Mendaras/Komposisi/Senja Karya M. Irfan Hidayatullah
DOMAIN
xyz.puisi | Kiranya kita dapat mulai membangun jalan
penafsiran atas sintagma teks Mendaras/
Komposisi/ Senja dalam keutuhan buku kumpulan puisi. Untuk mengefektifkan
pembahasan, ada dua tahapan yang akan kita lakukan untuk membangun jalan
penafsiran tersebut. Pertama, kita
akan membahas referensi-diri dan makna otonom teks melalui sintagma puisi.
Karena keterbatasan ruang pembahasan, sebagai contoh analisis, pembahasan hanya
disertakan satu tematik saja, yakni pada tematik “Mendaras” . Hal ini dilakukan
agar kita dapat membentuk pemodelan peristiwa dan makna puisi melalui
partisipan yang terlibat dalam teks puisi.
Kedua,
kita akan membahas diksi dan gaya bahasa agar kita dapat membentuk pemodelan
kisah yang erat hubungannya dengan teks puisi sebagai kisah metaforis.
Pemodelan kisah ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara karakter metaforis
sintagma teks puisi dan jalan penafsiran atas peristiwa dan makna teks puisi
yang bersua dengan relativitas bentuk pengetahuan dan pemahaman khas pembaca
potensial. Dengan kata lain, pada bagian ini X dan Y teks puisi bertemu dengan
Z pembaca potensial dalam ruang tiga demensi.
/1/
Pembahasan referensi-diri dan makna otonom teks
melalui sintagma puisi mengukuhkan dan meneguhkan andaian bahwa teks (puisi)
mampu membakukan wacana atau secara umum pengalaman dan pengetahuan hidup
manusia. Di dalam pengalaman dan pengetahuan tersebut terdapat peristiwa dan
makna yang dapat dihampiri oleh kita kapan dan di mana pun sepanjang akses atas
teks dapat diresepsi, baik melalui teks tulis maupun teks berbentuk dokumen
rekam suara, gambar (bergerak), dan kombinasi di antara keduanya. Hal ini dapat
dilakukan dengan membentuk pemodelan peristiwa dan makna puisi melalui
partisipan yang terlibat dalam teks puisi.
Kita akan mencoba menyingkap peristiwa dan makna teks puisi tersebut pada tematik
“Mendaras” melalui analisis partisipan yang terlibat di dalam teks. Dari 24
subtema dengan tematik “Mendaras”, terdata partisipan orang pertama aku (atau partikel ku) sejumlah 7 sintagma, partisipan orang kedua kau (atau partikel mu) sejumlah 30 sintagma, dan partisipan orang ketiga dia (atau varian ia) sejumlah 5 Sintagma. Hal tersebut diterapkan dalam tabel berikut ini.
Tabel
1
Analisis
Peristiwa dan Makna melalui Partisipan Teks Puisi
No |
Partisipan Orang |
Sintagma |
Korpus |
1. |
Pertama |
aku yang iniini saja
menua di depan meja penuh rencana. |
Sintagma 3, “Mendaras
Cuaca” |
katamu lapatlapat
dilipat siangku yang renta. |
Sintagma 6, “Mendaras
Cuaca” |
||
cukup aku hadir pada
tanda baca di sana, senyampang para tokoh berjibaku tentang akhir cerita. |
Sintagma 1, “Mendaras
Kekisah” |
||
sebagai pembaca kau
mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara. |
Sintagma 2, “Mendaras
Kekisah” |
||
aku ada pada aliran
makna hingga kau hanyut dan lupa. |
Sintagma 3, “Mendaras
Kekisah” |
||
rekahan senja kubaca
sebagai isyarat bagi suntingan semesta pada ini jiwa. |
Sintagma 1 “Mendaras
Bunga-bunga” |
||
ya, kusirami saja
