Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

ESAI Nizar Machyuzaar

0

 


Domain xyz.puisi (Bagian 2)

Mendaras/Komposisi/Senja Karya M. Irfan Hidayatullah

 

DOMAIN xyz.puisi | Kiranya kita dapat mulai membangun jalan penafsiran atas sintagma teks Mendaras/ Komposisi/ Senja dalam keutuhan buku kumpulan puisi. Untuk mengefektifkan pembahasan, ada dua tahapan yang akan kita lakukan untuk membangun jalan penafsiran tersebut. Pertama, kita akan membahas referensi-diri dan makna otonom teks melalui sintagma puisi. Karena keterbatasan ruang pembahasan, sebagai contoh analisis, pembahasan hanya disertakan satu tematik saja, yakni pada tematik “Mendaras” . Hal ini dilakukan agar kita dapat membentuk pemodelan peristiwa dan makna puisi melalui partisipan yang terlibat dalam teks puisi. 

 

Kedua, kita akan membahas diksi dan gaya bahasa agar kita dapat membentuk pemodelan kisah yang erat hubungannya dengan teks puisi sebagai kisah metaforis. Pemodelan kisah ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara karakter metaforis sintagma teks puisi dan jalan penafsiran atas peristiwa dan makna teks puisi yang bersua dengan relativitas bentuk pengetahuan dan pemahaman khas pembaca potensial. Dengan kata lain, pada bagian ini X dan Y teks puisi bertemu dengan Z pembaca potensial dalam ruang tiga demensi.

 

/1/

Pembahasan referensi-diri dan makna otonom teks melalui sintagma puisi mengukuhkan dan meneguhkan andaian bahwa teks (puisi) mampu membakukan wacana atau secara umum pengalaman dan pengetahuan hidup manusia. Di dalam pengalaman dan pengetahuan tersebut terdapat peristiwa dan makna yang dapat dihampiri oleh kita kapan dan di mana pun sepanjang akses atas teks dapat diresepsi, baik melalui teks tulis maupun teks berbentuk dokumen rekam suara, gambar (bergerak), dan kombinasi di antara keduanya. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk pemodelan peristiwa dan makna puisi melalui partisipan yang terlibat dalam teks puisi. 

 

Kita akan mencoba menyingkap peristiwa dan  makna teks puisi tersebut pada tematik “Mendaras” melalui analisis partisipan yang terlibat di dalam teks. Dari 24 subtema dengan tematik “Mendaras”, terdata partisipan orang pertama aku (atau partikel ku) sejumlah 7 sintagma, partisipan orang kedua kau (atau partikel mu) sejumlah 30 sintagma, dan partisipan orang ketiga dia (atau varian ia) sejumlah 5 Sintagma. Hal tersebut diterapkan dalam tabel berikut ini.

 

Tabel 1

Analisis Peristiwa dan Makna melalui Partisipan Teks Puisi

No

Partisipan Orang

Sintagma

Korpus

1.

Pertama

aku yang iniini saja menua di depan meja penuh rencana.

Sintagma 3, “Mendaras Cuaca”

katamu lapatlapat dilipat siangku yang renta.

Sintagma 6, “Mendaras Cuaca”

cukup aku hadir pada tanda baca di sana, senyampang para tokoh berjibaku tentang akhir cerita.

Sintagma 1, “Mendaras Kekisah”

sebagai pembaca kau mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara.

Sintagma 2, “Mendaras Kekisah”

aku ada pada aliran makna hingga kau

hanyut dan lupa.

Sintagma 3, “Mendaras Kekisah”

rekahan senja kubaca sebagai isyarat bagi suntingan semesta pada ini jiwa.

Sintagma 1 “Mendaras Bunga-bunga”

ya, kusirami saja kuncup kesadaran dengan salawat dan doa-doa.

Sintagma 1 “Mendaras Bunga-bunga”

2.

Kedua

kau tak dijebak ruang.

Sintagma 1 , “Mendaras Kecemasan”

kau hanya dibekap raung.

Sintagma 2 , “Mendaras Kecemasan”

setiap jentik sesal, susul menyusul di kanal gelisah yang kau rawat sebagai

riwayat paling ruwet.

Sintagma 3, “Mendaras Kecemasan”

katamu lapatlapat dilipat siangku yang

renta.

Sintagma 3, “Mendaras Cuaca”

sebagai pembaca kau mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara.

Sintagma 2, “Mendaras Kekisah”

aku ada pada aliran makna hingga kau

hanyut dan lupa.

Sintagma 3, “Mendaras Kekisah”

takkah kau dengar gemuruh pesta akarakar?

