglima

Budaya Nusantara rumah kita bersama

Bukan Budaya Asing

Tapi Budaya Akal-budi yang elok permai dan tak habis-habis menginspirasi

 

Berdiri tegak di Bulan Mei

Hatimu dan hatiku menunduk menghunjam ke bumi

Bermarwah burung Garuda di dada

Bersumpah tulus di kedalaman hati

Kebangsaan adalah Pilar Agung bagi Ibu Pertiwi

 

Tuhanku

Ijinkan aku mencintai negeri ini

Seindah teratai

Sebiru lazuardi

di Tamansari

 

Gus Nas Jogja, 1 Mei 2023


Riwayat Penyair

H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.

Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.

Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.


Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top