kuncup kesadaran dengan salawat dan doa-doa. |
Sintagma 1 “Mendaras
Bunga-bunga” |
||
2. |
Kedua |
kau tak dijebak
ruang. |
Sintagma 1 ,
“Mendaras Kecemasan” |
kau hanya dibekap
raung. |
Sintagma 2 ,
“Mendaras Kecemasan” |
||
setiap jentik sesal,
susul menyusul di kanal gelisah yang kau rawat sebagai riwayat paling ruwet. |
Sintagma 3, “Mendaras
Kecemasan” |
||
katamu lapatlapat
dilipat siangku yang renta. |
Sintagma 3, “Mendaras
Cuaca” |
||
sebagai pembaca kau
mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara. |
Sintagma 2, “Mendaras
Kekisah” |
||
aku ada pada aliran
makna hingga kau hanyut dan lupa. |
Sintagma 3, “Mendaras
Kekisah” |
||
takkah kau dengar gemuruh pesta akarakar? |
Sintagma 1, “Mendaras
Hujan Deras” |
||
langkahlangkah kecil
itu setia mengeja sejarah yang juga kecil, tapi kau telah melewati halte demi
halte itu |
Sintagma 1, “Mendaras
Harapan” |
||
di sana kau dihibur
remahan harapan yang dipungut dari gumaman dedoa. |
Sintagma 2, “Mendaras
Harapan” |
||
Selesat apa kesadaran
disergap puaka pukau? |
Sintagma 1, “Mendaras
yang Selintas” |
||
kini kau duduk di depan onggokan debu
doadoa menzikirkan kehilangan. |
Sintagma 3, “Mendaras
yang Selintas” |
||
kau adalah pusat pada
pertemuan arus yang deras. |
Sintagma 1, “Mendaras
yang Deras” |
||
kau adalah pusat pada
perjumpaan antara hasrat dan realitas. |
Sintagma 2, “Mendaras
yang Deras” |
||
kau adalah pusat pada
pucat gemetarmu sendiri sebagai noktah
pada semesta kelemahan dan
pertanyaan. |
Sintagma 3, “Mendaras
yang Deras” |
||
lirik dan lagu
meresap pada gelisahmu. |
Sintagma 1, “Mendaras
Nyanyian” |
||
wahai, jiwa,
terhiburkah oleh komposisi sederhana ini
nyanyian, sementara di luar sana kau telah biasa ditemani oleh decit
keteracakkan? |
Sintagma 3, “Mendaras
Nyanyian” |
||
setelah kau mengerti
semuanya dan tersuruk pada
kebodohan. |
Sintagma 2, “Mendaras
Kebodohan” |
||
kau dan segala
tualangan penuh riuh itu siap disajikan |
Sintagma 2, “Mendaras
Purnama” |
||
dari setiap lembar
langkahmu |
Sintagma 1, “Mendaras
yang Seharusnya” |
||
padahal kau
sesungguhnya telah pemancangkan tiang tujuan pada lembar terakhir yang berisi
epilog dan epitaf. |
Sintagma 2, “Mendaras
yang Seharusnya” |
||
yang kau sebut riuh
bisa jadi yang ruah |
Sintagma 1, “Mendaras
Keriuhan” |
||
maknamakna yang
dihadirkan mungkin takmerenah, tapi kau yang punya ruang tetirah dituntun
biji tasbih mengejanya hingga genah |
Sintagma 2, “Mendaras
Keriuhan” |
||
pada sampul depan
hidupmu terdapat gambar dan judul yang bombastis |
Sintagma 1, “Mendaras
yang Terlihat” |
||
pada sampul belakang
citramu tertulis wara dan kata-kata dukungan yang menjanjikan |
Sintagma 2, “Mendaras
yang Terlihat” |
||
pada kenyataan
jejakmu penuh luka dan lupa dan doa atas sebuah tikungan alur dari yang
seharusnya. |
Sintagma 3, “Mendaras
yang Terlihat” |
||
pada mushaf yang
lembar-lembarnya rapuh dimamah nyeri, dirimu tertatih mencoba mencari sorot
cahaya yang menyelinap sesekali |
Sintagma 2, “Mendaras
Sorot Cahaya” |
||
waktu yang kau ajak
bincang di teras rumahmu sambil menikmati secangkir tunggu menari bersama