Sintagma 1, “Mendaras Hujan Deras”

langkahlangkah kecil itu setia mengeja sejarah yang juga kecil, tapi kau telah melewati halte demi halte itu

Sintagma 1, “Mendaras Harapan”

di sana kau dihibur remahan harapan yang dipungut dari gumaman dedoa.

Sintagma 2, “Mendaras Harapan”

Selesat apa kesadaran disergap puaka pukau?

Sintagma 1, “Mendaras yang Selintas”

kini kau duduk di depan onggokan debu doadoa menzikirkan kehilangan.

Sintagma 3, “Mendaras yang Selintas”

kau adalah pusat pada pertemuan arus yang deras.

Sintagma 1, “Mendaras yang Deras”

kau adalah pusat pada perjumpaan antara hasrat dan realitas.

Sintagma 2, “Mendaras yang Deras”

kau adalah pusat pada pucat gemetarmu sendiri sebagai noktah pada semesta

kelemahan dan pertanyaan.

Sintagma 3, “Mendaras yang Deras”

lirik dan lagu meresap pada gelisahmu.

 

Sintagma 1, “Mendaras Nyanyian”

wahai, jiwa, terhiburkah oleh komposisi

sederhana ini nyanyian, sementara di luar sana kau telah biasa ditemani oleh decit keteracakkan?

Sintagma 3, “Mendaras Nyanyian”

setelah kau mengerti semuanya dan

tersuruk pada kebodohan.

Sintagma 2, “Mendaras Kebodohan”

kau dan segala tualangan penuh riuh itu

siap disajikan

Sintagma 2, “Mendaras Purnama”

dari setiap lembar langkahmu

Sintagma 1, “Mendaras yang Seharusnya”

padahal kau sesungguhnya telah pemancangkan tiang tujuan pada lembar terakhir yang berisi epilog dan epitaf.

Sintagma 2, “Mendaras yang Seharusnya”

yang kau sebut riuh bisa jadi yang ruah

Sintagma 1, “Mendaras Keriuhan”

maknamakna yang dihadirkan mungkin takmerenah, tapi kau yang punya ruang tetirah dituntun biji tasbih mengejanya hingga genah

Sintagma 2, “Mendaras Keriuhan”

pada sampul depan hidupmu terdapat gambar dan judul yang bombastis

Sintagma 1, “Mendaras yang Terlihat”

pada sampul belakang citramu tertulis wara dan kata-kata dukungan yang menjanjikan

Sintagma 2, “Mendaras yang Terlihat”

pada kenyataan jejakmu penuh luka dan lupa dan doa atas sebuah tikungan alur dari yang seharusnya.

Sintagma 3, “Mendaras yang Terlihat”

pada mushaf yang lembar-lembarnya rapuh dimamah nyeri, dirimu tertatih mencoba mencari sorot cahaya yang menyelinap sesekali

Sintagma 2, “Mendaras Sorot Cahaya”

waktu yang kau ajak bincang di teras rumahmu sambil menikmati secangkir tunggu menari bersama aroma kejenuhan yang lahir dari sesap yang ituitu saja zonder pertanyaan zonder kegundahan

Sintagma 1, “Mendaras Aroma”

ada yang serupa kau pada segala kehadiran

Sintagma 2, “Mendaras Kerinduan”

sayangnya kau takbisa membubuhkannya sendiri

 

Sintagma 2, “Mendaras Ujung”

kau dibacakan, disucikan, dipakaikan, didoakan

Sintagma 3, “Mendaras Ujung”

3.

Ketiga

ia punguti luruhan detak waktu lalu menghitungnya sambil bersenandung

layaknya burung dalam sangkar itu.

Sintagma 1, “Mendaras Penungguan”

keranda tak lewat depan rumahnya,

saat ia letakkan detik terakhir penantian.

Sintagma 2, “Mendaras Penungguan”

“ah, dunia,” gumamnya pelan.

Sintagma 3, “Mendaras Penungguan”

takpernah ia ukur lelah itu

Sintagma 1, “Mendaras Perjalanan”

trotoar dan jalan setapak pencarian telah menelan langkahlangkah lungkahnya

ditanam ia dalam penantiannya sendiri,

ditarik ia oleh kuda hasratnya selalu,

didorong ia oleh gelombang mesinmesin industri, serupa pusaran ia menggasing hingga kering

Sintagma 2, “Mendaras Perjalanan”

 

Pemodelan peristiwa dan makna melalui partisipan orang pertama aku dalam teks puisi dapat saja lesap, tersirat, atau implisit. Hal tersebut terbaca dalam beberapa subtema (baca: puisi), seperti “Mendaras Kesendirian”, “Mendaras Angka-angka”, “Mendaras Terik Diri” dan “Mendaras (O)posisi”. Sebagai contoh, pada subtema “Mendaras Kesendirian” terbaca: //berjejal kata pada kalimat tanya/berjejal tanya pada rentetan/peristiwa. berjejal peristiwa pada/sengkarut duka. berjejal duka pada antrean kematian. berjejal/kematian pada nalar kemanusiaan.//. Judul pada subtema tersebut mewatasi paradigma puisi atas lima sintagma  (baca  tabel 2) dalam peristiwa dan makna, yakni berhubungan dengan kata mendaras (membaca dengan pelafalan keras) dan kesendirian (berhubungan dengan (diri) sendiri).

