Sastra Untuk Silaturrahmi Antar Bangsa, Persaudaraan, dan Perdamaian ! Happy Reading !

Puisi-puisi Irman Hermawan

0


 

DI DEPAN ETALASE

 : Kekasihku

 

Di depan etalase, kau berhenti menangis, aku melihat warna semburat senja tertutup awan putih, dan anak-anak bermain kembali di taman tempat kau duduk bersama kedamaian (hening), ucapmu mengandung curiga seakan penuh tanya “untuk apa aku duduk di sini?” murai bertengkar dengan jalak suren, tepat di atas kepalanya ia bertengger.

 

Perayaan baru sudah dimulai, serupa Desember menuju Januari, meriah dengan bermacam bunga bakung dan melati, dan lampion perayaan telah diterbangkan melewati angin yang bercakap dengan siwalan dan nyiur.

 

Saat pertama kulihat pelukis melukis kanvasnya berbentuk senja-pelangi-fajar menggunakan cat air, sisa air matamu di taman.

Dan penyair-penyair menulis sajaknya dengan tinta senyummu.

 

Aku pun berhenti memikirkan, sebab kau adalah aku dan aku hanyalah bedak sisa pipimu.

 

Bogor, Januari 2023

 




KUDAPATI SEBUAH KIRIMAN

: Ibu

 

Kudapati sebuah kiriman foto berukuran jumbo dengan baik, dan tulisan di belakangnya sampai kini tak dapat kumengerti, aku tidak tahu siapa pengirimnya hanya simbol senyum di pembuka surat.

: Mungkin rembulan _tafsirku, atau mungkin matahari ucap hatiku.

Siapa yang dapat mencerna sebuah risalah tanpa nama? Kecuali pengirimnya sendiri.

 

Kudapati dalam foto itu hanya senyum, tapi perlu kukatakan, foto itu seperti anak panah Rama atau cakra Krisna yang dapat menembus tubuh langit bahkan bisa melihat nirwana di dasar matanya, bisa jadi melebihi dewa-dewi.

 

Ibu.

Fotomu kupajang dalam hati, dalam tubuhku, biar segala yang dihati dapat melihat bidadari, dan cacing-cacing di perutku juga dapat memakan senyummu.

 

Kudapati kiriman foto itu saat mendung menutupi segalanya, tanpa nama pena pengirim, hanya sepucuk kata di belakangnya yang meneteskan airmata.

“bangun-bangun, Nak, moyangmu seorang pelaut, berdarah garam bernafas badai!”

 

Bogor, Januari 2023

 




UNDANGAN CINTA

 

Dengan segala hormat,

kami harap Nyonya, Tuan, dan Nona

hadir meramaikan.

Bahan kue mesra,

dekorasi sipu manja,

roti saling melengkapi,

dan anggur rindu, kami siapkan.

 

Tempat:

Di hati.

Gedung selembut sutra

dindingnya berhias

warna senja, fajar, dan pelangi.

Ukurannya tidak terlalu sempit

juga tidak terlalu besar,

cukup untuk menampung semua orang.

 

Jam:

Kapan saja.

Bila bejana jiwa

mulai terisi penuh dan selalu

memanggil-manggil namanya.

 

Dengan segala hormat,

kami ucapkan terima kasih

sebelum dan sesudahnya.

 

Bogor, Januari, 2023

 




LIDAH KEKASIHKU

 

Pada malam itu malaikat-malaikat kecil terbang di atap rumah kekasihku, sayapnya berwarna-warni, malaikat itu memegang lonceng ditangannya dan terus dimainkan bersama himne untuk tuhan, sedang kekasihku mengunduh rida dari tuhannya.

 

Serampang lidah kekasihku mencari ikan di sungai, tempat tuhan bermandi dan mencuci rambutnya, di taman tempat tuhan bermain bersama rentetan kupu-kupu, burung bulbul, dan merak, beribu bunga tumbuh dengan tenteram, baunya bunga mekar menyemerbak ke dalam hidung yang penuh lumutan.

 

Sekali dua kali tak dapat kukeluhkan bila air matanya jatuh jadi sungai, menjadi tempat belibis putih berenang, tapi itu berulang kali air matanya menjadi kedalaman samudera dan ikan-ikan yang ditangkap di sungai tempat sisa wangi keringat dan rambut tuhan berjatuhan berenang di samudera airmata kekasihku, dengan seribu tanya, “sudikah tuhan bermain, dan mandi di samudera airmata?”.

“Aku malu” _jawab tuhan_

 

Kekasihku duduk kembali membuat perayaan baru untuk tuhannya, tujuh percik bunga, dupa, dan nyawa. Runcing bibirnya terus terkatup-katup serupa angin tak henti menggerakkan daun pohon, walau daun itu harus gugur mengubur dirinya sendiri. Mantra mulai dibaca dari Alif Bata sampai Iya’, matinya tak sebatas tuhan. Dan kekasihku abadi setiap kali himne untuk tuhan, di sana ia bermain dan bersenang.