aroma kejenuhan yang lahir dari sesap yang ituitu saja zonder pertanyaan
zonder kegundahan |
Sintagma 1, “Mendaras
Aroma” |
||
ada yang serupa kau
pada segala kehadiran |
Sintagma 2, “Mendaras
Kerinduan” |
||
sayangnya kau takbisa
membubuhkannya sendiri |
Sintagma 2, “Mendaras
Ujung” |
||
kau dibacakan,
disucikan, dipakaikan, didoakan |
Sintagma 3, “Mendaras
Ujung” |
||
3. |
Ketiga |
ia punguti luruhan
detak waktu lalu menghitungnya sambil bersenandung layaknya burung dalam
sangkar itu. |
Sintagma 1, “Mendaras
Penungguan” |
keranda tak lewat depan rumahnya, saat ia letakkan
detik terakhir penantian. |
Sintagma 2, “Mendaras
Penungguan” |
||
“ah, dunia,” gumamnya
pelan. |
Sintagma 3, “Mendaras
Penungguan” |
||
takpernah ia ukur
lelah itu |
Sintagma 1, “Mendaras
Perjalanan” |
||
trotoar dan jalan
setapak pencarian telah menelan langkahlangkah lungkahnya ditanam ia dalam
penantiannya sendiri, ditarik ia oleh kuda
hasratnya selalu, didorong ia oleh
gelombang mesinmesin industri, serupa pusaran ia menggasing hingga kering |
Sintagma 2, “Mendaras
Perjalanan” |
Pemodelan peristiwa dan makna melalui partisipan
orang pertama aku dalam teks puisi
dapat saja lesap, tersirat, atau implisit. Hal tersebut terbaca dalam beberapa
subtema (baca: puisi), seperti “Mendaras Kesendirian”, “Mendaras Angka-angka”,
“Mendaras Terik Diri” dan “Mendaras (O)posisi”. Sebagai contoh, pada subtema
“Mendaras Kesendirian” terbaca: //berjejal kata pada kalimat tanya/berjejal
tanya pada rentetan/peristiwa. berjejal peristiwa pada/sengkarut duka. berjejal
duka pada antrean kematian. berjejal/kematian pada nalar kemanusiaan.//. Judul
pada subtema tersebut mewatasi paradigma puisi atas lima sintagma (baca
tabel 2) dalam peristiwa dan makna, yakni berhubungan dengan kata mendaras (membaca dengan pelafalan keras) dan kesendirian (berhubungan
dengan (diri) sendiri).
Partisipan orang pertama aku lugas terbaca pada tiga subtema, yakni “Mendaras Cuaca”,
“Mendaras Kekisah”, dan “Mendaras Bunga-bunga”.
Sebagai contoh, dalam subtema “Mendaras Kekisah” terbaca: //ada yang
takmudah terbaca./serakan tanda diembus angin/dari knalpotknalpot jiwa/tergesa.
aku yang iniini saja/menua di depan meja penuh rencana. “tlah hitam langit
di/ujung sana. bawalah payung/atau jas hujan saja.”/katamu/lapatlapat dilipat
siangku yang/renta.//. Subtema ini dibentuk dari 10 larik, tetapi sintagma
terbentuk hanya 5 buah. Diksi cuaca berasosiasi
dengan kata iklim, musim, dsb. serta
berdissosiasi dengan kata tanda, lambang,
isyarat, nubuat, dsb.
Selanjutnya, partisipan orang kedua kau terbaca dalam 18 subtema, seperti
tertera pada tabel di atas (tabel 1). Sebagai contoh, pada subtema “Mendaras
Kecemasan” terbaca: //kau tak dijebak ruang. Kau/hanya dibekap raung./setiap
jentik sesal, susul/menyusul di kanal gelisah/yang kau rawat sebagai/riwayat
paling ruwet./heninglah! hingga kening/tersuruk pada serakan/doa-doa//. Partisipan
orang kedua kau selalu mengandaikan
kehadiran partisipan orang pertama aku,
baik lesap maupun lugas. Hal ini dapat menegaskan bahwa partisipan orang
pertama aku terjarak dengan penyair.