 

Partisipan orang pertama aku lugas terbaca pada tiga subtema, yakni “Mendaras Cuaca”, “Mendaras Kekisah”, dan “Mendaras Bunga-bunga”.  Sebagai contoh, dalam subtema “Mendaras Kekisah” terbaca: //ada yang takmudah terbaca./serakan tanda diembus angin/dari knalpotknalpot jiwa/tergesa. aku yang iniini saja/menua di depan meja penuh rencana. “tlah hitam langit di/ujung sana. bawalah payung/atau jas hujan saja.”/katamu/lapatlapat dilipat siangku yang/renta.//. Subtema ini dibentuk dari 10 larik, tetapi sintagma terbentuk hanya 5 buah. Diksi cuaca berasosiasi dengan kata iklim, musim, dsb. serta berdissosiasi dengan kata tanda, lambang, isyarat, nubuat, dsb.

 

Selanjutnya, partisipan orang kedua kau terbaca dalam 18 subtema, seperti tertera pada tabel di atas (tabel 1). Sebagai contoh, pada subtema “Mendaras Kecemasan” terbaca: //kau tak dijebak ruang. Kau/hanya dibekap raung./setiap jentik sesal, susul/menyusul di kanal gelisah/yang kau rawat sebagai/riwayat paling ruwet./heninglah! hingga kening/tersuruk pada serakan/doa-doa//. Partisipan orang kedua kau selalu mengandaikan kehadiran partisipan orang pertama aku, baik lesap maupun lugas. Hal ini dapat menegaskan bahwa partisipan orang pertama aku terjarak dengan penyair. Dengan kata lain, partisipan orang pertama aku tidak selalu identik dengan penyairnya. Lain hal dengan partisipan orang kedua kau, sebagai mitra partisipan orang pertama aku, dapat diidentikkan dengan pembaca, termasuk penyair sebagai pembaca.

 

Sementara itu, partisipan orang ketiga dia/ia terbaca dalam dua subtema, yakni “Mendaras Penungguan” dan “Mendaras Perjalanan”. Kehadiran partisipan orang ketiga ia dalam dua subtema ini menegaskan bahwa pemodelan peristiwa dan makna dalam partisapan orang pertama aku yang lesap digunakan untuk mengonkretkan penstrukturan kisah dalam puisi. Sebagai contoh, dalam subtema “Mendaras Penungguan” terbaca kisah: //ia punguti luruhan detak waktu lalu/menghitungnya  sambil bersenandung/layaknya burung dalam sangkar itu./keranda taklewat depan rumahnya,/saat ia letakkan detik terakhir/penantian./“ah, dunia,” gumamnya pelan.//. Dalam subtema “Mendaras Perjalanan” terbaca kisah: //takpernah ia ukur lelah itu/trotoar dan jalan setapak pencarian/telah menelan langkahlangkah lungkahnya/ditanam ia dalam penantiannya sendiri,/ditarik ia oleh kuda hasratnya selalu,/didorong ia oleh gelombang mesinmesin industri,/serupa pusaran ia menggasing hingga kering//.

 

Yang menarik, partisipan aku dan kau terbaca dalam sintagma 2 subtema “Mendaras Kekisah”: sebagai pembaca kau mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara dan sintagma 3 subtema “Mendaras Kekisah”: aku ada pada aliran makna hingga kau hanyut dan lupa. Kehadiran partisipan orang pertama aku dan partisipan  orang kedua kau dalam sebuah sintagma menegaskan bahwa satuan kebahasaan larik (dan bait) sebagai kode teks puisi menyertakan ordinat X dan Y, yakni sintagma dan paradigma yang membentuk (rangkaian) peristiwa. Di dalam peristiwa tersebut terbakukan makna puisi.

 

Sampai di sini, kita telah memolakan partisipan teks puisi pada tematik “Mendaras”. Pada dasarnya, ketiga partisipan tersebut dapat dihubungkan secara dialektis sebagai peristiwa dan makna melalui analisis sintagma antarsubtema atau kita sebut saja sintagma tematik “Mendaras”.  Keseluruhan sintagma tematik “Mendaras”  dapat berpijak pada sintagma 1) sebagai pembaca kau mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara dan 2) aku ada pada aliran makna hingga kau hanyut dan lupa.  Dari kedua sintagma ini pemodelan peristiwa dan makna yang melibatkan partisipan orang pertama aku lesap dan aku lugas, orang kedua kau dan partikel mu, dan orang ketiga ia mendapatkan relevansi kohesivitas ‘kesatuan’ sub-subtematiknya dan koherensi ‘hubungan makna’ antarsubtemanya dalam medan komunikasi partisipan.