 

Bogor, Januari 2023





PERSEMBAHAN UNTUK PACARKU

 

Selamat datang pacarku, Arliza, semua telah kusiapkan di kamarmu lemari yang di dalamnya berisi baju, kosmetik dan bedak sisa tanganku, yang kemarin memang sengaja kusentuh bedak itu agar diriku senantiasa menyentuh sutra pipimu.

 

Rumahku tak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung dirimu, pintunya selalu terbuka, jendelanya juga bisa dibuka, angin masih bisa menyelundupkan bisikan dingin ke tubuhmu. Dari jendela itu kau dapat melihat pendaki, warna semburat senja dan burung-burung yang mencari pakan untuk anak-anaknya, di sana juga kata-kataku lahir melawan letusan gunung, badai, dan bayang-bayangku sendiri. Gerhana matahari, dan gerhana bulan dapat kau nikmati semuanya.

 

Tapi sebelum itu kau telah singgah di rumah tua (hati) berwarna merah secara sains, tapi tak tahu pasti seperti apa warnanya, yang kutahu hanya berdinding mesra, berlukis rindu.

 

Tapi telah kusiapkan kekasihku, bunga rampai, dan parfum di mejamu, untuk menjadi pengharum setiap jejakmu melewati kamarku, dan setiap kali kulewat di depan kamarmu, agar diriku mengenal baik dirimu meski buta mataku.

 

Selamat datang kekasihku, Arliza.

Selamat datang kekasihku, rumah ini kupersembahkan dengan kata-kata agar kau dapat menembus langit, dan langit dapat membaca dirimu, dan angin membawa namamu tepat pada jantung masa depan di kehidupan mendatang.

 

Bogor, Januari 2023

 




BURUNG KENANGAN

 

Saat kupegang satu burung, burung lainnya mengepakkan sayap menjauh dari rumahku, kucari kembali berung-burung itu di hutan kehidupan masa lalu, kutemui burung waktu yang berdetak dan terkapar di tanah, namun saat kupegang dia telah pergi menjelma mimpi yang terbuang. Dan aku coba mengurai lahan padi yang kutemui bukanlah sebutir nasi, melainkan rumput liar kenakalanku.

 

Bogor, Januari 2023

 




TUBUH NELAYAN

: Nelayan Legung Timur.

 

Tubuh nelayan mengarsir deretan gelombang di tengah laut, keringatnya menjadi garam, penyedap rasa, di dapur. Sedang sang istri terus mengiris airmata pemanis kopi, dan teh yang dibawa suaminya.

 

Jaring yang dibawa hanya pengunduh untuk mencari rida, dan rezeki Tuhannya.

 

Ikan-ikan liar tak henti bermain di rentetan karang. Badai, gelombang, dan terumbu karang saksi mata. Segudang harap anaknya atau istrinya, bapak ataupun suaminya pulang tak membawa ikan melainkan nyawa yang diharapkan.

 

Dan ketika semburat senja pergi menjemput gelap, jaring itu dilepaskan kepada rembulan, sebelum ikan memakannya lebih dulu.

 

Ia pergi mengejar matahari, pulang membawa matahari dan angin sepoi bercakap-cakap dengan siwalan, dan camar membawa kabar, “telah datang matahari harapan, membawa sepoi kemesraan”

 

Bogor, Januari 2023

 




BAPAKKU

 

Terumbu karang ada dalam tubuhnya tempat ikan-ikan kecil bermain, aku mencuri waktu sebelum gelombang laut dalam jiwanya membuncah memenuhi panggilan badai, hanya sepotong harap layarnya terbuka membawa kembali ke depan rumah dengan mentari di pundaknya.

 

Bogor, Januari 2023

 




Y

 

Segalah kata terjamah tanpa alasan, “kenapa?”

Tak ada kosakata lagi hanya senyap menari.

 

Bogor, Januari 2023

 




UNTUK PENGANTIN BARU

 

Semuanya telanjang, bulan telanjang angin menghadangnya pada pertengahan malam di atas kasur dengan topeng wajah malu, bulan bermadu dengan angin, burung bulbul bersiul bersama malam, dan pengantin baru tidur dengan satu selimut, tubuhnya menyatu. “Yang kutahu ini bulan baru untukmu” ucapnya pada malam.

 

Bogor, Januari 2023

 




Tentang Penulis


Irman Hermawan. Kelahiran Legung Timur, 15 Oktober 2003. Besar di kampung kasur pasir, Legung Timur, Batang-Batang, Sumenep. Kini tinggal di Kampung Kelapa, Desa Rawa Panjang, kec. Bojong Gede, Bogor. Alumnus MA Lughatul Islamiyah. Sering dipanggil Sableng oleh teman-temannya. Buku antologi bersama “Dari Panti Kukejar Matahari”  “Metamorkata”.  Gabung organisasi “Kepul”  “Damar Korong”. Puisinya tersiar di beberapa media cetak dan online.

Email: irmanlaredo@gmail.com

WA: 083135128072

IG : irman_h3rm4w4n

FB: irman sableng

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Post a Comment
To Top