Dengan kata lain, partisipan orang pertama aku
tidak selalu identik dengan penyairnya. Lain hal dengan partisipan orang kedua kau, sebagai mitra partisipan orang
pertama aku, dapat diidentikkan
dengan pembaca, termasuk penyair sebagai pembaca.
Sementara itu, partisipan orang ketiga dia/ia
terbaca dalam dua subtema, yakni “Mendaras Penungguan” dan “Mendaras
Perjalanan”. Kehadiran partisipan orang ketiga ia dalam dua subtema ini menegaskan bahwa pemodelan peristiwa dan
makna dalam partisapan orang pertama aku
yang lesap digunakan untuk mengonkretkan penstrukturan kisah dalam puisi.
Sebagai contoh, dalam subtema “Mendaras Penungguan” terbaca kisah: //ia punguti
luruhan detak waktu lalu/menghitungnya
sambil bersenandung/layaknya burung dalam sangkar itu./keranda taklewat
depan rumahnya,/saat ia letakkan detik terakhir/penantian./“ah, dunia,”
gumamnya pelan.//. Dalam subtema “Mendaras Perjalanan” terbaca kisah:
//takpernah ia ukur lelah itu/trotoar dan jalan setapak pencarian/telah menelan
langkahlangkah lungkahnya/ditanam ia dalam penantiannya sendiri,/ditarik ia oleh
kuda hasratnya selalu,/didorong ia oleh gelombang mesinmesin industri,/serupa
pusaran ia menggasing hingga kering//.
Yang menarik, partisipan aku dan kau terbaca dalam
sintagma 2 subtema “Mendaras Kekisah”: sebagai
pembaca kau mungkin tak menyadari hadirku pada setiap artikulasi dan suara
dan sintagma 3 subtema “Mendaras Kekisah”: aku
ada pada aliran makna hingga kau hanyut dan lupa. Kehadiran partisipan
orang pertama aku dan partisipan orang kedua kau dalam sebuah sintagma menegaskan bahwa satuan kebahasaan larik
(dan bait) sebagai kode teks puisi menyertakan ordinat X dan Y, yakni sintagma
dan paradigma yang membentuk (rangkaian) peristiwa. Di dalam peristiwa tersebut
terbakukan makna puisi.
Sampai di sini, kita telah memolakan partisipan teks
puisi pada tematik “Mendaras”. Pada dasarnya, ketiga partisipan tersebut dapat
dihubungkan secara dialektis sebagai peristiwa dan makna melalui analisis sintagma antarsubtema atau kita sebut
saja sintagma tematik “Mendaras”. Keseluruhan sintagma tematik “Mendaras” dapat berpijak pada sintagma 1) sebagai pembaca kau mungkin tak menyadari
hadirku pada setiap artikulasi dan suara dan 2) aku ada pada aliran makna hingga kau hanyut dan lupa. Dari kedua sintagma ini pemodelan peristiwa
dan makna yang melibatkan partisipan orang pertama aku lesap dan aku lugas,
orang kedua kau dan partikel mu, dan orang ketiga ia mendapatkan relevansi kohesivitas
‘kesatuan’ sub-subtematiknya dan koherensi ‘hubungan makna’ antarsubtemanya
dalam medan komunikasi partisipan.
Mungkin, secara serampangan, dapat digambarkan bahwa
aku lesap yang “Mendaras Kesendirian”
mendapati kau dalam kecemasan,
kebodohan, keriuhan, kerinduan, dan harapan”.
Aku lugas “Mendaras Kekisah”
melalui cuaca, bunga-bunga, aroma, hujan deras, purnama, dan sorot cahaya. Hasilnya menjadi kisahan dalam penungguan dan
perjalanan. Namun, aku dan kau dapat lesap dalam angka-angka, terik
diri, dan (o)posisi yang berakhir dengan ketiadaan, seperti terbaca dalam
subtema terakhir “Mendaras Ujung” berikut ini.