 

Mungkin, secara serampangan, dapat digambarkan bahwa aku lesap yang “Mendaras Kesendirian” mendapati kau dalam kecemasan, kebodohan, keriuhan, kerinduan, dan harapan”.  Aku lugas “Mendaras Kekisah” melalui cuaca, bunga-bunga, aroma, hujan deras, purnama, dan sorot cahaya.  Hasilnya menjadi kisahan dalam penungguan dan perjalanan. Namun, aku dan kau dapat lesap dalam angka-angka, terik diri, dan (o)posisi yang berakhir dengan ketiadaan, seperti terbaca dalam subtema terakhir “Mendaras Ujung” berikut ini.

 

Mendaras Ujung

 

di sana ada titik yang menjanjikan usai

sayangnya kau tak bisa membubuhkannya sendiri

kau dibacakan, disucikan, dipakaikan, didoakan

namamu pun dituliskan pada tonggak itu kemudian

di dekat sebaran bebunga yang ditaburkan.

 

Pemodelan analisis peristiwa dan makna teks puisi dalam tematik “Mendaras” juga dapat dilakukan pada tematik “Komposisi” dan “Senja”. Karena keterbatasan ruang analisis, kedua tematis itu tidak disertakan pembahasannya. Peristiwa dan makna yang terbakukan dalam referensi-diri dan makna otonom teks tersebut dapat dipahami maknanya secara utuh dengan dikisahkan. Selanjutnya, kita akan  mengonkretkan rangkaian peristiwa dan makna dalam sebuah tematis ke dalam pemodelan kisahan pada bagian berikutnya.

 

Sampai di sini, kita telah mengidentifikasi medan komunikasi partisipan dalam tematis “Mendaras”. Partisipan orang pertama aku, baik lugas maupun lesap, dalam sintagma puisi merupakan fokus sekaligus lokus pembentuk peristiwa yang terbakukan di dalam teks puisi. Partisipan orang pertama aku yang berada dalam medan komunikasi dengan partisipan orang kedua kau (dan partikel mu) dan partisipan orang ketiga ia menyertakan latar peristiwa, yakni tempat, waktu, dan suasana. Sementara itu, rangkaian peristiwa yang menyertakan komplikasi (masalah) menandai bahwa sintagma puisi dapat ditempatkan dalam kesatuan tematik “Mendaras” dan kepaduan hubungan antarsintagma subtema puisi dalam kisahan. Sebabnya, kisahan dalam teks puisi menyertakan ungkapan tak langsung dan taklazim yang terkonsentrasi pada diksi dan gaya bahasa (atau singkatnya kita sebut saja kisahan metaforis). Hal tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya.

 

/2/

Pembahasan diksi dan gaya bahasa dilakukan agar kita dapat membentuk pemodelan kisahan yang erat berhubungan dengan sintagma puisi. Pemodelan kisahan ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara karakter kisahan metaforis yang dibentuk sintagma teks puisi dan jalan pemahaman atas makna teks puisi yang bersua dengan relativitas bentuk pengetahuan dan pemahaman khas pembaca potensial. Dengan kata lain, pada bagian ini X dan Y teks puisi bertemu dengan Z pembaca potensial dalam ruang tiga demensi, yakni saat teks puisi diresepsi pembaca.

 

 

 

 

 

Biodata Penulis:

Nizar Machyuzaar

Penulis, aktif di organisasi Mata Pelajar Indonesia, Sanggar Sastra Tasik, Teater Ambang Wuruk, Gelanggang Sasindo Unpad. Karya tulis dimuat di Laman Artikel Badan Bahasa Kemdikbud, Koran Tempo, Majalah Tempo, Pikiran Rakyat, Bandung Pos, Kabar Priangan, dan beberapa portal berita digital. Karya: Buku puisi bersama  Doa Kecil (1999), buku puisi tunggal Di Puncak Gunung Nun (2001), dan buku Kumpulan Puisi Bersama Muktamar Penyair Jawa Barat (2003). Pengelola inskripsi.com. Terbaru, esainya dimuat di laman artikel Badan Bahasa Kemdikbud.go.id  berjudul 1)  “Narasi Subversif, Mitos Baru di Era Digital, 2) Pandemi Kleptoteks: Kluster Baru Dunia Maya, dan 3) Akar dan Pohon Sastra, 4) Berpikir Kritis Ala Warganet

 

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top