Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi Isbedy Stiawan ZS

0


SAJADAH: MALAM YANG CAHAYA

 

sajadah yang kau bentang malam

pertama itu, kini mulai mendekati

saf pertama pula. tapi, kau makin

menderas ke laut mahaluas-Nya

 

biarpun sendiri

      walaupun berkayuh akar

 

makin menjauh, kian dekat

pada pelabuhan Cinta-Nya

 

biarpun seorang

     walaupun tanpa kawan

 

menderas dalam pelayaran

malammalam yang Cahaya

sampai pada fajar. Fajar

        yang berbinarbinar

 

pada sajadah di saf awal

kembali ke muasal

segala ditempatkan

 

di selembar sajadah

kau tetap mendedah

lautan segala gairah

 

 

4 Mei 2021/22 Ramadan 1442


 

 

HARI KE 22 PADA ALMANAK ITU

 

hari ke 22 pada almanak itu

hampir melepas sayapsayap

kuanyam sejak mula; “apa

kabar malam 1000 bulan,

adakah yang menemuimu,”

sebersih pertanyaan datang

menggema lalu melekat

di lembar sajadah yang

selalu gairah menerima

wajahku — basah dan

lembab — oleh mataku

yang juga berair

 

berapa banyak khilafmu?

 

aku seberangi laut demi laut

kususiri ngaraingarai, kunaik-turun

gunung demi gunung; kuhampar

hutanhutan di tubuhku. aku

masih tahan melangkah

      aku belum pula lelah

 

di gerbang mana aku akan berhenti?

 

di pintu akhir ramadan

kuketuk pintu ampunan

 

Tuhan, pantaskah

aku menengadah tangan

di depan-Mu, sedang

langkahku masih onak

 

     duriduri mencucuki

tumbuh bagai bulubulu

di seluruh tubuhku

 

 

4 Mei 2021


 

 

SENANDUNG DANGDUT

 

ingin kumasuki senandung

dangdut itu, kekasih, tapi

aku tansah tersisih. selalu

saja terlempar ke luar 

katakata; kecuali di meja ini

 

dan minuman -- kopi tanpa

gula -- sayang, aku merasakan

manis hidupku. manis senyum

dari tanganmu yang menyeduh

dan mengaduk kopi pekat

 

"cinta yang melekat!" ujarku

 

kau pun melepit kembali badik

di tanganmu. ke balik sarung

di pinggangmu. (di luar hujan,

di sini kita bersenandung)

 

ayo, kekasih; usir dingin

dan sakit di tubuh ini

 

 

Ktb, 23 Juni 2021

 


 

 

PERGI DARI KOTA INI

 

aku akan pergi juga dari kota

ini tanpamu menemani jamjamku

yang waswas. kota ini masih saja

menawarkan aroma kopi, harum

gelisah setiap persimpangan

dan trotoar yang sunyi. saat malam,

hujan, dan lengang

 

        kota di mana dulu memberiku

sekuntum bunga. kini telah tumbuh

sebagai kuntum lain. di ruang tamu,

bilik istirahat saat lelah

 

kutinggalkan kota ini. petang nanti

mungkin, kubawa kuntum bunga

dari taman rumah. tanpa berpegangan

tangan, tiada percakapan;

 

di kotaku yang membesarkan aku

telah menumbuh rindu yang lain

terus hidup; antara mekar dan kuyup

 

kota yang hidup di mataku

 

 

Ktb, 24 Juni 2021

 


 

LIPATAN 23 DARI SEBUAH KITAB

 

ini lipatan 23 dari sebuah kitab

aku pun masuk ke hurufhurufnya,

ke rahasia yang tetap dirahasiakan

memburu yang penah dikisahkan

mendekap segara kangen disiapkan

 

*

selepas tugas ini, akan kuhubungi

aku hanya menunggu; lima belas

tahun minggat. dan aku masih

tegak di sini, membiarkan matahari

datang lalu pergi. menanti purnama

dari sabit menuju runcing lalu pekat

langit

                 kau tak juga bawakan

             oleole dari rindu yang telah

         jadi kalung; selingkar cincin

                                                       cahaya,

mungkinkah karena senyummu, adakah

itu dari hatimu yang selalu berembun?

 

aku belum boleh pamit

menunggumu hingga tiba

meski aku amat tak mampu

 

jalan berkalikali ramai

berulang pula sepi

 

 

Mei 2021


 

 

NAMAKU SEPANJANG REL KERETA

 

masih ada namaku sepanjang

rel kereta: tanjungkarang-

rawasubur, hanya

batubatu di kakiku bernyanyi

 

seperti mengulang masa laluku;

 

yang tersangkut di antara rel

atau menginjak tinja berserak

 

namaku masih adakah di sana

ketika kini 63 tahun berikut

daftar jarah dan kejahatan lain

 

kau mencium bau nisan?

 

ini kebonjahe! di sini namaku

sudah pula berkilaukilau

kau bawa sapu, kembang

                         kenangan


 

 

BIOGRAFI INI KUTULIS

BUKAN UNTUKKU

 

biografi ini kutulis bukan untukku

namun bagimu yang sesudahku

tiada yang akan membaca. sebuah

tulisan, barangkali banyak tak

sesuai dengan perjalananku

 

bukankah aku menulis untukmu?

 

kau boleh membaca setelah kelak

kubuka tanpa bisa kukunci

ia telanjang sebagai biografi

kau masuk-keluar tanpa tersasar

 

aku menulis bukan untuk kubaca

 

tapi bagimu yang datang kemudian

atau sebagai kawankawan

yang mau semayam di dalam diriku

: ingin mengenang masa lalu

 

biografi yang menunggu...


 

Tentang Penulis

 


Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di pelbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.

Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020), dan Kau Kekasih Aku Kelasi (2021).

Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi.

Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), Aku Betina Kau Perempuan (Basabasi, 2020), dan Malaikat Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021).

Alamat Permata Asri I.7 No.17, Karanganyar, Jatiagung, Lampung Selatan. Kontak person 082178522158 (HP/WA).

 

 

 

 

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top