Mendaras Ujung
di sana ada titik yang menjanjikan usai
sayangnya kau tak bisa
membubuhkannya sendiri
kau dibacakan, disucikan, dipakaikan,
didoakan
namamu pun dituliskan pada tonggak itu
kemudian
di dekat sebaran bebunga yang
ditaburkan.
Pemodelan analisis peristiwa dan makna teks puisi
dalam tematik “Mendaras” juga dapat dilakukan pada tematik “Komposisi” dan
“Senja”. Karena keterbatasan ruang analisis, kedua tematis itu tidak disertakan
pembahasannya. Peristiwa dan makna yang terbakukan dalam referensi-diri dan makna
otonom teks tersebut dapat dipahami maknanya secara utuh dengan dikisahkan.
Selanjutnya, kita akan mengonkretkan
rangkaian peristiwa dan makna dalam sebuah tematis ke dalam pemodelan kisahan
pada bagian berikutnya.
Sampai di sini, kita telah mengidentifikasi medan
komunikasi partisipan dalam tematis “Mendaras”. Partisipan orang pertama aku, baik lugas maupun lesap, dalam
sintagma puisi merupakan fokus sekaligus lokus pembentuk peristiwa yang
terbakukan di dalam teks puisi. Partisipan orang pertama aku yang berada dalam medan komunikasi dengan partisipan orang
kedua kau (dan partikel mu) dan partisipan orang ketiga ia menyertakan latar peristiwa, yakni
tempat, waktu, dan suasana. Sementara itu, rangkaian peristiwa yang menyertakan
komplikasi (masalah) menandai bahwa sintagma puisi dapat ditempatkan dalam
kesatuan tematik “Mendaras” dan kepaduan hubungan antarsintagma subtema puisi
dalam kisahan. Sebabnya, kisahan dalam teks puisi menyertakan ungkapan tak
langsung dan taklazim yang terkonsentrasi pada diksi dan gaya bahasa (atau
singkatnya kita sebut saja kisahan metaforis). Hal tersebut akan dibahas pada
bagian selanjutnya.
/2/
Pembahasan diksi dan gaya bahasa dilakukan agar kita
dapat membentuk pemodelan kisahan yang erat berhubungan dengan sintagma puisi.
Pemodelan kisahan ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara karakter kisahan
metaforis yang dibentuk sintagma teks puisi dan jalan pemahaman atas makna teks
puisi yang bersua dengan relativitas bentuk pengetahuan dan pemahaman khas
pembaca potensial. Dengan kata lain, pada bagian ini X dan Y teks puisi bertemu
dengan Z pembaca potensial dalam ruang tiga demensi, yakni saat teks puisi
diresepsi pembaca.
Biodata
Penulis:
Nizar Machyuzaar
Penulis, aktif di organisasi Mata
Pelajar Indonesia, Sanggar Sastra Tasik, Teater Ambang Wuruk, Gelanggang
Sasindo Unpad. Karya tulis dimuat di Laman Artikel Badan Bahasa Kemdikbud,
Koran Tempo, Majalah Tempo, Pikiran Rakyat, Bandung Pos, Kabar Priangan, dan
beberapa portal berita digital. Karya: Buku puisi bersama Doa Kecil
(1999), buku puisi tunggal Di Puncak Gunung Nun (2001), dan buku
Kumpulan Puisi Bersama Muktamar Penyair Jawa Barat
(2003). Pengelola inskripsi.com. Terbaru, esainya
dimuat di laman artikel Badan Bahasa Kemdikbud.go.id berjudul 1) “Narasi
Subversif, Mitos Baru di Era Digital, 2) Pandemi
Kleptoteks: Kluster Baru Dunia Maya, dan 3) Akar dan Pohon
Sastra, 4) Berpikir Kritis Ala Warganet